The day
Hari yang kami tunggu-tunggu sebentar lagi tiba.Aku sudah tiba di Bogor sejak kamis sore tadi, sementara menurut info yang ku dapat dari mamah jika Samuel dan keluarganya baru akan tiba malam ini di Jakarta. Aku dan Samuel memang tengah menjalani masa di pingit jadi kurang lebih sudah hampir empat hari ini, selain tidak bertemu kami juga tidak saling bertukar kabar. Kalaupun jika ada hal penting yang harus di bahas terkait persiapan pernikahan kami hanya akan berkomunikasi via perantara saja. Ah...masih tidak percaya rasanya, sekalinya bertemu nanti status kami telah menjadi suami isteri.
Besok, benar-benar besok pernikahan akan diselenggarakan. Sudah pasti malam ini aku sudah tidak bisa tidur dengan nyenyak, bukan karena suasana rumah yang ramai karena kedatangan sanak saudara tapi jantungku rasanya selalu berdebar tak henti-henti memikirkan hari esok, bahkan sudah tidak terhitung berapa kali perutku terasa mulas sejak tadi.
Aku melangkah masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah di dekorasi dengan indah, duduk di tepian ranjang dan menatap ke setiap sudut ruangan, membayangkan nasib ku besok akan seperti apa di tempat ini.
Keisya masuk dan duduk di sampingku. Kami diam beberapa saat hingga akhirnya dia bersuara.
" Aku request ponakan yang lucu ya ka, yang warna matanya biru terus mata nya belo kaya bayi orang bule."
" Gundulmu!! Jan ngadi-ngadi, gak lihat? calon investor nya aja mata sipit."
Keisya tertawa renyah, lantas memelukku. " selamat ya ka, rasanya baru kemarin aku rebutan mainan sama kamu. Sekarang udah mau jadi isteri orang aja, aku bakal kangen banget tidur berdua sama kamu."
Aku tertawa mengingat memori masa kecilku dengan keisya, kami sudah biasa bersama sejak dulu dengan usia kami yang tak terpaut jauh membuat kami kian menjadi semakin dekat. Bisa aku rasakan bagaimana sulitnya kami untuk saling merelakan di saat kami sudah harus menjalani hidup masing-masing, seperti sekarang ini.
" Doain aku ya, Kei." Air mataku luruh, keisya mempererat pelukannya. Mengusap-usap punggungku agar aku tenang.
" Pasti ka, aku percaya Samuel akan jaga kamu dan kamu akan bahagia dengan pilihanmu."
•••••
Pagi harinya semua orang sibuk mengurus ini dan itu. Memastikan seluruh persiapan telah siap seratus persen.
Satu jam setengah di depan cermin dengan sentuhan tangan MUA yang sampai membuatku mengantuk, akhirnya aku selesai dengan riasan sesuai yang aku mau. Sepeninggal mereka, aku kini sedang duduk sendiri diam di dalam kamar dengan perasaan gugup.
Papah masuk ke dalam kamar. Entah perasaanku saja atau tidak, rasanya aku begitu cengeng sejak kemarin. Papah memandang haru kearah ku, dia semakin mendekat lalu mengusap air mata di wajahku dengan sangat pelan seolah takut merusak tatanan make up di wajahku.
" Di hari yang baik ini, kakak mau bilang terimakasih yang setulus-tulusnya atas jasa serta pengorbanan papah dan mamah selama ini. Maaf jika selama ini kakak menjadi anak yang banyak merepotkan papah, kakak mohon agar hari ini papah berkenan menikahkan kakak dengan laki-laki pilihan kakak, yaitu Samuel Alexander Delano. Dan tolong doakan kami selalu, agar pernikahan kami berdua menjadi pernikahan yang di ridhoi oleh Allah SWT." Ucapku dengan air mata yang tak bisa lagi terbendung.