15

135K 3.1K 42
                                    

Mora mengerang saat merasakan kecupan basah di seluruh wajahnya. "Mas ... aku masih capek ...." gumam wanita yang tubuhnya hanya di tutupi selimut putih itu.

"Aku mau berangkat kerja dulu, sayang."

Mendengar itu Mora mengerjapkan matanya. Ia menatap Zidan yang sudah rapi menggunakan setelan kerjanya. "Yah, kenapa gak bangunin aku dari tadi? Kamu gak sarapan dong jadinya?"

"Aku udah buat sarapan sendiri kok, di meja juga udah ada nasi goreng untuk kamu. Kamu kalau mau bobok, bobok lagi aja. Aku tadi cuma nyiumin kamu doang, eh kamu nya malah kebangun." Zidan kembali menundukkan punggungnya dan mencium pipi Mora.

Mora dengan malas bangun, tidak memperdulikan selimut yang melorot dari tubuhnya. "Aku mau ke butik juga hari ini tapi jam 10 nanti, ada client yang jauh-jauh datang dari Makassar."

Zidan dengan tergesa menutup dada Mora, kalau tidak bahaya, bisa jadi ia bolos kerja lagi hari ini. "Ya udah, mandi yang bersih."

Mora mengangguk, ia menjatuhkan kepalanya di paha sang suami. "Tapi, masih ngantuk ...." rengeknya manja.

Zidan tertawa, ia mengusap rambut Mora dengan lembut. "Maafin mas buat kamu kecapean terus. Mas mau cepet-cepet ada yang tumbuh di dalam sana biar rame rumah kita."

Mendengar itu rasa bersalah Mora pun muncul. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda tumbuh benih cinta dari mereka berdua di dalam perutnya.

"Mas ...."

"Apa sayang?"

"Maafin aku belum bisa ngasih yang kamu mau."

"Astaghfirullah sayang, gak usah minta maaf gitu. Kan kamu sendiri yang bilang, kita udah usaha tapi semuanya Allah yang nentuin."

Mora menghela nafas kasar, ia menjauhkan wajahnya dari paha Zidan dan menatap lelakinya. "Apa kita mau program bayi tabung aja?"

Dahi Zidan mengerut. "Astaghfirullah kamu ya. Rahim kamu pasti bagus, tapi memang belum di kasih rezeki aja sama Allah. Nanti sore aku jemput, kita ke dokter untuk ngecek. Oke?"

Mora mengangguk lemah. "Semoga gak ada apa-apa sama kita."

"Aamiin, sayang." Zidan melirik jam tangannya, ia mengusap pipi Mora. "Aku berangkat dulu. Gak usah terlalu di pikiran nanti yang ada kamu sakit."

"Iya, mas."

Zidan menunjuk pipinya dan Mora mengecup kedua pipi milik Zidan. "Hati-hati di jalan. Love you."

"Love you too, baby."

Mora menatap punggung Zidan yang sudah menghilang di balik pintu kamar. Ia mengambil ponsel yang ada di nakas sampingnya, membuka google dan mencari beberapa informasi tentang kehamilan.

Mora mengangguk-anggukkan kepalanya setelah membaca beberapa artikel yang ada di google. Dan yang terpenting saat ini ia harus banyak asupan yang kaya akan vitamin D dan asam folat.

Mora kembali menyimpan ponselnya, ia menepuk perutnya sendiri. "Kecebong Zidan, ayo dong bekerjasama sama sel telurnya Mora, jadiin baby lucu di dalam sana."

***

Mora lagi dan lagi menghela nafas panjang, ia tidak bisa fokus terhadap pekerjaannya. Ia masih memikirkan tentang anak. Apakah ia memiliki penyakit? Atau Zidan yang memiliki penyakit? Mengapa mereka sampai sekarang belum diberi momongan? Hanya pertanyaan-pertanyaan itu yang ada di pikiran Mora.

"Mbak."

Mora tersentak saat merasakan tepukan di bahunya. Ia menoleh dan menatap Aini dengan bingung. "Kenapa?"

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang