✨24. Tawuran✨

233 21 0
                                    

Pagi ini seperti biasa Rena berangkat sekolah dan di jam seperti biasa juga Rena telat. Yah kini sudah jam tujuh tetapi Rena masih dalam perjalanan.

Bagi Rena tidak bertemu Fadli di pagi hari adalah keberuntungannya, dan bertemu Fadli di pagi hari malah sebaliknya. Dia akan dihukum pasti.

Namun saat di tengah perjalanan bus yang Rena gunakan kini berhenti tiba-tiba dan lantas mendapat beberapa ocehan dari penumpang.

"Yaelah Pak kenapa berhenti sih udah siang juga!" gerutu Ren

"Itu disana ada siswa tawuran mbak," jawab supir bus tersebut.

Deg!

Entah kenapa Rena menjadi kepikiran Varrel. Dia melirik ke arah jendela kaca bus dan benar disana ada Varrel dengan seragam sekolahnya dia sedang beradu senjata bersama siswa sekolah lain.

Rena nekat turun padahal sudah dilarang oleh supir bus dan penumpang lainnya. Bukannya Rena mau cari perhatian, hanya saja dia khawatir dengan Varrel yang akan terluka nantinya.

Karena Rena tak bisa berantem dia hanya menarik tangan Varrel untuk menghindar dari area tawuran serta ke tempat yang lebih aman. Tentu kejadian itu tak luput dari anggota Victoria tetapi mereka tak peduli dan hanya fokus pada lawan masing-masing.

Varrel menepis tangan Rena saat sudah jauh dari keramaian, "Lo ngapain sih narik tangan gue? Dikira gue ga berani lawan mereka? Ck, gue gak sepengecut itu kali!" bentak Varrel.

"Gue cuma gak mau lo terluka Rel" keluh Rena

"Gue kuat Rena gue gak lemah jadi gak usah pedulikan gue!" cetus Varrel.

Rena terkekeh, "Apa lo bilang lo kuat? Nih ngaca di sudut bibir lo udah berdarah!" ujar Rena sambil menunjukkan layar ponselnya yang mati agar bisa untuk bercermin.

Varrel terdiam lalu memegangi ujung sudut bibirnya yang tiba-tiba saja terasa nyeri. Melihat itu Rena langsung mengeluarkan obat merah yang sengaja ia ambil tadi sewaktu turun di bus.

Dia mengobati luka Varrel dengan sangat lembut dan teliti lalu meniupnya agar tidak terasa perih. Saat Rena meniup luka itu entah kenapa jantung Varrel berdetak dengan cepat, karena Rena belum pernah seperhatian ini kepadanya.

"Lo kenapa sih bisa berantem sama mereka? Lo punya masalah hidup apa?" tanya Rena ketika sudah selesai mengobati luka Varrel.

"Gegara semalam," jawab Varrel namun menggantung dan terdengar ambigu oleh Rena.

"Maksudnya?" Rena mengerutkan dahinya lalu bertanya kembali.

"Semalam kan gue ketemu Cherry dan dia nembak gue kan tapi gue tolak dan gue bilang murahan." jelas Varrel

"Ohh gitu" Rena hanya mengangguk mengerti saja.

"Terus lo ngapain disana tadi? Lo baru mau berangkat?" tanya Varrel bergantian.

"Hehe iya" jawab Rena

"Ck, pantesan Fadli ngehukum lo mulu orang jam tujuh aja lo masih di jalan!" cibir Varrel.

"Yaudah ih biarin lagi pula yang penting gue masih bisa ikut belajar!" cetus Rena.

"Lo mau bolos sama gue?" tawar Varrel

"Tumben? Biasanya anti bolos tuh" sindir Rena

"Percuma gue udah ga mood buat masuk jadi bolos yuk," ujar Varrel.

"Yaudah gass!" balas Rena sangat setuju.

🦋POSESIVE COLD🦋

Di sisi lain Fadli masih berdiri di depan kelas menunggu ratu telat datang, siapa lagi kalo bukan Rena? Dan itu julukan terbaru oleh Fadli.

Sudah beberapa kali Fadli melirik jarum jam yang ada di tangannya namun gadis itu belum sama sekali muncul. Padahal ini sudah jam tujuh lebih, dan Fadli sudah berkeliling ke gerbang depan dan belakang.

"Lo masih nungguin dia? Kayaknya dia gak bakal dateng tuh," celetuk Clarissa.

"Jangan sok tau deh!" desis Fadli

Clarissa terkekeh lalu maju mensejejerkan tingginya bersama Fadli, "Gue tau kok kalo lo suka sama Rena dan liat deh bangku Varrel juga kosong jadi mereka udah jelas bolos bareng kan?" jelas Clarissa

Fadli terdiam tak peduli.

"Kayaknya kita cocok nih buat jadi partner. Lo suka sama Rena dan gue suka sama Varrel" lanjutnya berusaha mengode Fadli agar mau bekerja sama dalam menghancurkan hubungan Rena dan Varrel.

Justru omongan Clarissa itu membuat Fadli menatap tajam dan mengeluarkan raut wajah marah dan tak terima, "Gue gak sejahat itu! Dan kalo Rena lebih bahagia sama Varrel gue ikhlas kok. Malah titik tertinggi mencintai itu melepaskan karena percuma aja kalo dia sama gue tapi dia gak bahagia, dan itu namanya terpaksa" jelas Fadli dengan penuh penekanan lalu pergi keluar kelas meninggalkan Clarissa.

Clarissa tertawa hambar lalu mengeluarkan smirknya dan bergumam, "Sombong banget!" desisnya.

Fadli berjalan bolak-balik ke gerbang depan dan gerbang belakang namun tetap saja gadis itu belum datang dan entah kenapa ia jadi kepikiran ucapan Clarissa yang katanya mereka itu bolos sekolah bersama.

Saat Fadli ingin menelepon Rena dari ujung sana Pak kepala sekolah memangginya, "FADLI SINI KAMU! ADA YANG MAU SAYA BICARAKAN" kata beliau menyuruh Fadli menghampirinya.

Fadli lantas menurut dan mengikuti Pak Kepala sekolah untuk menuju ruangannya, karena katanya ini sangat penting dan orang lain tidak boleh tau.

Tetapi Fadli tidak penasaran dan dia tau bahwa Pak Kepala sekolah ini pasti akan membicarakan tentang lomba olimpiade Fisika yang untuk bertujuan mendapatkan beasiswa kuliah di Universitas Indonesia.

Saat sudah sampai di ruang kepala Sekolah keduanya duduk di tempat masing-masing dan Pak Kepala sekolah mulai membicarakannya.

"Jadi gini Dli mungkin kamu sudah tau tentang kabar ini tetapi tetap saya akan membicarakannya, di bulan depan bakal ada lomba olimpiade Fisika dan kamu pasti mau kan?" ucap Pak Kepala sekolah.

"Iya Pak saya mau dan semalam juga Mama saya sudah cerita" jawab Fadli

"Oke bagus itu jadi apakah kamu sudah siap buat belajar dari sekarang?" tanya Pak Kepala sekolah

"

Iya Pak saya sangat siap" balas Fadli

"Ya sudah silahkan kamu kembali ke kelasmu dan jangan berkeliaran seperti tadi," titah Pak Kepala sekolah.

"Baik Pak" kata Fadli lalu menyalami tangan kepala sekolah dan keluar meninggalkan ruangan ini.

Dalam hati Fadli sangat bahagia karena mendengar bakal ada kompetisi olimpiade yang bisa mengantarnya ke kampus pilihan, apalagi memakai jalur besiswa.

Walaupun Fadli itu terlahir dari orang yang mampu namun tetap saja dia ingin mendapatkan beasiswa, karena bagi Fadli mendapatkan beasiswa itu tidak mudah dan jika Fadli mendapatkannya pasti nanti orang tuanya akan sangat bangga terhadapnya.

Oh iya tentang kabar tawuran itu Fadli dan para siswa-siswi lain belum mendengarnya karena peristiwa itu terjadinya masih lumayan jauh dari gerbang sekolah jadi masih aman.

Sejak saat itu Fadli mulai fokus pada belajarnya dan mengurangi kefokusannya terhadap Rena karena baginya lomba olimpiade lebih penting dibanding memperhatikan seseorang. Apalagi jika seseorang itu sudah ada pawangnya.

_Bersambung_

Posesive ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang