♦ BAGIAN DUA PULUH LIMA ♦
“Kamu tahu cara membunuh seseorang?
Dekati dia, buat dia mencintaimu.
Lalu pergi tinggalkan dia tanpa sebab yang jelas.”****
Asya datang ke sekolah dengan pikiran kacau-balau. Jika sebelumnya dia bersemangat sekolah, tapi untuk hari ini pengecualian setelah mendengar apa yang dikatakan Kaafi kemarin. Maksudnya tuh apa sih? Ungkapan perasaan? Atau cuma bercandaan seperti sebelum-sebelumnya?
Asya berdecak sambil berjalan dengan langkah penuh emosi, berkali-kali kakinya menjejak lantai dengan penuh tekanan sebagai bentuk ungkapan kemarahan terpendamnya.
Namun, langkahnya memelan saat melihat Firda sedang berbicara dengan seseorang. Hanya saja, karena tertutup tembok, dia tidak bisa melihat orang itu. Jadi, hanya sosok sahabatnya yang bisa dilihatnya. Keningnya sedikit mengerut melihat gestur tubuh Firda yang terlihat seperti menahan tangis.
Dia lagi ngomong sama siapa?
Tadinya Asya ingin mendekat, tetapi saat sadar tindakan itu sopan, akhirnya dia memutuskan untuk meneruskan langkahnya. Namun, langkahnya benar-benar berhenti saat melihat sosok di balik tembok itu meningalkan Firda dan berjalan menuju arahnya. Matanya sedikit menyipit saat memastikan siapa sosok itu.
Fikri?
Asya berdeham singkat saat Fikri semakin dekat dengan posisinya berdiri. Ketika Fikri berhenti sesaat, Asya mengulas sedikit senyum karena menyadari aura cowok itu sedang tidak baik. “Hai.” Hanya sapaan bodoh itu yang terpikir olehnya. Dan, detik itu juga, Asya merutuki dirinya sendiri.
Fikri hanya menggerakkan kepalannya, membalas sapaan itu tanpa melempar senyum, lalu berjalan melewati Asya yang sudah mengerutkan keningnya. Namun, kerutan itu langsung menghilang saat matanya tanpa sengaja melihat Firda masih melihat kepergian Fikri.
Mereka kenapa? Asya hanya bisa bertanya-tanya dalam hati.
****
“Enggak.”
“Fik, gue——”
Fikri mendengus sinis. “Bahkan, gue nggak suka denger lo manggil nama gue.”
“Tapi——”
“Lo bilang apa tadi? Lo pingin balik kayak dulu? Kayak dulu itu yang kayak gimana maksud lo?” Fikri menantang. Dari gesturnya, cowok itu terlihat sangat geram.
“Gue minta maaf. Gue salah. Tapi, lo nggak tah—–”
“Firda!” geram Fikri, hampir berteriak. Cowok itu kemudian membuang napas pelan. “Dulu bahkan kita nggak pernah jadian, jadi jangan pernah bilang kalo lo mau kita kayak dulu. ngerti, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈
Short Story❝Buat apa berusaha mendekat, kalau akhirnya hanya untuk sesaat?❞ -A story of Jangan Pergi. Berawal dari cerita masa SMA yang terkadang cukup pelik dan rumit. Antara sebuah keinginan, atau takdir yang terkadang tidak berpihak. Cerita yang d...