38. Manusia Favorit?
Pagi ini, Kevin tak henti-hentinya mengintrogasi Paula yang sedang menata piring hasil cucian Lara. Lelaki berseragam SMA lengkap dengan tas selempang cokelat itu sesekali menolehkan kepala, lalu kembali berbisik pada sang bunda.
"Semalem dia cerita apa aja Bun?" tanyanya dihiasi cengiran bangga. "Abang nyelip gak dalam ceritanya?"
Paula menatap Kevin disertai senyuman jahil yang tak kunjung berakhir. "Katanya, Abang ganteng."
"Ah, Bunda bohong amat. Seriusan dong, Bun ...," pinta Kevin seraya memohon. "Nanti Abang beliin martabak Mang Gari deh balik sekolah."
Paula terkekeh sejenak. Sampai pada tataan piring terakhir pun Kevin belum juga pergi sebelum jawaban asli diberi. Paula menyerongkan kursi roda menghadap ke kiri, namun matanya tanpa sengaja sudah menangkap Lara di balik tubuh putranya. Gadis itu sedang menaruh sayur-mayur ke dalam lemari makan.
"Banyak, Bang. Dia cerita tentang teror tadi malam. Tapi gak ada sedikit pun cerita tentang Abang," jelas Paula sengaja mengeraskan volume suara. "Iya kan Lara?" tanyanya yang berhasil mengejutkan Kevin di sana.
Lelaki itu menoleh dengan segera. Melihat Lara yang sudah tersenyum malu sembari menganggukkan kepala.
"Kok Bunda gak bilang kalo ada dia ...?" geram Kevin seketika.
"Ya memangnya kenapa, Bang? Kan mumpung ada orangnya." Senyum Paula semakin merekah ketika menyadari wajah Kevin yang sudah memerah.
"Ish! Bunda gak asik!" dumal Kevin kesal, lantas memutar tubuh ke belakang. "Eh, cepetan! Udah siang!" serunya pada Lara.
Lelaki itu melangkah lebar menuju meja makan dan langsung merampas tempe goreng yang hendak masuk ke dalam mulut sang adik.
"Biasa aja kali, Bang. Kenapa sih buru-buru amat? Gak sabar mau berduaan di motor, ya?" goda Paula mengejutkan Kevin serta Lara, sedangkan Chiko sudah tertawa kuat meledek mereka.
"Ya udah, nanti aku bareng Pakde Gwim aja deh biar gak ganggu. Sawahnya kan jauh, ngelewatin sekolahku," setuju Chiko memberi peluang besar atas kedua insan.
"Apa sih! Najis!" sergah Kevin yang tak mau terlihat bahwa ia benar-benar ingin.
"Astagfirullah, Bang. Gak boleh ngomong kayak gitu, ah!" tegur Paula. "Tapi serius mendingan yang ini Bang dari pada cewek yang Abang bawa ke sini minggu lalu."
Kevin berdesis pelan. "Alin, Bunda. Gimana sih, sama calon mantu sendiri kok gak inget-inget."
"Huekkk!" muak Chiko yang langsung mendapatkan toyoran maut dari laki-laki di kursi belakang.
"Iya, itu. Calon mantu apa? Gak ada etika. Masa dateng gak mau salim sama Bunda, udah gitu pulang gak pamitan. Belum lagi sama bungkus jajanan yang berantakan gak diberesin. Kalo Lara mah, selain sopan, Bunda belum bangun aja dia udah selesai beresan," pujinya berlebihan, membuat Lara sedikit merasa tidak enak sebab ia tahu jika Kevin sangat mencintai Alin, lelaki itu pasti sudah teramat kesal kali ini.
"Betul! Kak Lara juga cantiknya gak kayak tante-tante. Chiko suka ngeliatnya."
Bocah berseragam putih-merah itu kembali bersuara. Sementara Kevin hanya terdiam, tak sekalipun memberikan sahutan. Merasa tak mau berlama-lama dalam situasi perbandingan, Lara pun langsung berjalan mendekati Paula untuk berpamitan pergi ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA-RA
Teen Fiction[Yang sedang ingin menangis, mari membaca bersama.] [Yang sedang menggalau akan cinta, mari resapi setiap kata.] =================================================== Tentang seorang gadis berpenyakit mental yang juga menjadi target perundungan orang...