Tak seperti biasanya hari ini aku sudah sampai di sekolah sepagi ini, aku memang sengaja datang pagi karena ingin memastikan baju olahraga ku yang kemarin tertinggal tidak hilang. Aku juga sudah mengabari samuel jika aku akan berangkat sendiri hari ini, namun belum juga ada balasan darinya. Entahlah Samuel belakangan ini seperti sibuk dengan dunianya sendiri dia pun belum datang ke rumahku, intensitas komunikasi ku dengan nya juga tidak lagi intens. Dia begitu sulit untuk di ajak bertemu bahkan hanya membalas pesanku seperlunya saja.
Aku mulai berjalan menyusuri koridor sekolah yang masih sangat sepi, dengan fikiran ku yang sibuk menebak nebak soal Samuel. Namun Sejauh ini aku masih mencoba mengerti dengan tidak berfikir negatif tentang nya, mungkin dia memang sedang ingin fokus untuk menghadapi ujian Nasional. Aku masih merasa baik baik saja sampai mataku melihat dua orang yang sangat aku kenali.
Itu Samuel dan sarah, mereka berdua duduk di kursi pinggir lapangan. Aku baru saja hendak menghampiri mereka, namun langsung ku urungkan saat melihat sahabtku yang ternyata sedang menangis dan kini kekasihku memeluknya.
Aku memejamkan mata berulang kali berusaha meredam fikiran negatif tentang mereka, ini semua pasti hanya kebetulan. Mungkin kebetulan Samuel yang ada di sana untuk menenangkan Sarah yang sedang ada masalah.
Aku kembali melangkahkan kakiku yang tadi sempat terhenti menuju ke kelas, meninggalkan pemandangan yang sejujurnya menyesakan ini.
" Loh ti udah Dateng? Dari kapan?" Itulah sapa pertama ketika akhirnya Sarah masuk ke dalam kelas dan tak lama diikuti Samuel setelahnya. Ekspresi Sarah nampak sedikit terkejut, namun tidak dengan Samuel dia terlihat begitu tenang seperti tidak terjadi apa-apa.
" Ayok Tiara lu harus percaya sama mereka berdua." Sedari tadi di dalam hati aku terus mengulang ulang kalimat itu untuk menguatkan diriku. " Baru aja kok." Jawabku sambil bergantian menatap ke arah mereka.
Sarah langsung duduk di sebelah ku, kemudian memelukku seperti biasa. Dia terlihat berusaha ceria di hadapanku, namun aku tau pasti dia sedang tak baik-baik saja.
" Sar, ada apa?" Sarah hanya menatapku sambil tersenyum, dia pasti mengerti apa maksudku.
" Gw baik-baik aja ti, gw pasti akan cerita ke lu, nanti." Dengan tatapan khawatir kali ini aku memilih memberikan nya waktu, aku hanya mampu memegang erat kedua tangan nya, berusaha meyakinkan nya jika aku akan selalu ada untuknya kapanpun dan apapun keadaannya.
" Sar..." Panggilku lagi.
" Kenapa? Please gak ada yang perlu lu khawatirin ti, lu harus percaya kalau gw baik-baik aja."
" Maafin aku sar." Ucapku lirih.
" kenapa minta maaf, lu punya dosa di masa lalu ke gw?"
" Maaf karena aku justru lebih banyak cerita daripada jadi pendengar buat kamu sar."
" heleh udah gak usah basa-basi pakai acara ngerasa bersalah sama gw segala, justru cerita kebucinan diam diam lu yang tolol itu yang jadi hiburan buat gw selama ini." Sarah tertawa melihat ku yang kini memelototi nya. Jawabannya membuat ku sedikit lega paling tidak aku sudah kembali melihat senyum nya seperti yang aku kenal. Tapi percayalah saat ini aku merasa yang paling sakit hati melihat keadaannya seperti ini.
•••
Ujian Nasional sudah semakin dekat, hubunganku dengan Samuel tak banyak berubah justru kian terasa berjarak. Untung saja saat ini aku semakin disibukkan dengan aktivitas belajar ku di sekolah maupun di luar sekolah, sehingga fokusku tak hanya tersita untuknya saja. Kejadian soal Samuel dan sarah tempo lalu pun sudah aku lupakan, terlebih melihat Sarah yang sekarang sepertinya sudah baik-baik saja rasanya tak pantas jika aku harus kembali merusak suasana hati nya dengan menaruh curiga padanya.Hari ini kami baru saja keluar kelas pada pukul 16.00, setelah sebelumnya harus mengikuti les tambahan dari pihak sekolah.
"Ti Ayok bareng gw aja lu gak di jemput kan?" Tanya Sarah ketika kami mulai berjalan keluar gedung sekolah.
" Tiara." Aku masih fokus pada handphoneku untuk menghubungi Samuel, saat Sarah kembali mengajakku bicara. Pasalnya Samuel tadi sempat menawari ku untuk pulang bersama hari ini.
" Wait, aku tunggu kabar dulu Sar."
From Mas Ano:
Aku masih ada urusan, kamu pulang duluan aja.
Aku menghela nafas kecewa setelah membaca balasan pesan darinya. Ini sudah kesekian kalinya Samuel sibuk sendiri dengan urusannya yang aku tak tau itu apa.
" Gimana, bareng gak?" Sarah kembali memastikan saat kami tiba di parkiran.
" Iyaa bareng." Aku tersenyum dengan senyum yang kupaksakan, lantas masuk kedalam mobil Sarah.
" Ti gw mau tanya sesuatu ke lu." Ucap Sarah setelah mobilnya keluar dari area parkir sekolah.
" Tanya apa?." Jawabku. Dengan fokusku yang kini sepenuhnya menatap ke arahnya.
" Ti menurut lu gimana kalau ada dua orang yang tadi nya suka berantem, terus sekarang salah satunya mulai naruh perasaan dan ngerasa nyaman."
Pertanyaan Sarah betul-betul membuat jantungku berdetak lebih cepat, aku masih terdiam belum mampu merespon pertanyaan nya. Fikiran buruk ku tentang Sarah mendadak kembali memenuhi otakku, aku takut jika sebenarnya dia sedang membicarakan soal dirinya dan Samuel. Perasaanku mendadak menjadi tidak enak saat ini.
" Siapa?" Ucapku pelan, memberanikan diri bertanya langsung padanya.
Sarah seperti tersadar jika ada sesuatu yang salah terjadi padaku, dia terlihat gugup saat ini. Dia memilih memutar lagu lewat handphone nya untuk mengikis rasa salah tingkah nya di hadapanku. Aku masih memandang ke arahnya.
" Eh kenapa-kenapa, tadi lu ngomong apa ti. Sorry gw kurang denger." Katanya.
" Apa ini soal kamu sar? Kamu lagi suka sama siapa?" Ucapku kini lebih to the point.
" Hehe bukan siapa-siapa ko ti, kan gw cuma tanya pendapat lu aja. Lu sendiri gimana sama Samuel?" Apa Sarah sedang mengalihkan pembicaraan sekarang?
Aku baru saja akan menjawabnya, namun perhatian ku dan sarah kini justru sama-sama teralihkan oleh suara musik dari handphone Sarah yang terhenti dan muncul notif pesan masuk, yang dengan jelas bertuliskan nama Samuel sebagai pengirim nya. Aku menyadari Sarah sedang menatapku dan mengikuti arah pandangku yang masih fokus ke handphone miliknya. Dengan cepat Sarah mengambil handphone nya dan memasukan nya ke dalam saku.
" Gimana?" Sarah kembali bertanya setelah memasukan handphone nya kedalam saku bajunya. Sementara aku, entah berapa kali sudah aku menarik nafas dan memejamkan mataku mencoba meredam semua fikiran buruk ku. Lagi lagi aku hanya bisa berfikir jika itu kebetulan, mungkin saja kebetulan aku yang salah baca tadi.
" Sama Samuel? Gak gimana-gimana. Kamu sendiri gimana sama Samuel?"
" Uhukk....." Sarah tersedak air yang baru di minum nya. Aku sendiri tak tau mengapa pertanyaan itu begitu saja keluar dari mulutku.
" Lu gak salah nanya kaya gitu ke gw?" Tegas Sarah.
" Loh kenapa? Ada yang salah?" Selidikku.
" Ya gak ada yang salah memang, tapi apa yang bisa di bahas gitu dari gw dan Samuel." Jelasnya menggebu gebu sambil sesekali matanya melirik ke arahku.
" Ya kali aja gitu plot twist." Balasku sarkas namun dengan nada bercanda. Sarah justru tertawa kemudian ekspresi nya kembali berubah serius.
" Ti lu kan tau banget gimana gedek nya gw sama Samuel dari dulu, sekali pun akur kalau lagi mabar doang. Interaksi gw sama dia di luar itu mana ada."
Sarah berbohong.
Aku tersenyum sekilas, aku memilih untuk tak membahas soal itu lagi. Ini semua demi persahabatan aku dan Sarah, aku tak mau rasa curiga dan cemburuku ini membuat kami lupa akan janji kami untuk tetap saling percaya dan menguatkan.
Jadi kumohon, Sarah tolong bantu aku untuk membuang jauh-jauh prasangka buruk ini tentangmu.