"Sayang ...."
Mora mendengus, Zidan sepertinya dari tadi memancing emosinya. "Apa sih mas? Dari tadi manggilin, tiba aku jawab gak di respon lagi."
Lelaki yang baru pulang kerja itu malah memeluk perut Mora dengan manja. Perut yang sudah besar karena sudah memasuki bulan ke sembilan anaknya berada di dalam itu membuatnya gemas sendiri. "Adek, kapan lahir?"
"Perkiraan dokter kan satu mingguan lagi."
"Kamu gak takut?"
Mora mengelus rambut Zidan. "Di tanya takut ya aku takut, tapi kan habis itu kita bisa ngumpul sama adek."
Zidan mengangguk, benar sih, lagi pula ia akan selalu menemani Mora. Tendangan yang mengenai pipinya membuat Zidan memukul perut Mora dengan pelan. "Kurang ajar, daddy nya di sini malah di tendang."
Sekarang ganti Mora yang memukul bahu Zidan. "Anaknya belum lahir dah di omelin."
"Cewek atau cowok sih?"
"Lah kok nanya saya."
Zidan mendengus, ia meletakkan kepalanya di paha Mora sambil tangannya membentuk gerakan abstrak di perut Mora yang sudah membesar sempurna. "Kepo tau."
"Kalau kepo waktu kemarin USG kenapa gak mau tau jenis kelaminnya apa? Iss bapak labil kamu mah."
"Biar suprise tau."
"Nah tuh dah ada alasan kamu, kamu juga yang buat." Mora rasanya ingin menjambak rambut suaminya ini. Rasanya kesal, Zidan sendiri yang tidak mau dokter untuk memberi tahu jenis kelamin anaknya tapi seminggu belakangan ini lelaki ini kepo dan terus bertanya kepada Mora. Terus kalau seperti ini Mora harus bertanya kepada siapa?
"Dedek, di dalem sumpek gak sih? Ayo keluar, di sini udah banyak yang nunggu. Di luar bisa makan, bisa nenen mommy terus."
"Jatah nen nya nanti gak ada loh."
Zidan menatap Mora. "Ada dong, kamu kalau gak ngasih ya aku buka sendiri."
Mora mengulas senyum terpaksa, oke bapak satu ini kalau masalah nen gak usah di tanya lagi kecepatannya seperti apa. Respon jawabannya juga gak bakalan mengalah, pasti ada saja jawaban yang bisa lelaki itu jawab kalau masalah nen. Zidan dulu perasaan nen nya juga cukup pas, dua tahun baru di lepas mama-- dari cerita mama Zidan.
"Mas, bangunin comel."
"Udah bangun mommy."
Suara yang masih terasa lemas dan mengantuk itu membuat Mora tersenyum gemas. Zidan pun langsung mengubah posisinya menjadi duduk di samping Mora. Ia menepuk pahanya. "Sini."
Queen dengan langkah lunglainya menghampiri Zidan. Ia mengulurkan tangannya saat berada di depan Zidan. "Ndong ... kakak masih males."
Zidan terkekeh gemas, ia mengangkat Queen dan mengecup pipi putrinya dengan sayang. "Sore jeyek."
Queen memukul dada Zidan dengan lemas. "Cantik kakak dad."
"Belum mandi mana ada cantiknya."
Queen berdecak, daddy nya semakin lama semakin ngeselin. Ia ganti memiringkan kepalanya, menatap Mora dan langsung di beri usapan halus di pipinya. "Mommy ... daddy ndak usah di kasih kiss ya?"
"Daddy nakal?" tanya Mora sambil tersenyum geli.
"Iya, nakal. Kakak cantik kan mom?"
Mora mengecup pipi Queen gemas. "Cantik, kayak princess."
Mendengar itu Queen tersenyum senang, ia mendongak dan menjulurkan lidahnya. "Wleee ... mommy bilang kakak cantik, daddy kalah."
Zidan terkekeh, ia menganggukkan kepalanya. "Iya, iya, daddy kalah. Daddy sendiri kalian berdua. Adiknya kakak nanti bakalan daddy jadiin tim daddy."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Husband [Selesai]
RomanceAlmora Ziudith Pangestu. Seorang desainer cantik yang awalnya berasal dari keluarga Revano. Mora, seorang desainer yang bahkan kostum rancangannya sudah terkenal di dunia, bahkan tahun lalu ia diundang di acara New York Fashion Week. Nama keluarga R...