Page-45

436 58 9
                                    

45. Arus Balik.

Bel istirahat berbunyi bertepatan saat mereka sedang mengganti pakaian. Namun XI IPA 5 tidak serajin itu pada nyatanya, masih banyak pula para siswa yang memilih untuk nongkrong di emperan kelas dengan kaus olahraga masih melekat basah membaluti tubuh mereka.

Selalu mengulur-ulur waktu dan beralasan nanti saja, hingga pada akhirnya mendapatkan amukan dari para guru yang masuk di jam pelajaran selanjutnya. Terkadang Belly pun sampai frustrasi sendiri menghadapi tingkah anak kelas yang sangat amat susah untuk diatur oleh seorang manusia tampan berhati mulia sepertinya. Sehari saja tidak membuat masalah, mereka tidak akan bisa.

Memang yang waras di kelas ini hanya beberapa, selebihnya titisan iblis semua. Terutama Kevin beserta jajaran kurcacinya, belum lagi para gadis yang mengelompokkan diri seolah merasa paling sempurna tanpa perlu adanya sosialisasi pada sesama.

Setelah sebelumnya mencuci luka menggunakan air bersih, Lara bergegas keluar dari dalam ruang ganti pakaian dan berjalan perlahan menyusuri koridor yang sudah ramai. Tujuan utamanya adalah langsung pergi menuju UKS, takut-takut jika lukanya mengalami infeksi.

Lara menghentikan langkah. Di depan lab komputer ia memandang jauh ke depan. That's dumb! Kenapa ia baru menyadari letak UKS yang mengharuskan lewat di depan kelas bahasa? Di mana ada Boni yang tengah berdiri di ambang pintu seraya berbincang-bincang santai bersama kedua rekan.

Menimbang sejenak apakah ia memang harus melalui laki-laki brengsek itu atau bahkan mengurungkan niat. Lara lantas menggelang-gelang pelan, tidak sanggup rasanya untuk melihat wajah Boni sekarang. Bayang-bayang suram yang belum juga hilang terus saja menghantui bahkan meninggalkan trauma yang begitu mendalam.

Sayang sekali, padahal Lara sudah menaruh segala rasa percaya, bahkan menganggap bahwa ia merupakan saudara, namun lelaki itu malah menghancurkan tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya. Lara mendengus kasar, kenapa ia jadi memikirkan Boni seperti ini, sih?

Rasa sesak bercampur emosi membuatnya memutar tubuh kembali. Sepertinya luka di dalam hati lebih berbahaya daripada luka yang tertoreh di luar tubuhnya ini. Gadis itu merundukkan kepala menatap satu-persatu ubin keramik yang menghiasi langkah. Sedikit lesu karena lagi-lagi harus mengingat tentang kejadian menyayat kalbu.

Lara tersentak seraya membelalakkan mata kala sepasang sepatu hitam menghadang di depan. Gadis itu mendongak dengan segera, menatap Andra yang sudah membawakan obat merah. Dari mana asal kemunculan lelaki ini sudah dapat ditebak, bukan?

"Tuh anak baru kayaknya suka sama Lara, dah," tunjuk Adi tepat di depan kelas, membuat Kevin yang sejak tadi tengah bersandar pada tiang penyangga guna memantau pun langsung tersadar.

"Memang suka," sahut Belly kemudian.

Lelaki berseragam lengkap itu ikut duduk di emperan bersama teman-teman yang bahkan belum mengganti pakaian.

"Udah keliatan sih dari awal," timpal Yogi mengiyakan. "Lagian gak heran kalo langsung kasmaran, soalnya tuh bocah gue liat-liat cantik juga."

Belly lantas menoyor kepala Yogi agar segera tahu diri. "Yeee ... awas aja lo ikutan suka!"

"Dikit," cengir Yogi mencari mati pada Kevin yang sudah menatapnya intens kali ini.

"Jangan macem-macem lo, punya brother gue itu. Cari yang lain sono!" perintah Belly mengantisipasi adanya perusak dalam suatu hubungan menggemaskan.

Kevin mendengus kasar usai menyimak perbincangan penuh bualan. Lelaki itu lantas menegakkan tubuh guna menyambar es teh manis dalam genggaman tangan Adi, lalu menyeruputnya sampai habis tanpa memedulikan sang pemilik yang tidak ikhlas sama sekali.

LA-RATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang