26. Affection Or Pain

787 182 31
                                    

Karna lagi happy sedikit, jadi update wkwkwk. 800 words doang, gemes nya gak ada (?).

Happy reading! <3

***

"Kenapa gak ikut sesi pagi aja sih sama Virgi?"

Vaness menoleh ke arah Vian, yang duduk dikursi kemudi mobil. Laki-laki berbaju koko warna cream itu menjemput Vaness setelah selesai menjalankan ibadah solat.

"Kan pagi jadwal nyuci, beb."

Pertanyaan yang selalu sama dan selalu dijawab dengan jawaban yang sama. Vian bosan nanya dan Vaness bosan jawab.

Vian menghela napas lelah, "Emang itu mulu alesan lo, Sya, Sya." dipanggil Vaness dengan embel-embel 'beb' merupakan hal yang biasa saja buat Vian.

"Ih, Sya Sya pala lo! Udah bagus Vaness juga." protes Vaness sambil menatap Vian galak.

"Ck, iya-iya."

"To be honest, gue seneng sih lo udah gak bergantung sama gue dan Gigi. Udah bisa pergi-pergi sendirian, tapi-"

"Lebay amat, elah. Gue nggak pernah sendirian Vian, I have God and Papa yang selalu ada dihati gue, they're protecting me, Yan." sela Vaness.

"Yes, i know, i know that, Vanessya. Gue tau lo emang gak pernah sendiri, fakta. Dan lo tau tentang hal itu meskipun lo gak suka. But, still.. I'm worried."

Vaness mengangguk dengan mata terpejam. Dia tau sahabat cowok nya itu khawatir, tapi Vaness nggak suka dikhawatirkan apalagi dikasihani. Sama siapa pun, even itu Mama nya sendiri.

"Iya, beb, iyaa. Mending lo fokus nyetir aja, we should stop talking about this." ujar Vaness, mulai jengah dengan hal yang menjadi perbincangan mereka.

Vian nggak menjawab, laki-laki itu menurut dan memilih diam.

Dan perjalanan pulang mereka hanya diisi oleh suara dari radio. Tak ada pembicaraan lagi hingga mobil Vian sampai di depan pagar kostan Vaness.

--- MAS NATAN ---

Diatas kasur, Vaness dan Virgi berbaring sambil menatap plafon. Mereka sedang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

Kadang Vaness sama Virgi ngobrol sampai capek dan salah satu dari mereka ketiduran, tapi terkadang juga mereka akan kayak begini. Diam dan sibuk dengan pemikiran yang ada diotak mereka masing-masing.

"Ness."

"Hmm."

"How's your feelings?" tanya Virgi dengan nada tenang. Mata mereka masih tetap menatap pada plafon diatas sana.

Vaness menarik napas dan membuang nya perlahan, "It's.. better. Like you know, gue suka pertemuan."

Virgi mendengus, pertanyaan nya bukan mengarah kesana. Sepupu nya ini malah bahas soal Natan yang tadi datang.

"Bukan itu, bego." umpat Virgi datar.

Dan hanya dengan tiga kata itu, tawa kedua cewek itu pecah. Emang humor nya rendah sih mereka, harap maklum.

"Udah move on?"

"Gue gak pernah move on, Virgi. Yang gue lakuin itu mengikhlaskan, Tuhan baik banget karna kasih tau kalo dia itu sangat amat gak baik buat gue." Vaness menjawab tenang, meski tatapan cewek itu sudah nanar.

"Tapi pasti masih ada sisa kan? You haven't been wholly sincere."

Beberapa detik Vaness habiskan dengan diam, menelan air liur nya kemudian mengangguk. "But it's no longer affection but pain."

Vaness nggak bisa bicara dengan tenang kalau udah menyangkut hal itu, suara nya makin memberat dan rahang cewek itu mengeras.

"Lo gak bisa mulai hubungan lo sama Natan kalo masih begini, Ness." ujar Virgi.

Virgi menoleh ke arah Vaness, "Ajak Kak Natan dateng ke tempat part time lo dulu, gih. Lo gak perlu cerita ke dia kalo lo belom siap, cukup lo dateng kesana aja." suruh Virgi.

"Ness, mereka gak sama. You can feel the difference between the two of them. Mereka beda, Ness." tambah Virgi guna meyakinkan Vaness.

Ya, pikiran Vaness tentang kesamaan dia dan Natan itu salah. Natan nggak sama kayak dia, Natan beda. Sekarang Vaness sadar, dua cowok yang dia pacari setelah kejadian itu hanya pelampiasan rasa bosan nya aja. Vaness juga sadar, kalau Natan berhasil buat dia jatuh.

"Mau gue sadarin gak, Nyet?"

Virgi mengernyit, nggak paham sama maksud kalimat yang diucap oleh sepupu nya itu.

"Minggu tenang, mari belajar."

Sial. Virgi lupa Natan dan Vaness termasuk mahasiswa rajin. Apalagi Natan yang hari-hari biasa aja udah sibuk sama buku dan praktikum nya.

Vaness si mahasiswa kupu-kupu, pasti akan meliburkan serentetan episode drama nya.

"Apa.guna.satu.hari.sebelum.uas."

***

Side story :

"Mas, kok tumben beliin mie ayam? Boleh?"

Natan senyum sambil berpangku tangan, "Tempat nya bersih, langganan Erric. Yang penting bukan mie instan."

"Berarti aku gak boleh makan mie doongg?" Vaness mengerjap bingung.

"Iya, gak boleh. Gak sehat. Kan udah aku bilang ditelpon waktu itu."

"Gik bilih. Gik sihit."

"Dih? Ngeledek?" Natan tersenyum miring.

"MAS, AH! PULANG SANA! SENYUM NYA JANGAN KAYAK GITU!"

Natan ketawa, "Dari tadi ngusir mulu kenapa sih, Ness?"

"Abis tumben banget! Aneh! Bikin deg-deg-an!"

Duh, Vaness jujur banget.

"Aku emang gini, Ness." ujar Natan masih dengan tawa nya.

"Kemarin-kemarin gak gituu tuh!"

"Iya, soalnya belom pemanasan."

"DIH????"

***
Thank you udah baca sampai sini! 😻💗

Bulmat's note :

Kalau ada yang baru putus cinta atau mungkin sobat gagal move on, gue mau kasih tips yang gak tau bisa dicoba atau nggak.

Dibanding move on, better lo ikhlasin sih. Karna mau lo berusaha lupain sampai kayak apa juga susah sih karna kan itu diingatan, udah terbiasa juga.

Sedih gak apa-apa.

Ikhlasin, percaya deh kalau didepan sana Tuhan udah menyiapkan yang lebih baik buat lo. Hubungan yang gak berhasil itu dijadiin pelajaran aja buat lo menjalin hubungan ke depan nya.

HEHEHE.

Sok bijak.

Gak paham ya?

Iya, emang gak jelas. Hehe. Tau kok.

BTW... SELAMAT DIBUAT BERPIKIR. CHAPTER INI MENGANDUNG BANYAK CLUE UNTUK KONFLIK LOH HAHAHAHAHAHAHA.

Remember vote dan komen nyaa yaaa, bubz! 😚💚💚

[ 4 Juni 2021 ]

Mas Natan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang