"MAS ASTAGA! KAMU MAU JADI VAMPIR ATAU GIMANA? UDAH TAU ISTRI LAGI HAMIL, TAPI MASIH SEMPAT-SEMPATNYA BIKIN TANDA DI PERUT AKU?!"
Zidan meringis mendengar teriakan dari kamar mandi itu. Ia semalam khilaf-- emm maksud sebenarnya kalap lagi karena melihat tubuh Mora yang semakin seksi. Walaupun tidak sampai untuk memasukkan miliknya ke dalam sarangnya, tetapi ia sudah merasa senang. Mora sekarang lebih sering memainkan miliknya dengan mulut hangat istrinya itu, alasannya karena kata Mora enak aja. Hampir satu bulan sudah miliknya tidak pernah masuk lagi ke sarang hangat Mora, wanita itu pasti ada saja alasannya.
"PAK SUAMI, JAWAB ATUH JANGAN PURA-PURA GAK DENGER! AKU TAU KAMU MASIH DI LUAR, MAS!"
Zidan mengulum senyumnya, entah kenapa dari awal menikah Mora paling tidak suka saat ia membuat tanda di perut dan paha wanita itu. Ia berjalan ke kamar mandi membiarkan kemejanya yang masih terbuka menampilkan tubuh berbentuk miliknya. Dengan santai ia membuka pintu kaca buram kamar mandi dan tatapan tajam Mora langsung menyambutnya. "Masih pagi sayang, jangan ngamuk."
Mora menduselkan kepalanya ke dada Zidan yang terbuka hingga membuat basah dada bidang Zidan. Zidan terkekeh. "Mau buat aku basah terus akhirnya kita mandi bareng, hmm?"
"Gak usah sok pakai hmm hmm, gak ada damage nya."
Zidan menganggukkan kepalanya sambil mengurung tubuh Mora yang masih telanjang ke wastafel. Ia menyeringai di depan wajah Mora. "Gak ada damage nya? Seriously?"
Mora mendorong dada Zidan, tubuhnya bergidik sendiri mendengar suara berat Zidan. Jelas ia tadi mengatakan kebohongan, karena sejujurnya ia hampir saja pingsan mendengar suara Zidan yang seperti itu. "Ihh."
Rengekan itu membuat Zidan menempelkan hidungnya di pipi Mora. "Sumpah, aku pengen makan kamu, aku gak butuh sarapan nasi atau roti, aku butuh kamu, burung aku butuh sarangnya."
Mora melirik Zidan dari ekor matanya. Ia meneguk ludahnya saat Zidan menghigiti lembut pipinya. "Masih satu bulan, mas, kamu sekalian belajar waktu aku nifas nanti."
Mendengar itu Zidan langsung menjatuhkan kepalanya ke bahu Mora. "Baby, jangan gitu. Kalau nanti emang ada keadaan aku pasti bisa, tapi sekarang kan kamu gak kenapa-kenapa, dokter juga bolehin untuk berhubungan."
"Ya sekarang aku lagi gak pengen. Kamu liat nih anak kamu udah segede ini." Mora menepuk perutnya yang sudah besar. Kehamilannya yang berusia 30 minggu membuat perutnya semakin bulat saja. Mora mengelus dada Zidan. "Kamu kan tau aku kalau emang pengen bakalan kayak bulan lalu."
"Iya, kamu ganas banget," jawab Zidan setelah selesai membuat cupang di leher Mora.
"Nah, ya udah, tunggu aku aja."
"Ihh, beb, ayo dong, burung aku kasian."
Mora menjalankan jarinya di perut kotak-kotak Zidan. "Kemarin waktu aku ngomong sama burung kamu, burung kamu ngomong seneng kok, orang dah aku mainin sama mulut aku."
Tangan Zidan menangkup payudara Mora, meremas nya dengan sensual sambil berbisik, "Aslinya dia bohong, dia pengen masuk sarangnya, yang."
"Udah, kerja sana."
Mendapat dorongan dari Mora membuat Zidan menghela nafas panjang, berarti tidak ada memakan Mora pagi ini, padahal ia sangat-sangat-sangat ingin. Penisnya sudah menegang melihat keadaan Mora yang telanjang bulat dengan dua payudara yang menantang, perut bulatnya yang malah membuat semakin seksi, dan daging yang berbentuk segitiga tanpa bulu di bawah sana. Tapi Zidan sadar, ia tidak boleh memaksa Mora untuk melakukan hubungan. Mora sedang mengandung buah cinta mereka, jadi Zidan juga harus memaklumi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Husband [Selesai]
RomanceAlmora Ziudith Pangestu. Seorang desainer cantik yang awalnya berasal dari keluarga Revano. Mora, seorang desainer yang bahkan kostum rancangannya sudah terkenal di dunia, bahkan tahun lalu ia diundang di acara New York Fashion Week. Nama keluarga R...