Maafkeun.. Tadi salah upload.. 😅
.
.
.
Keesokkan harinya Rani masih memakai pakaian rumah. Sambil melangkah perlahan dia mendekati Guntur yang sedang memakai baju kerjanya, hingga membuat pria itu tersentak mundur mendapati Rani berada di dekatnya.“Kalau hanya mendapatkan dua puluh ribu... sebaiknya hari ini aku tidak ikut ke kebun. Bahkan lebih banyak menggaji Bi Sri untuk menjaga Melani, iya kan? Jadi sebaiknya aku di rumah saja menjaga Melani.”
Sudut bibir Guntur terangkat sinis, sudah pasti Rani akan menyerah.
“Abang hari ini pulang ke rumah kan?”
Sebelah alis Guntur terangkat. “Tidak.”
“Bukannya... lebih nyaman tidur di rumah daripada di kebun?” Dahi Guntur semakin berkerut, menduga-duga apa yang hendak dilakukan wanita ini. “Sekalian makan siang di rumah...”
“Apa maumu?” tanya Guntur tanpa basa-basi. Kenapa mesti berputar-putar? Bilang saja jika Rani tetap ingin ke kota.
Rani kemudian membuka tudung saji dan mengambil rantang yang disiapkannya.
“Ini. Kubawakan bekal. Jangan lupa dihabiskan. Oh ya, besok dan besoknya lagi aku akan buatkan bekal. Tapi sebagai gantinya, bagaimana jika... eng... minggu ini—“
Bagi Guntur rayuan Rani sangat tertebak. Namun yang menghalangi Rani meneruskan ucapannya adalah ponsel wanita itu yang berbunyi di atas meja.
Mereka serempak melirik ke arah ponsel Rani. Mata Rani langsung membeliak mendapati kontak ‘Mama’ di sana.
Rani kembali meletakkan rantangnya dengan cepat dan mengambil ponselnya.
“H-halo. Ya Ma?” Rani mengigiti bibir bawahnya. “Ke Jakarta?? Eng... kapan?” Di tengah kepanikan Rani yang harus mengarang cerita ke Mamanya, dia melihat Guntur menghilang begitu saja. “Duh, gimana ya Ma, itu kayaknya bertepatan ada training ke Singapura deh.”
Guntur langsung menjauh melewati pintu samping. Jantungnya berdetak sangat kencang. Cetusan amarah mengaliri ke darahnya.
Dia masih mengingat betul wajah Mama Rani saat memaki-makinya, menghinanya. Bahkan tak hanya itu, ketika di penjara dan akhirnya bisa bertemu dengan ibunya, sambil menangis sesegukan Ibunya bercerita jika Mama Rani mendatanginya, menamparnya, mencaci-maki hingga tak ada habisnya. Mereka diolok, dihina, dikucilkan. Tak tahan menanggung semua penderitaan dan rasa malu, Ibu Guntur terpaksa membawa adiknya pergi dari kampung.
Rasa ngilu ketika mengingat kejadian itu menembus hingga ke tulang-belulang. Dan semua itu disebabkan oleh satu nama, Aulia Maharani. Wanita itu bahkan berada di sini, sekarang, terlihat nyaman berbuat semaunya.
Tangan Guntur mengepal, aliran amarah membuat urat di pelipisnya terlihat. Mungkin sebaiknya dia memoroti harta Rani dan membuat wanita pergi dari sini secepatnya, hanya saja, Guntur tak butuh uang.
Perasaan Guntur kian teraduk, dia sangat marah pada Rani, dia ingin Rani mengalami penderitaan yang sama, tapi di sisi lain dia tak sanggup mengasari wanita mana pun. Mengingat Ibunya, harusnya Guntur tak membiarkan Rani berada di sini. Apa keputusannya benar-benar salah? Tetapi bukankah Rani sudah mengurusi Melani dengan baik?
Di lain tempat, Rani tersentak ketika mendengar suara mesin mobil.
“Um Ma. Udah dulu ya, Rani mau pergi kerja,” ujar Rani sambil mengambil rantang yang tadi sudah dia siapkan dan berlari ke depan. Akan dia pikirkan nanti lagi, cara agar Mamanya tak curiga dengan keanehannya. Mungkin sesekali dia harus pulang untuk meyakinkan keluarganya kalau dia baik-baik saja.
Tetapi yang jadi permasalahan sekarang adalah ketika Rani sudah sampai di teras... “Bang!” teriak Rani saat pickup melaju.
Rani yakin sekali Guntur masih mendengar teriakannya, pria itu bahkan menoleh sesaat, lalu kenapa Guntur tetap melajukan pickup-nya? Apa Guntur sedang ada urusan penting?

KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Dusta
RomanceGuntur Pradana Ginting pernah menjadi korban salah tangkap. Dan itu disebabkan oleh anak dari kepala polisi di desanya yang mengaku telah diperkosa oleh Guntur. Guntur membenci wanita yang bernama Aulia Maharani itu. Sepuluh tahun berlalu ia ingin m...