Waktu begitu cepat mengubah seseorang....Apakah itu kata yang tepat untuk menggambarkan mu Sam?
Setelah beberapa bulan berjalan ku kira aku dan Samuel kedepannya akan baik-baik saja, di tahap ini bukankah harusnya hubungan kami sedang di fase manis manisnya? Namun nyatanya jika boleh ku ibaratkan Samuel itu justru seperti biang gula, manis di awal tapi bikin batuk di akhir.
Entah perasaan ku saja ataukah memang benar adanya, aku merasa Samuel kian hari kian berubah dia seperti setengah hati menjalani hubungan ini. Malam minggu ini dengan sedikit paksaan akhirnya aku berhasil meminta Samuel untuk bertemu, dia sempat menolak keras ajakan ku karena memang Senin depan kami sudah akan menghadapi ujian Nasional dan Samuel adalah tipe orang yang gila belajar. Saat ini, aku mengajaknya untuk duduk di taman belakang rumahku dengan kolam renang sebagai pemandangan nya.
Sejak tadi kami hanya diam menatap lurus ke arah kolam renang yang kini terlihat indah karena hujan yang tiba-tiba turun, kami tidak banyak berbincang. Karena memang cukup dengan bersamanya tanpa banyak kata-kata rasanya sudah membuatku bahagia.
" Kamu maksa ngajak ketemu ada yang urgent atau takut karena di tinggal sendirian di rumah." Dia bertanya sambil mengeluarkan handphone dari saku celananya dan menaruhnya di tengah kami.
Aku terkesiap dan menatap ke arahnya. " Kalau kangen termasuk urgent gak?" Dia hanya menjawab dengan anggukan pelan dan disertai tangan nya yang mengecak puncak kepalaku. Aku tersenyum bahagia, Ini adalah sikap nya yang sangat kurindukan semoga seterusnya seperti itu. Atau minimal untuk malam ini saja Sam, tolong jangan selipkan sedih di hatiku.
" Ada yang mau kamu bahas ya? Kamu diem terus dari tadi mikirin apa?" Dia bertanya lagi, bahkan sebelum aku siap menjawab pertanyaan pertama nya.
" Aku mikirin kita." Jawabku akhirnya mengeluarkan isi hatiku.
" Kita kenapa?"
" Ra..."
" Tiara..."
Aku mendengar suaranya memanggil namaku, namun sungguh saat ini rasanya mataku tak ingin beralih dari layar handphone nya. Kalau saja nama Sarah tak muncul pada notif pesan yang baru saja masuk pada handphone Samuel mungkin aku tidak akan seperduli ini.
Aku menyadari gerak gerik Samuel yang kini mulai menyadari arah pandangku. Samuel mengambil handphone nya dan meletakan nya kembali di saku celananya. Entah kenapa gerakan nya harus secepat itu, bahkan reaksinya sama seperti Sarah.
" Ra..." Samuel kembali memanggil namaku. Dan mulai mendekatkan tubuhnya ke arahku. " Kamu kenapa Ra, coba omongin semuanya jangan di pendem sendiri." Ucapnya begitu lembut.
" Pertanyaan itu yang harusnya aku ajuin buat kamu Sam."
" Memang nya aku kenapa?"
" Kamu gak ngerasa ada yang di sembunyiin dari aku?" Tanyaku pelan dengan nada suara yang sedikit bergetar menahan tangis.
Samuel nampak berfikir mentap datar ke arahku. " Gak ada, apa yang harus kamu tau juga aku udah omongin kok." Mendengar jawaban nya seperti itu justru membuat dadaku semakin sesak, membuatku berpikir jika ada hal lain yang tidak aku tau dan dia tidak ceritakan.
" Boleh aku jujur?" Samuel mengangguk pelan.
" Aku rindu..."
" Ra kita kan setiap hari ketemu di sekolah, aku juga gak kemana-mana." Aku menggeleng pelan.
" Aku rindu kamu....dan kita rasanya semakin jauh belakangan ini. Ngomong Sam apa salah aku? baru kemarin kamu bilang mau serius sama aku tapi kenapa sikap yang kamu lakukan justru sebaliknya." Samuel menggenggam erat kedua tanganku tepat ketika air mataku mulai turun.
" Aku, kamu dan kita gak ada yang salah Ra, semua baik-baik aja. Kalaupun ada yang beda itu semua hanya karena kita lagi sama-sama sibuk buat persiapan Ujian." Jelasnya. Membuatku justru mengatur nafas untuk menenangkan diri dan menghapus air mataku.
" Kamu ngerasa gak ada yang salah dan baik-baik aja karena memang jarak ini sengaja kamu buat sendiri Sam, jadi sampai kapanpun kamu gak akan ngerasa kalau memang di hubungan kita ada yg salah. Aku bingung sama sikap kamu yang berubah belakangan ini, kamu yang suka tiba-tiba ngilang. Kamu yang jarang ngehubungin aku. Kadang aku mikir apa kamu nyesel punya hubungan ini sama aku?"
Dia hanya diam tak menjawab. Aku tersenyum getir kemudian kembali bicara. " Aku akan terima jika alasan kamu berubah memang karena sibuk untuk fokus ujian, tapi entah kenapa aku ngerasa ada yang kamu sembunyiin dari aku, soal kamu dan Sarah."
Kulihat perubahan ekspresi wajah Samuel yang sedikit terkejut, ketika akhirnya aku menyebut nama Sarah. Namun tak ada jawaban apapun dari Samuel dia tetap memilih diam, terlihat tak ingin menjawab ucapanku.
" Aku udah coba nahan semuanya, Awalnya aku memang gak apa aku baik-baik aja, aku coba buat ngertiin kamu, aku coba untuk selalu stay positif karena aku paham hidup kamu gak cuma soal aku. Aku coba buat tutup mata sama apa yang kalian lakuin. Tapi kok lama-lama aku ngerasa capek ya Sam? Jujur teka-teki soal kamu dan Sarah bikin aku kepikiran buat nyerah dan mundur sama hubungan ini. Aneh rasanya disaat aku coba sangkal, kalian justru semakin ungkap kebenarannya."
Aku kembali menatap lurus ke depan, memandang rintik hujan yang sejak tadi masih setia menemani kesedihanku. Tak terhitung berapa kali aku menghembuskan nafas beratku, mencoba menahan sesak dan air mata yang kini kembali luruh.
Hening.... Manusia di sebelah ku ini masih saja diam, namun aku sadari matanya masih lekat menatapku.
Aku menarik nafasku sekali lagi, kemudian menyeka air mataku. Lalu ku balikkan lagi tubuhku menghadap nya dan menatap kedua matanya.
" Samuel makasih buat semuanya, aku gak tau gimana cara gambarin kebahagiaan aku saat akhirnya aku bisa punya hubungan ini sama kamu. Ngerasain gimana akhirnya bisa jadi pacar seorang Samuel, walaupun gak lama tapi ternyata seluar biasa ini rasanya. Kamu gak perlu khawatir aku gak marah sama kamu ataupun Sarah karena aku beneran sayang sama kalian berdua, gak ada yang lebih bikin aku marah dan sedih daripada nantinya harus kehilangan keduanya. Walaupun jujur ada rasa kecewa sama kalian, harusnya kalau memang ada rasa yang muncul di antara kalian ya kalian bilang aja. Daripada aku harus lihat notif pacarku lebih sering masuk ke handphone sahabatku, kamu pasti tau kan gimana rasanya. Dan...."
Kalimat ku terhenti, rasanya aku tak sanggup untuk mengucapkan nya. Aku kembali menarik nafasku yang rasanya semakin tercekat.
" Maaf karena aku memilih menyerah. Samuel terimakasih sudah pernah ada dan berusaha membuatku tersenyum selama ini."
Samuel masih diam tak bersuara, namun mata nya kini berair mata seperti ku. Dia menangis.
Aku tersenyum tulus kearahnya dan yang terjadi selanjutnya, kini aku memeluknya. Untuk yang terakhir kalinya biarkan aku memeluknya. Mantan Kekasihku....