Page-31

481 67 3
                                    

31. Selubung Dusta.

Lelaki berkaus basket yang sedang berjalan santai di tengah kegelapan itu langsung memacu kecepatan langkahnya ketika melihat beberapa gelintir orang sudah berdiri di depan rumah sederhana berhias lampu beranda.

"Lihat nih, anak saya sampai babak belur karena ulah anak anda!" seru wanita bertubuh gempal, berkali-kali menuntut Paula di atas kursi roda, membuat Chiko yang sedari tadi ketakutan hanya mampu bersembunyi di balik tubuh sang bunda.

"Saya tidak mau tahu, pokoknya anak anda yang bernama Kevin itu harus diberi ganjaran setimpal!" tambah salah seorang pria.

"Ada acara apa, nih?" tanya Kevin setibanya di samping Paula. "Woi, Bro. Tumben ke sini? Gak kabar-kabar lagi," sapanya remeh kepada Boni.

Paula langsung meraih lengan Kevin untuk menarik atensi. "Abang, apa benar kamu yang udah mukulin anak mereka?"

Belum sempat Kevin menyahut, wanita bertubuh gempal itu sudah berdesis nyaring. "Jadi kamu yang namanya Kevin?"

"Oh, iya, Tante." Masih dengan cengiran di bibir, Kevin menyodorkan sebelah tangan. "Kenalin, Kalevin Reonald, anaknya Bunda Paula, wanita tercantik di dunia," tuturnya hiperbola.

"Udah kamu apakan anak saya?!" geram seorang pria seraya menarik kaus basket Kevin dengan begitu kuatnya, membuat Kevin langsung mengangkat kedua tangan setinggi kepala.

Berbeda halnya dengan Paula yang sudah khawatir jika anaknya kenapa-napa, wanita bertubuh gempal itu malah tersenyum remeh di hadapannya.

"Woah ... santuy, Om. Jangan emosi gitu dong, ntar cepat tuwir loh."

"Lihat anak gak tahu didikan ini. Sama orang tua aja dia ngelawan gitu, pantesan temannya dihajar habis-habisan," tutur wanita itu dengan mantap.

Kevin berdecih, bola matanya bergulir menyorot Boni yang tengah merundukkan kepala, lalu kembali mengubah pandangan pada wanita di depan.

"Gak tahu didikan dari mana ya, Tante? Bunda saya gak tanggung-tanggung kok buat ngajarin saya. Tapi masa iya, saya harus diam aja waktu teman perempuan saya hampir diperkosa sama anak kalian berdua?" tanya Kevin dihiasi senyuman lebar berjenis setan.

Boni langsung mendongak secara spontan. Sedangkan wanita tadi sudah menatap putranya teramat tidak menyangka. Begitupun dengan pria yang saat ini sudah merenggangkan cengkeramannya.

"Sampe anaknya depresi loh kalau kalian mau tahu," tambah Kevin memperjelas.

Alih-alih menerima kenyataan, wanita tadi malah menunjuk Kevin tepat di depan wajah. "Ngomong apa kamu?! Anak saya ini anak baik-baik! Bukan kayak kamu! Jadi gak mungkin ngelakuin hal-hal hina kayak gitu!"

"Cih! Kadang memang orang-orang kayak gini nih yang perlu diwaspadai. Muka doang polos, padahal mah udah nyiapin banyak strategi. Kalau aja saya telat datang, mungkin dia udah berhasil ngerusak tuh cewek di kamarnya sendiri," ungkap Kevin penuh kegeraman, ingin sekali ia menghabisi Boni sekarang.

"Jangan fitnah kamu, aku gak pernah ngelakuin itu, kok. Aku sama Lara ... dia deluan yang mancing-mancing masuk kamar aku tanpa izin. Dia deluan yang nyerang aku tiba-tiba," timpal Boni berusaha meyakinkan.

"Eh, lo pikir gue bakal percaya? Logika aja kali! Gue juga gak tolol-tolol amat, kok. Kalau dia mancing lo deluan, ngapain dia sampe depresi separah ini? Udahlah ngaku aja sama semua orang kalau memang otak lo itu mesum!" tekan Kevin.

"Oh, iya, satu lagi." Kevin membasahi bibir sebelum melanjutkan kata. "Lo memang udah ngincer Lara dari lama, kan? Makanya lo sok-sokan mepetin dia. Duh, sayang banget sih, padahal lo juga gak bisa apa-apa tanpa bantuan dia. Dasar gak tahu diri, dikasihani malah minta lebih."

LA-RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang