47

43.5K 2K 37
                                    

Gundukan tanah di kanan dan kirinya membuat Mora langsung terduduk di atas tanah. Ibu satu anak itu sudah tidak peduli dengan bajunya yang akan kotor. Gadis kecil di sebelahnya menatap sedih sang mommy.

"Mom ...."

Mora menghapus air matanya yang sudah menetes. Ia pasti akan selalu menangis apabila berhadapan dengan dua gundukan tanah orang yang ia sayang. "Mommy gak papa sayang."

Mora mengelus nisan dengan kedua tangannya. "Ma, pa, apa kabar? Maaf Mora udah lama gak ke sini."

Zidan mengelus bahu wanitanya, sedangkan sebelah tangannya tengah memegang tubuh Queen. "Mama papa pasti bahagia liat kamu sekarang sayang."

Mora terisak, mama dan papanya pergi tepat setelah mereka berdua menyelesaikan kewajiban mereka untuk Mora. Ya, tiga hari setelah Mora menikah kedua orang tua nya di ambil sama yang Maha Kuasa. Dan menjadi anak tunggal membuat Mora akhirnya selalu tergantung dengan keluarga Zidan, dan untungnya ia menemukan mertua dan pasangan yang menyanyanginya seperti anak sendiri.

Zidan mengecup pipi Queen saat gadis kecilnya ikut menangis karena melihat Mora menangis. "Sapa oma sama opa, mereka pasti suka di sapa lagi sama cucunya yang cantik ini."

Queen menatap Zidan dan lelaki itu mengangguk. Gadis kecil itu berjongkok di tengah-tengah gundukan tangan, tangannya memegang kedua gundukan di kanan dan kirinya. "Hai oma, opa, Win di cini. Win udah mau jadi kakak, bental lagi Win puna dedek bayi."

Zidan tersenyum, ini kali kelima Queen di ajak ke makam oma dan opa nya. Tetapi tetap saja gadis itu seperti Mora, selalu menangis. Zidan menatap kedua kesayangannya yang tengah bercerita sambil sesekali menangis. Bukan Zidan tidak mau cerita, ia akan cerita tetapi saat Mora dan Queen sudah di dalam mobil. Ia tidak mungkin menangis dan menumpahkan masalah saat bersama kedua kesayangannya.

Zidan mengelus punggung Mora. "Udah sayang nangisnya, mama papa bahagia liat kita dari atas sana. Nafas kamu udah sesek loh, kasian dedeknya."

Dengan usaha keras Mora menghentikan isakannya. Zidan mengelus lembut rambut Mora. "Udah bacain do'a?"

"Ud- udah."

"Udah puas ceritanya?" Mora mengangguk.

"Kamu balik ke mobil duluan ya sama Queen."

Mora lagi-lagi mengangguk. Entah kenapa setiap setelah ia terisak suaranya seakan hilang dan apabila ada pasti tersendat-sendat. Mora meraih tangan Zidan saat ia akan berdiri.

"Pelan-pelan," ucap Zidan khawatir.

Setelah mengantarkan kedua kesayangannya ke dalam mobil, Zidan kembali ke tengah-tengah gundukan tanah. Ia menghela nafas panjang sambil memejamkan matanya. "Assalamu'alaikum mama, papa, saatnya Zidan yang akan menceritakan apa yang Zidan alami."

***

Zidan mengecup kening Mora. Tangannya mengelus-elus perut Mora. Sudah minggu ke-19 anaknya berada di dalam sana. Perut Mora mulai membesar lagi.

"Mas."

"Yes love?"

"Anak kita kecil-kecil udah di godain cowok aja ya?"

Zidan terkekeh, ia mengangguk. "Dia terlalu cantik. Kamu waktu sekolah dulu juga gitu."

"Sekarang gak cantik?"

"Cantik banget kalau sekarang."

"Bisa aja." Mora tersenyum mendengar itu. Zidan selalu bisa membuatnya bahagia. Sepertinya lelakinya sedang mengurangi sifat posesif yang ada dalam dirinya karena Zidan sudah jarang melarangnya.

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang