BAB :: |33| Asya Punya Pacar

51 23 9
                                    

BAGIAN TIGA PULUH TIGA

“Hm, jadi intinya, saya suka sama seseorang yang kalau dijelaskan sebenarnya nggak ada yang menarik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hm, jadi intinya, saya suka sama seseorang yang kalau dijelaskan sebenarnya nggak ada yang menarik. Asli. Ini beneran. Orangnya cuek, dingin, nyebelin, irit ngomong. Pokoknya hal yang biasanya saya nggak suka, justru jadi menarik kalau ada di dia.”

****

Hari keenam SMANBEST Cup.
          Pekerjaan anak-anak pengurus OSIS masih belum selesai. Sudah lima hari mereka berhasil melaksanakan acara dengan meriah, untuk hari keenam akan diadakan perlombaan basket final. Antara SMA Airlangga dan SMA Brawijaya, sebenarnya ada sekolah yang diblacklist dari lomba ini karena aksi penyerangan yang dilakukan SMK Pancasila tempo hari membuat para OSIS memutuskan hubungan apapun dengan sekolah tersebut. Tapi hal tersebut tidak jadi masalah untuk penonton, orang-orang yang datang juga semakin ramai karena dua sekolah yang sedang bertanding itu termasuk sekolah populer di Jakarta dan kebanyakan juga yang ingin menonton rata-rata dari kalangan cewek.

Asya saat ini sedang berada di gedung lantai dua. Menyiapkan aula yang akan digunakan untuk acara stand-up comedy, “Sya, lo kelihatan pucat banget. Udah sarapan?” tanya Vino melihat Asya yang sedang menyusun kotak snack untuk para peserta lomba.

“Belum. Gue tadi kesiangan, nanti deh, biar nyusul.”

“Mendingan lo sarapan dulu, deh. Biar yang handle pekerjaan lo, dibanding nanti pingsan kan tambah repot,” saran Vino. “Di bazar makanannya enak-enak, murah juga. Lo beli di sana aja, atau mau gue beliin? Biar lo tunggu sini.”

“Ya udah deh. Tolong ya. Beliin.” Asya menganggukkan kepalanya, menyerahkan duit sepuluh ribu. “Beliin roti aja, jangan yang berat-berat.”

Vino mengambil uang itu dan segera berlalu turun ke lantai bawah untuk membeli roti di bazar yang disediakan di lapangan.

“Sya, Asya!” Asya menoleh kepalanya ke jendela. Dilihatnya Alisa melongokkan kepalanya di jendela dan memanggil namanya berulang-ulang. “Sya, sini bentar!”

“Apaan?” tanya Asya bingung. “Gue lagi sibuk, Lis, nanti aja.”

“Bentar doang.” Alisa memasang tampang nelangsa, mau tidak mau Asya akhirnya mendesah pasrah dan berjalan mendekati temannya itu.

“Ada apaan?”

“Telepon. Dari Atar.”

“Bilangin gue sibuk.”

Alisa meringis sambil menggelengkan kepalanya, berharap supaya Asya mau mengangkat telepon itu. Kemudian bibir Alisa bergerak berkata, “Please, Sya, angkat aja,” tanpa suara. Dilihatnya Asya sama sekali tidak menghiraukan kata-katanya, Alisa mendengus dan menempelkan ponselnya ke telinga. Sambungan sudah terputus, hanya bunyi tut-tut-tut panjang yang menyahut. “Aduh, mampus gue.” Alisa bergumam dan kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku.

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang