"Mas!"
Teriakan Mora yang begitu kencang membuat Zidan langsung tersentak. Dengan langkah cepat ia langsung berlari ke kamar dan membuka pintu kamar mandi dengan kasar. "Apa sayang?"
Mora menutup mulutnya, tangan satunya menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya. Matanya berkaca-kaca menatap Zidan tak kuasa. Zidan yang melihat respon Mora malah semakin panik. Ia menggoyangkan tubuh Mora. "Kenapa? Mas bukan dukun yang bisa baca pikiran kamu."
Mora meneguk ludahnya, ia menggeleng. "Gak jadi, aku tadi cuma pengen teriak aja."
"Sayanggg ...."
Suara dengan nada prustasi dan kepala Zidan yang mengadah itu di gunakan Mora untuk memasukkan benda yang ia sembunyikan tadi ke dalam saku gaun rumahannya.
"Beneran gak kenapa-kenapa?"
"Enggak. Aku tadi juga lagi tes pendengaran kamu gimana. Jadi, kalau misalnya ada apa-apa sama aku di kamar mandi sedangkan kamu ada di bawah aku bisa teriak kayak gitu biar kamu denger."
Zidan menghela nafas panjang berkali-kali. Ia memeluk tubuh Mora, mengusap punggung Mora. "Please, jangan buat aku khawatir."
Mora mengangguk di pelukan Zidan. Ia mengecup dada bidang yang terbalut kaos rumahan hitam di hadapannya. "Maaf."
"Nakal kamu tuh, mas kira kamu kenapa."
Mora menyengir. "Mas gak pergi?"
"Ha? Kamu gak mau sama mas di rumah?"
"Bukan gitu, ih! Aku cuma nanya aja."
Zidan mengangkat tubuh itu ke gendongannya. Sedangkan tangan dan kaki Mora langsung melingkar di tubuh Zidan. "Enggak, mas di rumah aja sama kamu."
"Tapi, hari ini aku ada kerjaan loh."
Bibir Zidan mengerucut, ia melangkah dengan pelan menuruni tangga. "Jadi, gak bisa berduaan?"
"Boleh sih, tapi jangan ganggu. Kamu tau aku butuh konsentrasi kalau lagi ngerancang."
Zidan membenamkan wajahnya di dada Mora saat ia sudah duduk di sofa dengan Mora yang di pangkuannya. "Ya udah, pokoknya kerjainnya di rumah aja."
Mora mengangguk sambil mengelus rambut Zidan. "Kamu tadi ngapain?"
"Oh iya, aku tadi lagi buat kopi."
"Ya udah, aku ambilin dulu."
Zidan menggeleng, ia mengeratkan tangannya di pinggang Mora dan semakin membenamkan wajahnya di dada Mora. "Biarin aja, lagi enak nih posisinya."
"Kamu pangku aku terus emang gak berat apa? Aku naik 2 kg loh."
"Pantes makin besar."
Mora menjambak rambut Zidan, ia menatap horor lelaki itu. "Apa? Ulangin."
"Iya, nenen kamu tambah besar, tambah montok, aku jadi makin suka."
Mendengar itu Mora menatap dua gundukannya. Sebenarnya ia juga merasa bra nya kekecilan, tetapi masih ia paksa untuk memakainya. Ini karena faktor di mainin Zidan terus atau ....
"Enak gunung kamu gini. Sumpah, empuk-empuk gimana gitu. Boleh buka?"
Mora menyentil kening Zidan. "Ujungnya gak ada akhlak. Kalau di liat mbak gimana?"
"Mbak aku suruh pulang tadi."
"Ha?" Wajah cengo langsung di berikan Mora.
"Iya, mbak tadi habis beres-beres udah aku suruh pulang. Aku hari ini di rumah, kamu di rumah, jadi ya aku pastiin gak boleh ada yang ngintipin kita. Siapa tau kan kita mau coba gaya baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Husband [Selesai]
RomanceAlmora Ziudith Pangestu. Seorang desainer cantik yang awalnya berasal dari keluarga Revano. Mora, seorang desainer yang bahkan kostum rancangannya sudah terkenal di dunia, bahkan tahun lalu ia diundang di acara New York Fashion Week. Nama keluarga R...