🤍 61 🤍

85.3K 1.9K 46
                                    

"Kok cepet ya gede nya mereka?"

Zidan terkekeh, ia mengusap lengan Mora. "Besok tahun ke-10 kita nikah."

Mata Mora membulat, ia menoleh dan menatap Zidan. "Bener! Kenapa mas yang selalu inget tanggalnya sih? Kan aku mau nya yang ngingetin mas gitu."

Zidan menjawil hidung Mora gemas, perempuan ini tidak pernah berubah. "Mau aku atau kamu yang ngingetin kan tetep aja yang ngerayain kita berdua."

"Ya iya, tapi tahun depan pokoknya harus aku yang ngingetin duluan."

Zidan hanya mengangguk dan terkekeh pelan menjawab itu. Mengeratkan rangkulan nya di lengan Mora ia menatap kedua hasil kecebong nya. "Tahun depan Arsen udah TK, dan gak bakal terasa tiba-tiba nanti Queen udah masuk SMP. Nikmat nikah dan memperhatiin perkembangan anak senikmat ini ternyata."

Mora mengangguk, ia merebahkan kepalanya di bahu Zidan dengan nyaman. "Mas beneran gak mau nambah lagi? Sebelum nanti umur kita makin nambah. Kalau sekarang persalinan aku masih lancar."

Zidan ikut meletakkan kepalanya di atas kepala Mora, ia menggeleng. "Cukup itu kali terakhir aku ngeliat kamu kesakitan kayak gitu, aku harap kamu gak pernah ngerasain sakit kayak gitu lagi. Mereka udah cukup untuk mewarisi kita. Dulu aku pengen punya anak banyak, tapi perjuangan kamu ngelahirin mereka ternyata sesusah itu jadi buat aku mikir seribu kali untuk mau nambah anak. Kalau di kasih aku nerima, tapi sebisa mungkin aku bakalan jaga supaya gak jadi."

"Mbak Sinta aja kayaknya mau punya anak lagi."

"Biarin, hidup mereka pilihan mereka. Liat, mereka berdua aja udah bisa buat rumah jadi kapal pecah gimana kalau kita nambah lagi?"

Mora terkekeh melihat kelakuan kedua anaknya. Queen yang kesal saat Arsen merobohkan rumah barbie nya atau Arsen yang langsung cemberut saat Queen melemparkan lego kesayangannya. Suara teriakan khas mereka juga membuat suasana rumah lebih hidup. Mora kira anak bungsu nya akan kalem, tapi ternyata tidak, Queen menyebarkan virus cerewetnya kepada Arsen.

"Kerjaan kamu aman?"

Mora mendongak, menatap rahang tegas suaminya dari bawah. "Aman, Arsen diajak ke butik sekarang udah biasa, tapi ya kadang masih lari-larian jadi kalau ada Arsen pintu butik dijaga security."

"Ngikut siapa sih dia bandelnya?"

"Hei bapak, anda tidak sadar apa yang anda katakan? Anda dulu di kelas 7 bandelnya gak ketulungan pengen getok pakai sapu rasanya. Aku curiga dia jadi pentolan sekolah nanti."

"Bagus dong, cowok."

Mora mencubit puting Zidan di balik kaos hitam lelaki itu. "Gak baik, buat mommy daddy nya di panggil ke sekolah tiap hari iya. Pokoknya pergaulan dia harus dipantau."

"Siap, semua yang mommy katakan dah di catat. Ini anak cowok udah, anak cewek kamu gimana? Lebih susah jaga dia. Kita salah dikit, dia terjerumus, bahaya."

"Aku yakin sampai nanti dia bakalan terus sama Arsen sih."

"Arsen?"

Mora menepuk keningnya, ia tertawa kecil. "Maaf, biasa udah tua, faktor U. Itu sama Alga."

Zidan menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Mora. "Alga nampak bibit bucinnya sih. Ya semoga aja."

"Alga kenapa, dad?"

Suara dari belakang membuat Mora dan Zidan kompak menoleh. "Kakak ngapain di belakang situ?" tanya Mora heran.

Queen meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, ia berbisik, "Sttt, nanti dedek nemuin kakak. Lagi main petak umpet. Pelan-pelan aja mom kalau ngomong."

My Possessive Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang