13 (21+)

231K 3.2K 38
                                    

Mora menggulingkan badannya ke sana kemari, tetapi tidak juga bisa tertidur. Padahal matanya berat ingin tidur. Mora menghembuskan nafas kesal, ia akhirnya bangkit dari ranjang dan berjalan keluar kamar, tanpa menggunakan sepatunya. Mora berjalan ke arah Zidan dengan menggembungkan pipinya, ia langsung duduk begitu saja di pangkuan Zidan yang masih berkutat dengan berkas-berkasnya itu.

Zidan mengelus rambut Mora. "Gak jadi tidur?"

Mora menggeleng, ia semakin merapatkan tubuhnya dengan Zidan. Tangannya semakin melingkari leher Zidan. "Gak bisa bobok."

"Ya udah, sebentar, aku mau ngerjain berkas-berkas ini dulu habis itu aku tidurin kamu."

Mora hanya mengangguk. Aroma tubuh Zidan membuatnya tenang. Ahh, rasanya matanya bertambah berat saja. Mora menggesek-gesek hidungnya di leher Zidan. Ia mengendus aroma Zidan. "Mas, besok aku pakai sabun kamu aja deh."

"Kok gitu?" tanya Zidan sambil tetap mengetik sesuatu di laptopnya itu.

"Bau kamu enak." Zidan terkekeh. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi saat Mora mulai menjilati lehernya. Zidan memegang pinggul Mora sesekali mengusap dan meremasnya dengan gemas.

"Ihh, aku cuma jilat aja loh, masa itunya udah berdiri aja sih?" Zidan tersenyum malu. Juniornya dengan cepat merespon apabila Mora berada di dekatnya, apalagi kalau Mora menggodanya seperti ini.

Zidan mengelus punggung Mora yang masih terbalut kaos putih itu. "Tumben banget kamu pakai baju kayak gini? Biasanya kamu kan pakai gaun."

"Biar Mas nanti susah lepasinnya." Zidan mengerjapkan matanya. Otaknya saat ini sudah tidak bisa berpikir jernih. Ditambah lagi dengan gigitan Mora yang pasti akan menimbulkan bercak di lehernya itu.

"Ngelepas? Maksudnya apa, Sayang?"

Mora menarik kuat rambut Zidan saat mendengar pertanyaan sok polos yang keluar dari bibir Zidan itu. "Gak usah sok polos gitu. Mulut bisa sok polos, tapi junior kamu gak bisa sok polos."

Zidan tertawa sampai tubuh Mora yang ada di pangkuannya ikut bergerak. Mora mengangkat kepalanya dari leher Zidan. Ia menatap heran sang suami, apakah ada yang lucu?

Zidan menatap Mora, ia menyampaikan beberapa jumput rambut Mora ke telinga kanan Mora. "Junior aku bisa bohong kalau dekat kamu. Sebentar ya, aku mau ngerjain satu berkas lagi, habis itu kamu mau ngapain aku terserah deh."

Mora mengerutkan keningnya. "Emang aku mau ngapain kamu?"

"Iss, habis ini kita buat dedek. Gak ada penolakan ataupun bantahan!"

***

Zidan sungguh-sungguh saat mengatakan bahwa setelah selesai mengerjakan satu berkas ia akan langsung membuat dedek.

Saat ini, lidah Zidan sudah bertengger manis di puting payudara Mora. Ia menjilat, mengemut, dan menggigit puting pink kecoklatan itu. Mora hanya bisa mendesah, tangannya meremas rambut Zidan. Kaos yang dipakai Mora tadi entah dilempar kemana sama Zidan. Mora masih duduk di pangkuan Zidan. Celana jeans Mora kancing dan resletingnya sudah dibuka Zidan.

Zidan menyusupkan jarinya ke dalam celana Mora. Ia langsung merasakan lembap dan basah di sana. Ia menyeringai senang, cepat sekali istri nakalnya ini basah. Zidan memasukkan dua jari sekaligus ke lubang hangat itu. Mora tersentak, punggungnya bahkan sampai melengkung ke belakang.

Zidan mengocok cepat jarinya itu. Milik Mora semakin basah. Puting payudara Mora sedari tadi masih diemut Zidan.

"Masshh ... aku sampai!" Setelah itu jari Zidan terasa semakin diremas oleh lubang Mora. Dan tidak lama, cairan Mora keluar dengan keras hingga membasahi telapak tangan Zidan.

Zidan menyeringai, ia menatap Mora dengan gemas. "Wow, banyak ya yang keluar. Sampai semua tangan Mas kamu kenain sama cairan kamu." Zidan mengeluarkan tangannya dari celana Mora. Ia menatap jari-jarinya yang basah, dan terasa lengket itu. Zidan menjilati cairan itu. Bagi sebagian orang mungkin akan jijik, tetapi tidak dengan Zidan, ia dengan senang hati akan menghabisi cairan Mora.

"Kamu mainin aku, aku udah dua kali keluar, Mas." Zidan terkekeh. Ia mengangkat kepala Mora dari lehernya. Nafas wanita itu masih terengah-engah, tatapan matanya terlihat sayu dan penuh gairah.

Zidan melumat bibir Mora. Lidahnya menyusup ke dalam mulut Mora. Mengabsen setiap sisi, mengajak perang lidah dengan lidah Mora, dan bertukar saliva. Ia berdiri, tetapi ciuman itu tetap berlangsung. Mora mengeratkan rangkulannya di leher Zidan saat kakinya berpijak dinginnya lantai kantor Zidan. Zidan membuka matanya, ia menatap istrinya yang masih setia memejamkan matanya sambil tetap membalas lumatannya.

Zidan membuka kemeja dan celana bahannya, tidak lupa boxer dan celana dalamnya langsung ia lepas. Zidan melepaskan lumatannya dari Mora. Ia mengecup basah mulai dari leher hingga kini ia berlutut, tepat di depan surga dunia miliknya. Zidan mendongak, ia melihat Mora yang menatapnya dengan sayu. Mora menahan nafasnya saat celana jeans dan celana dalamnya langsung di lepas oleh Zidan.

"Kenapa dia selalu imut, sih?" Mora meremas rambut Zidan saat Zidan dengan sengaja meniup vaginanya. "Pink, rapat, ahh, baunya nikmat."

Setelah Zidan berkata itu, Mora langsung seperti kehilangan keseimbangannya. Lidah hangat Zidan dengan cepat melesak masuk ke vaginanya, mengobrak-abrik isi vaginanya yang basah itu.

"Ahh ... hmm ... Masshh ...." Zidan semakin bersemangat mengoral milik Mora. Lidahnya memainkan klitoris Mora. Ia menggesek-gesek lidahnya dengan cepat di klitoris Mora itu.

Tangan Mora saat ini bukan meremas rambut Zidan, ia semakin mendorong kepala Zidan untuk lebih dalam menghisap miliknya. Miliknya berkedut, ia menjambak rambut Zidan agar melepas hisapannya. Rasanya masih malu saat Zidan menghisap langsung cairannya. Bukan Zidan namanya kalau mengikuti arahan Mora. Bukan melepaskan, Zidan semakin mempercepat hisapannya dan memainkan klitoris Mora.

Mora mengerang panjang dan nikmat. Tubuhnya lemas, kali ini ia squirting lagi. Ia terengah-engah, tubuhnya saat ini ia sandarkan di meja kerja Zidan.

Mora menatap Zidan yang sudah berdiri tegak di depannya. Bagian bawah Zidan yang menegang dan langsung mengenai perutnya itu membuat Mora mengalihkan tatapannya. Ia meneguk ludahnya melihat benda itu. Ahh, melihatnya saja sudah membuat Mora basah lagi.

"Kenapa, Beb?" Suara serak-serak basah dan terkesan dalam milik Zidan itu membuat Mora mengalihkan tatapannya ke arah mata hitam milik Zidan. Mata hitam itu dipenuhi kabut gairah.

"Punya kamu tegak banget kayak tiang bendera."

Zidan terkekeh. Ia menyenggol-nyenggolkan juniornya ke perut Mora. "Mas, basah ih."

"Aku masukin ya?"

Belum sempat Mora menjawab pertanyaan itu, milik Zidan langsung memasukinya dengan kasar. "Ahh ... Mashh ..."

Tbc....

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang