Rani telah bersiap dengan masker, sarung tangan, plastik pembungkus kepala. Dia kemudian menuju pintu samping yang mengarah ke garasi. Dia belum pernah menyentuh tempat ini, dan sesuai dugaan Rani, garasi Guntur sangat jorok dengan lantai menghitam. Rani mengganti sandalnya dan berjingkat menuju tangga yang hendak di ambilnya. Ada satu motor King, dan... salah satu kendaraan yang tertutup kain, karena penasaran Rani mendekat dan membuka penutup kain, yang ternyata itu adalah motor Kawasaki Ninja.
Bibir Rani mengerucut sambil mengamati. Ternyata Guntur punya satu-satunya barang yang bagus menurut Rani di sini.
Rani mengabaikan rasa tertariknya, sebab tugas menantinya, dia langsung mengambil tangga dan mengangkatnya menuju kamar. Jika Guntur beranggapan dia wanita manja, maka pria itu salah besar! Sudah puluhan tahun Rani hidup mandiri. Dan Rani sangat yakin akan kemampuannya tanpa perlu merepotkan orang lain. Mungkin itu juga salah satu hikmah positif dari kejadian bertahun-tahun lalu, Rani jadi tak mudah dekat atau percaya dengan orang lain dan memaksanya melakukan semuanya sendiri.
Di sisi lain, Guntur sudah berada di dalam mobilnya, dan menyalakan mesin mobil. Namun, tatapannya tetap menjurus ke arah pintu rumahnya yang terbuka. Guntur membuang muka, dan mengeraskan hatinya, bahwa dia tak perlu memedulikan apa yang dikerjakan Rani.
Telapak kaki Guntur sudah menginjak pelan pedal gas, untuk kemudian berhenti. Dia mengembus napas kasar, dan menahan diri untuk tidak memukul setirnya. Dengan perasaan kesal yang mendominasi hatinya, karena merasa sedikit lemah, Guntur malah mematikan mesin mobil dan turun dari pickupnya.
Dia melangkah lebar ke dalam, hingga menyibak lebar tirai pintu. Rani yang langsung menoleh ke arahnya membeliak kaget.
“Pergi ambil Melani,” ucap Guntur ketika mendekat.
“Ya?” tanya Rani kaget membuka maskernya. “Melani kenapa??” tanyanya panik.
Guntur melirik canggung melihat wajah panik Rani.
“Pergi saja. Aku yang selesaikan ini.”
Rani masih terbengong sesaat, sebelum kemudian kesadaran lain masuk ke otaknya membuat sudut bibirnya melengkung, “Abang mau bantuin aku?” tanya Rani dengan mata berbinar.
Wajah keras Guntur menantang bola mata Rani. “Kamu keluar, dan jangan ganggu pekerjaanku.”
Rani langsung cemberut, sepertinya, Guntur memang selalu tak ingin Rani berlama-lama merasakan kegembiraan.
“Memangnya Abang nggak kerja?”
Wajah Guntur bertambah galak. Pria itu menuju tangga dan meletakkannya ke sisi lain dengan suara keras.
Rani hanya bergidik sesaat. Sedikit banyak, dia sudah terbiasa dengan sikap Guntur. Dan kali itu memilih untuk sedikit menyingkir.
Rani tetap berdiri di dekat pintu, dan memperhatikan Guntur yang mulai bekerja membuka penutup kaleng cat. Gerakan pria itu sama sekali tidak canggung, seperti Guntur terbiasa mengerjakan pekerjaan berat. Rani jadi penasaran, apa ada hal yang tidak bisa dikerjakan Guntur? Mengangkat karung-karung sayuran dia sigap, berjualan dia cepat, bahkan ketika dia berjalan saja, langkahnya saja begitu cepat.
“Ya, kalau Abang yang bantuin di sini, gimana kalau sekalian aja kita ubah posisi tempat tidurnya? Biar ada suasana baru.”
Guntur yang tadinya berjongkok kembali berdiri dan melirik tajam.
“Hanya saran,” imbuh Rani dengan cepat.
Namun, pria itu justru mendekat ke arahnya. Apa Guntur marah dengan celetukkannya? Jantung Rani semakin berdebar saat langkah Guntur semakin dekat dan... pintu tertutup di hadapannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Dusta
RomantiekGuntur Pradana Ginting pernah menjadi korban salah tangkap. Dan itu disebabkan oleh anak dari kepala polisi di desanya yang mengaku telah diperkosa oleh Guntur. Guntur membenci wanita yang bernama Aulia Maharani itu. Sepuluh tahun berlalu ia ingin m...