♦ BAGIAN DUA PULUH DUA ♦
Kalau tempat terbaik untuk pulang adalah rumah.
Kenapa harus mampir?
Kalau tempat ternyaman untuk kembali adalah kamu.
Kenapa harus yang lain?- Anonim -
Malam itu Asya memilih untuk berjalan menuju salah satu supermarket komplek sebelah, karena toko-toko di sekitar rumahnya entah kenapa malam ini sudah tutup. Sialnya dia langsung berangkat dan tidak sempat balik ke rumah mengambil motor. Tiba-tiba, langkahnya terhenti saat mendengar seseorang yang seperti sedang merintih kesakitan. Cewek itu lalu berjalan perlahan mendekati sumber suara.
Mata Asya menyipit tajam saat melihat di sudut gang sepi terlihat empat orang sedang mengepung satu cowok yang sudah terbaring di tanah sambil merintih kesakitan. Lalu, rahangnya langsung mengatup saat salah seorang dari empat orang itu memberikan tendangan yang cukup keras pada cowok yang masih terbaring di tanah. Dengan geram Asya mendekat, tetapi tetap berusaha terlihat santai.
“Oh, anak SMA, ya. Masih pealajar ternyata.” komentar Asya melihat seragam putih abu-abu yang terlapis jaket pada masing-masing pengeroyok.
Keempat cowok itu langsung menoleh menatap Asya yang sedang bersandar di salah satu dinding gang yang penuh coretan.
Salah satu cowok yang sepertinya pentolan keempat siswa itu langsung membalikkan tubuh dan sepenuhnya menatap Asya denagan senyum sinis. “Ada cewek yang mau sok jagoan, nih.” ujarnya kepada ketiga temannya yang langsung disambut tawa mengejek.
Asya menegakkan tubuhnya, walaupun sejujurnya sedikit takut juga karena jelas dia bukan superhero seperti Black Widow dalam film Avenger. Namun, karena dia pun bukan orang yang akan berpura-pura tidak tahu saat melihat tindakan sialan seperti sekarang. Jadilah Asya mendekat dengan bermodalkan keberanian yang tidak seratus persen.
Geon. Dalam hati, Asya menyebut nama cowok yang baru saja mengatainnya tadi karena baru saja membuang jaketnya di tanah membuat badge nama dari seragam sekolah yang masih dipakai cowok itu terlihat sekalipun semua kancingnya sudah dibuka. Penampilan cowok itu lebih pantas untuk disebut preman daripada anak sekolahan. Lalu, tatapannya beralih kepada cowok yang sekarang sudah terduduk di atas tanah sambil memgang perut. Wajah cowok itu lebam-lebam. Rahangnya semakin mengatup saat sadar cowok itu satu sekolah dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈
Short Story❝Buat apa berusaha mendekat, kalau akhirnya hanya untuk sesaat?❞ -A story of Jangan Pergi. Berawal dari cerita masa SMA yang terkadang cukup pelik dan rumit. Antara sebuah keinginan, atau takdir yang terkadang tidak berpihak. Cerita yang d...