16 (21+)

215K 3.2K 67
                                    

"Mas ...." Tangis Mora terdengar di seluruh ruangan rumah sakit itu.

"Aku yang ke tembak kok kamu yang nangis sih, sayang? Astaghfirullah, mata kamu sampe bengkak gitu loh. Udah dong, aku gak sakit kok."

"Gak sakit mata mu! Itu ketembak! Pelurunya tadi masuk ke dalam! Ih, Ares ngeselin, bangsat! Buat mas sayangnya Mora kesakitan ...." Mora menangis lagi setelah mengatakan itu.

Zidan memijat dahinya, yang ada kepalanya sakit karena mendengar tangisan Mora dari tadi. Zidan menggenggam tangan Mora yang berada di atas perutnya. "Sayang ... listen to me. Aku gak papa, sumpah, gak papa. Kamu jangan nangis gini terus, yang ada kamu yang sakit."

"Ta- tapi itu ...." Mora menunjuk perut kanan Zidan yang di balut perban.

"Gak sakit, aku lebih sakit kalau liat kamu nangis. Jangan nangis lagi ah," ucap Zidan sambil mengusap air mata yang ada di pipi Mora.

Bibir bawah Mora maju, ia berdiri dan bergabung ke atas ranjang pasien Zidan dari arah sebelah kiri. Zidan menggeser tubuhnya, tangannya ia rentangkan agar menjadi bantal untuk kepala Mora. Mora menyelipkan kepalanya di ketiak Zidan.
"Mau bobok."

Tangan Zidan mengelus rambut Mora halus. "Ya udah bobok, jangan nangis loh."

"Gak bisa, air matanya nakal!"

Zidan terkekeh, Mora kalau melihat ia sakit akan seperti ini, seperti anak kecil bukannya malah menjadi dewasa. "Bilang sama air matanya nanti mas hukum kalau dia nakal."

Bola mata hitam itu mendongak, menatapnya dengan polos. "Emang mau di apain?"

Zidan mengulum senyumnya gemas, ia mengecup kedua mata Mora. "Di gituin."

Mora menempatkan kepalanya di atas dada Zidan, mendengar detak jantung suaminya yang berdetak dengan cepat. Detakan itu masih sama seperti saat mereka berpacaran dahulu.

"Mas kalau sakit bilang sama aku, jangan di tahan sendiri."

"Iya, sayang."

Jari Mora dengan lembut meraba perban yang ada di atas perut Zidan. "Yah, roti sobek Mora ada luka."

"Nanti pasti mulus lagi kok, tenang aja."

"Itu kerjaan Ares bangsat! Pokoknya dia harus di hukum! Melakukan penyerangan di butik aku."

Zidan mengusap-usap pipi Mora yang menggembung. "Kamu gak di apa-apain kan sama dia?"

"Enggak kok."

Zidan mengangguk. Matanya menatap punggung Mora yang hanya di lapisi tanktop hitam dan kain tipis itu menggulung ke atas karena pergerakan Mora. Zidan melirik pintu ruangannya, sudah terkunci. Tangannya dengan nakal bergerak ke punggung mulus milik Mora, mengusap dengan sensual di sana. Mora memang hanya memakai tanktop dan hotpants saja padahal tadi supirnya membawakan dress selutut untuk wanita itu. Baju yang tadi di pakai Mora di butik terkena darahnya.

Zidan menghentikan gerakan jarinya, ia menatap sekitar ruangannya dan berdecak. Tangannya terulur ke atas nakas, mengambil salah satu dari tiga remot yang ada di sana. Ia memencet tombol 'off' dan cahaya CCTV yang ada di pojok ruangannya meredup dan akhirnya mati.

"Yang, gak dingin emangnya?" Kepala yang ada di atas dadanya menggeleng.

Tangan Zidan kembali mengelus-elus punggung Mora yang terbuka. Kain tipis hitam itu bahkan tergulung sampai menampilkan kaitan bra Mora. Dengan cepat Zidan melepas tiga kaitan itu.

Mora yang merasakan bra nya mengendor meletakkan dagunya di atas dada Zidan. "Kamu mau?"

"Boleh emangnya?"

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang