05

153K 4.7K 38
                                    

Flashback on ....

"Ya udah, kalau kayak gitu, lo jadi pacar gue!"

Mora mengerjapkan matanya tidak mengerti. Hanya gara-gara tau nama kakak kelas di depannya ini ia menjadi pacarnya? Baru saja akan membuka mulut untuk menolak Zidan, Mora dikejutkan dengan kecupan di puncak kepalanya.

"Jangan membantah apalagi menolak, Baby. Gue gak suka itu! Sekarang Almora Ziudith Revano sudah menjadi miliknya Zidan Alfian Pangestu."

Zidan terkekeh geli saat menemukan wajah Mora yang memerah malu. Ia mengalihkan tatapannya dan senyumnya terbit saat melihat banyaknya murid yang menyaksikannya menembak Mora.

Zidan menggenggam tangan Mora. Mora belum bisa bereaksi apa-apa. Saat ini ia masih syok atas apa yang terjadi.

Seorang kakak kelasnya, Zidan Alfian Pangestu, sudah menjadikannya pacar hanya gara-gara Mora sudah mengetahui namanya.

Flashback off ....

Cubitan di hidungnya membuat Mora tersadar. Ia menemukan raut wajah bingung milik Zidan. "Kamu mikirin apa, By?"

Huhh, memanglah Zidan. Ia tidak pernah memanggil Mora dengan tetap. Kadang beb, sayang, honey, baby, Moranya Zidan, dan masih banyak panggilan lainnya.

Mora menangkup pipi Zidan. "Aku gak mikirin apa-apa kok, tadi cuma inget masa lalu. Masa lalu gimana caranya seorang kakak kelas langsung jadiin aku pacar gitu aja padahal aku cuma tau namanya."

Zidan tertawa karena perkataan Mora itu. Ia menjadi malu saat ini. Kejadian itu sudah sekitar 11 tahun yang lalu. Dulu, tidak ada kata-kata romantis yang bisa Zidan ucapkan untuk meminta Mora menjadi pacarnya. Dulu, Zidan bukan lelaki romantis seperti sekarang. Ia masih terlalu bingung bagaimana caranya bersikap romantis. Tetapi, see, sampai sekarang hubungan Zidan dan Mora masih berlanjut, dan semoga begitu terus sampai maut memisahkan mereka.

"Kok aku dulu goblok banget coba nerima kakak kelas gitu aja?"

"Karena kan kakak kelasnya gak suka penolakan, makannya kamu nurut gitu aja. Tapi, kamu nyesel gak terima kakak kelas itu sekarang?"

Mora tersenyum manis, bahkan sangat manis. "Gak pernah ada kata menyesal karena nerima dia. Awalnya memang kesel sih, enak aja dia jadiin aku pacar gitu aja. Ehh, ternyata ada untungnya aku pacaran sama dia. Dia itu pacar pertama dan terakhir untukku."

Zidan memeluk Mora. Ia membenamkan wajahnya di leher Mora. Mungkin Mora tidak mengetahui saat ini wajahnya memerah malu. Kalau Mora tau ini, habis sudah riwayatnya. Mora akan meledeknya habis-habisan.

"Beb, kapan ya ada dedek di sini?" Zidan mengelus perut Mora. Mora menghela nafas kasar, ia juga menginginkan itu. Yang saat ini yang bisa lakukan hanya berusaha dan berdoa.

Mora memegang kepala Zidan, ia menangkup pipi Zidan dengan sayang. "Mungkin Allah masih pengen aku sama kamu berdua dulu. Kita memperbaiki diri sebelum kita di kasih amanah untuk punya dedek bayi. Lagian kita juga masih baru, kan? Ini masih bulan kedua pernikahan kita. Kita juga udah berusaha, bahkan kamu tiap hari usahanya."

"Iya, By. Aku juga selalu berdoa kok semoga kita cepat dikasih amanah. Aku pengen kehadiran anak kecil di rumah ini. Bangun di tengah malam karena dia rewel. Ganti-gantian jagain dia waktu kamu lagi sibuk."

Mora tersenyum, "Kita berdoa dan berusaha lagi. Kalau udah waktunya Allah pasti ngasih untuk kita."

Zidan mengangguk. Ia memajukan wajahnya dan mencium dahi Mora. "Aku gak salah pilih kamu."

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang