24

90.3K 2.5K 69
                                    

"Bisa gak sih kalau habis mandi tuh handuknya di letak di jemuran?! Capek aku tuh!"

Zidan yang sedang mengancingkan kemejanya langsung tersentak dan mendongak. Ia menatap Mora yang sedang menjemur handuknya di jemuran dekat kamar mandi kamar mereka. "Maaf." Hanya itu yang dapat ia ucapkan kepada ibu hamil 16 minggu itu.

"Maaf, maaf, udah berapa kali di bilangin tapi gak pernah di kerjain."

Zidan meneguk ludah kasar, sepertinya mood istrinya sedang tidak baik pagi ini. Zidan dengan cepat menggulung lengan kemejanya hingga ke siku, ia mengikuti Mora yang sudah keluar kamar dan menuju ke meja kerja Mora.

"Sayang kenapa?"

"Gak tau! Pikir aja sendiri!"

Zidan menggaruk kepalanya, sebenarnya ada apa dengan ibu hamil satu ini? Zidan mengikuti wanita itu, dan berjongkok di depan Mora yang sudah duduk di kursi kerjanya. "Mas ada salah sama kamu?"

"Pikir sendiri, berangkat sana aku juga mau kerja."

"Gak bakalan aku kerja kalau kamu kayak gini. Kenapa? Ada masalah di omongin baik-baik. Kalau mood kamu lagi gak baik, bilang sama aku apa yang bisa ngerubah mood kamu. Jangan marah-marah gini, kasian dedek di dalem."

Mora menatap Zidan tajam. "Mau ketemu siapa hari ini?"

"Ha?"

"Kenapa pake parfum nya banyak banget! Kenapa pakai kemeja kesukaan kamu? Kenapa pakai ikat pinggang yang itu! Kenapa rambut kamu di tata rapi banget! Kesel aku sama kamu!"

Zidan menahan tawanya, ia menjatuhkan kepalanya ke paha Mora. "Astaghfirullah. Kamu mau tau jadwal aku hari ini?" Zidan mengeluarkan ponselnya yang ada di saku celananya. Ia mengotak-atik sebentar kemudian menunjukkannya kepada Mora. "Nih."

Mora menerima ponsel itu dengan kasar.  Ia membaca jadwal Zidan dan terdiam sendiri. Ada lima jadwal di sana dan salah satunya ....

"Aku gak mungkin ketemu papa terus kayak gak niat ngurus perusahaan gitu, bisa di tabok aku. Aku hari ini juga harus ketemu beberapa pengusaha dari luar negeri juga jadi aku harus rapi. Aku pakai parfum banyak kenapa? Karena deodoran aku habis, sayang, di lemari juga udah habis jadi untuk nimalisir bau nya pakai parfum banyak. Apa lagi? Apa yang mau kamu tanya lagi? Atau kamu mau ikut, yuk? Gak papa nanti ikut rapat."

Mata Mora berkaca-kaca, kalau seperti ini ia benar-benar merasa bersalah kepada Zidan. Ia sudah marah tanpa sebab tadi, dan sudah suudzon kepada suaminya itu. Mora menundukkan kepalanya. "Maaf."

Zidan berdiri, ia memeluk kepala Mora di perutnya. Ia mengelus rambut wanitanya itu. "Kalau kamu curiga sama aku, ngomong, apa yang kamu pendem kamu omongin. Aku gak tau isi hati kamu kalau kamu cuma marah-marah sendiri kayak tadi. Aku gak ada niat, sumpah, gak ada terpikirkan sama sekali untuk berpaling dari kamu. Kamu udah terlalu sempurna untuk lelaki yang banyak kurangnya kayak aku."

Mora terisak, ia semakin membenamkan wajahnya di perut kotak-kotak Zidan dan melingkarkan tangannya di pinggang Zidan. "Selama ada dedek di dalam sini aku selalu overthinking, aku selalu mikirin hal yang enggak-enggak."

"Kayaknya dedek cantik deh yang ada di perut kamu."

Mora tidak menanggapi itu, ia terlalu merasa bersalah kepada Zidan. "Maafin aku, mas."

"Gak papa, sayang, aku paham."

Zidan memegang dengan halus kedua pipi Mora, ia mendongakkan wajah itu hingga menatapnya. "Cup, cup, bumil gak boleh nangis, ih, dedeknya nanti ikutan nangis di dalam."

"Cium ...."

Mata Zidan membelalak, lalu tidak lama lelaki itu tertawa. "Tadi udah morning kiss loh. Mau lagi?" godanya sambil menjawil hidung Mora.

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang