"Mas!"
Zidan mengerang, ia membuka dengan perlahan matanya. Dan yang pertama ia lihat adalah Mora yang sedang berkacak pinggang dengan perut istrinya yang sudah membuncit. "Apa sayang? Mas baru tidur jam tiga."
"Shalat subuh dulu! Udah mau jam setengah enam!"
Zidan menguap, ia merenggangkan otot tubuhnya. Zidan menggaruk kepalanya sambil duduk. "Kamu kok udah seger?"
"Aku mau jalan-jalan di sekitaran komplek aja."
Zidan memeluk perut Mora manja. "Jangan, besok aja aku temenin. Sumpah, ayang, kalau sekarang aku gak bisa nemenin kamu, mata aku masih nempel."
Mora mengusap rambut itu dengan halus. "Siapa yang minta di temenin sama kamu? Aku punya temen kok."
"Ha?" Beo Zidan mendengar Mora memiliki teman. Karena Zidan tau, Mora itu susah bergaul, istrinya kadang begitu pemalu.
"Iya, aku punya temen yang sama-sama ibu hamil juga. Blok E 55, jarak tiga rumah dari kita."
"Kapan kenalannya?"
"Dua hari yang lalu. Kamu pagi-pagi buta udah berangkat kerja jadi aku gabut, ya udah aku jalan-jalan aja, eh ketemu dia."
"Beneran?"
Mora mengangguk. Mora mengusap wajah Zidan yang saat ini tengah menatapnya. "Kamu bobok aja, tenang aja sama aku. Aku juga bawa HP kok."
"Padahal aku mau minta manja-manja sama kamu biar boboknya enak."
Mora menghela nafas panjang, ia terenyuh melihat kantung mata milik Zidan. "Gak bisa bobok emang kalau gak ada aku?"
"Enggak."
Mora melepas tangan Zidan dari pinggangnya. Ia kemudian melepas celana legging dari pinggangnya menyisakan celana dalam hitam saja.
"Kok di lepas?" tanya Zidan bingung.
"Gak mungkin aku bisa tidur pakai celana kayak gitu."
Mata Zidan berbinar senang. "Kamu gak jadi jalan-jalan?"
"Gak, ada bayi gede yang harus aku temenin tidurnya. Cepet, shalat subuh dulu habis itu bobok lagi!"
Zidan mengangguk semangat, ia langsung berlari ke kamar mandi dan menunaikan shalat subuh. Mora yang melihat itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berbaring di ranjang dan mengelus perutnya. "Pagi sayangnya mama."
Mora tersenyum melihat perutnya yang sudah mulai membuncit. Kehamilannya yang sudah memasuki minggu ke 17 membuatnya senang. Reaksi keluarga besar membuatnya tambah semangat walaupun mual masih sering ia alami. Mora mengambil ponsel Zidan yang ada di atas nakas, ia lebih memilih memainkan ponsel Zidan dari pada miliknya sendiri, lebih seru.
"Wah, udah tau punya istri masih aja di DM. Gatel!" geram Mora sambil membaca-baca DM instagram milik Zidan.
"Idih, ku kira beras ternyata pete, ku kira mbak nya berkelas ternyata lonte," ucap Mora sambil tersenyum sinis melihat wanita cantik yang DM suaminya.
"Heh! Mulutnya!"
Mora langsung mengalihkan tatapannya ke Zidan yang baru masuk ke kamar mereka sambil membuka peci lelaki itu. "Habisnya banyak amat yang DM kamu. Masih banyak laki di luar sana, eh dia malah caper ke kamu."
Zidan tersenyum mendengar itu, ia membuka sarungnya dan mulai menyusul Mora ke atas tempat tidur. "Yang penting gak pernah aku respon kan? Balas aja pake foto kamu gitu."
Mora tersenyum. "Bener juga." Ia langsung mengambil pose kemudian menulis beberapa kata di fotonya lagi di kirimkan kepada para wanita yang DM Zidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Possessive Husband [Selesai]
RomansAlmora Ziudith Pangestu. Seorang desainer cantik yang awalnya berasal dari keluarga Revano. Mora, seorang desainer yang bahkan kostum rancangannya sudah terkenal di dunia, bahkan tahun lalu ia diundang di acara New York Fashion Week. Nama keluarga R...