39. Strategi Perlindungan.
Lara menautkan jemari di atas meja ketika ia melihat Boni baru saja masuk ke dalam kelas. Lelaki dengan suspender terpasang itu sepertinya habis latihan membaca puisi bersama beberapa anak bahasa lainnya di Aula, mengingat lomba akan dilaksanakan dengan segera.
Sorot mata Lara belum terputus menatap gelisah, terlebih lagi dengan langkah Boni yang terus-menerus mengikis jarak antar mereka berdua. Peluh dingin sudah membasahi tubuh. Kedua kaki bahkan terasa gemetar akibat ketakutan. Hingga pada akhirnya, ketika Boni sampai di sisi bangku dan hendak terduduk, lelaki lain sudah lebih dulu mendaratkan bokong seraya melempar tas ransel hitam menghantam papan tulis di depan, cukup menarik perhatian.
Andra yang sejak tadi tengah sibuk berbincang dengan Belly perihal kelas vokal Pak Bambang pun ikut menoleh dengan spontan, melihat Kevin yang sudah terduduk nyaman di atas bangku tunggal dengan satu kaki bertumpu di atas kaki lainnya. Sementara itu, Boni yang baru saja tiba tengah menatap naas seluruh isi dari dalam tas yang sudah bertaburan tak tersisa.
Alin menolehkan kepala, memandang Kevin seolah mengintimidasi akan setiap perlakuannya akhir-akhir ini. Sedangkan Lara yang juga terkejut pun langsung melemaskan tautan jemari di atas meja, sama sekali tidak pernah terbersit jika Kevin akan melakukan hal sejauh ini pada Boni.
"Ini udah jadi wilayah gue. Pergi lo! Hush-hush!" usir Kevin seraya mengibas-ngibaskan tangan kanan. "Balik ke rumah sono, ngadu sama bokap nyokap lo! Abis itu bawa pasukan temuin gue."
Boni menatap Kevin begitu geram, kedua tangan sudah terkepal dalam diam. Lelaki itu mengubah pandangan pada Lara di belakang, lalu menyorot dalam penuh dendam.
"Heh! Yang ngomong gue, ngapain lo liat ke belakang?" tanya Kevin santai, namun tak diindahkan.
Boni malah melangkah mendekati Lara yang langsung ditahan oleh Andra secara tiba-tiba, mengejutkan semua yang ada. Lelaki itu sempat memberontak, hingga membuat Kevin berdiri dan mendorong tubuhnya sampai menghantam meja di depan Belly.
Ketua kelas pun menggeleng-gelengkan kepala seraya berdecak-decak pelan. "Santuy, Bos!"
Boni mengerahkan pandangan pada ketiga lelaki yang sudah menutupi tubuh Lara di belakang.
"Kamu sudah tidak ada urusan lagi sama dia," tekan Andra. "Lebih baik jangan cari masalah!"
"Saya juga gak punya urusan sama kalian!" tegas Boni memberanikan diri.
Kevin terkekeh remeh diakhiri anggukan kepala mantap. "Kalo gak ada ngapain masih di sini? Keluar, pintu terbuka lebar." Kevin mengangkat sebelah tangan guna menunjukkan jalan.
"Hadeh ... Bon ... Bon. Tobat lo tobat! Inget udah mau kiamat! Pikiran lo itu dibenerin dulu coba. Agak lain gue liat kayaknya," tutur Belly menambahi. "Kalo dibaikin ya gak usah ngegas! Tau diri lah bangsat!"
Satu setengah tahun terakhir, kondisi kelas tidak pernah semencengangkan ini. Bukannya mereka terlalu asing dengan adanya bully, melainkan berkat ulah kedua lelaki yang sebelumnya juga ikut berkontribusi, namun kini memutar lajur ke pihak yang tersakiti. Belly dan Kevin seolah telah kehilangan jati diri, atau memang itu sifat asli? Mereka pun tak mampu menyimpulkan dengan pasti.
"Diem-diem kayak tai! Gak usah dah lo cari muka di sekolah ini!" sergah Kevin tiba-tiba. "Gue kasih pilihan paling enak, nih. Pergi, atau mati?"
"Mati aja kali, ya?" kelakar Belly.
Tak ada kata yang keluar dari sela bibirnya, Boni hanya mengamati ketiga lelaki yang tengah melindungi seorang gadis di sana. Seorang gadis pemilik kasta paling bawah dari keset kaki. Dan kini, seolah tidak ada yang mampu menginjaknya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
LA-RA
Teen Fiction[Yang sedang ingin menangis, mari membaca bersama.] [Yang sedang menggalau akan cinta, mari resapi setiap kata.] =================================================== Tentang seorang gadis berpenyakit mental yang juga menjadi target perundungan orang...