Tujuh Puluh

1K 230 54
                                    

VERSI REVISI

-Jangan spoiler, udah itu aja :)

-Jangan spoiler, udah itu aja :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiga hari kemudian...

"Jadi kalian sudah bicara?"

"Sudah, Tuan Muda. Kami sudah membicarakan semuanya dan kami baik-baik saja."

"Syukurlah..."

Niki menyeruput lagi teh yang Eunkyu tuangkan untuknya. Sementara tuan rumahnya menambah gula pada teh di cangkirnya sendiri.

Lagi-lagi Heeseung belum kembali. Eunkyu hanya menerima surat darinya kalau dia akan pulang sesegera mungkin. Namun tak pasti kapan.

Syukurlah aku bisa mengatasi Jay sebelum Kakak pulang, batin Eunkyu. Aku tidak ingin dia tahu apa yang terjadi diantara aku dan Jay.

Heeseung kelewat menyayanginya. Jelas sekali kalau putra tunggal keluarga Marquess Lee itu akan cepat menyadari apa yang terjadi pada adiknya dan meskipun tak tahu apa pastinya. Tapi biasanya, dia takkan mampu memaksa Eunkyu untuk bicara.

Karena Eunkyu adalah kelemahan Heeseung. Rasa-rasanya Heeseung bisa mati jika Eunkyu marah padanya walaupun hanya sebentar.

Sementara Eunkyu memikirkan Heeseung, di depannya, Niki menangkap sorot mata lawan bicaranya yang tak terfokus.

Terlihat kosong dan sedikit sedih.

Sepertinya hasil pembicaraan dengan Jay membuahkan hasil yang tidak bagus, pikirnya.

"Nona Eunkyu," panggil Niki.

"Iya, Tuan Muda?" sahut Eunkyu cepat.

Niki tersenyum tipis. "Apakah Anda tahu, saya punya bakat terpendam yang mengagumkan?"

Eunkyu menampilkan ekspresi tertarik dan geli. Namun merasa aneh karena Niki tiba-tiba membicarakan hal lain, meski sebenarnya dia memang lain dari yang lain. "Oh, ya? Saya tidak tahu. Apa itu?"

"Saya punya bakat meramal, saya sudah diberkati oleh Dewa Kehidupan dengan berkat tersebut." Niki berujar bangga.

"Bagus." Eunkyu mengangguk.

"Mau mencoba?" tawar Niki seraya mengulurkan tangannya.

Eunkyu tertawa kecil. "Hmm, kedengarannya menarik, boleh saja."

Niki tersenyum senang. "Baiklah. Sekarang, berikan tangan Anda. Saya akan meramal masa depan Anda."

Eunkyu pun melepaskan sarung tangan kanannya dan memberikan tangannya pada Niki. "Silahkan, Tuan Peramal."

Niki tersenyum mendapatkan panggilan baru. Lalu mengamati garis telapak tangan Eunkyu dengan serius, sementara si empunya tangan tersenyum geli melihat keseriusannya. Sesekali pria itu mengusapnya, membuat garis dengan telunjuknya seperti menggambar sesuatu, dan menampilkan ekspresi yang berganti-ganti.

Roses Wolves [ Jay ENHYPEN ] Sudah Terbit☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang