♦ BAGIAN TIGA PULUH EMPAT ♦
“Aku cuma tau, bahwa seharusnya aku nggak pernah biarin kamu masuk ke duniaku. Karena pada akhirnya aku kehilangan kamu sekarang. Tidak ada yang salah. Hanya saja, aku harus selalu ingat bahwa tidak semua harapan bisa jadi nyata.”
****
Pagi itu setelah Asya sampai di sekolah, Asya langsung dihadang oleh Firda dan Alisa saat ingin masuk ke kelas. Bahkan yang gadis itu liat, beberapa murid di koridor depan kelasnya bergerombolan membisikkan sesuatu. Ada juga yang lalu-lalang seperti ingin pergi ke suatu tempat. Membuat Asya sampai kebingungan dan bertanya-tanya keheranan melihat ekspresi mereka yang tampak panik. “Asya, lo ikut kita sekarang, teman-teman juga mau ke sana.” kata Frida tancap gas. “Kita ngelayat ke tempat Atar.”
Asya mengernyit bingung. “Siapa yang meninggal, Fir?”
“Mamanya Atar, buruan kita ke parkiran nyusulin temen-teman.”
Kaget mendengar informasi barusan, Asya segera gerak cepat, dibantu teman-temannya yang akan mengatakan kepada guru tentang izinnya. Tidak satu kelas yang ikut ke sana, hanya beberapa siswa yang mewakili, di karenakan Atar adalah bagian kelas itu, “Udah diizinin sama guru piket, tadi gua liat ketua kelas kalian minta izin buat ngelayat,” kata Alisa, ia beda kelas dengan kedua sahabatnya namun karena koneksi Alisa di sekolah banyak jadi dia tidak kesusahan meminta izin kemana pun.
Alhasil Asya segera menuju ke lantai bawah dan masuk ke dalam mobil Firda. Mereka semua segera mendatangi tempat ibunya Atar dikuburkan.
Dengan cuaca yang kelabu serta matahari bersembunyi di balik awan abu-abu diikuti titik-titik hujan nan gerimis mulai berjatuhan ke permukaan bumi menemani orang-orang berpakaian hitam yang berada di pemakaman umum. Begitu sampai, Asya bisa melihat kerumunan orang seperti semut hitam memadati area pemakaman. Asya dibantu teman-teman sekelasnya menerobos ke kerumunan terdepan. “Sya, lo aja yang ke depan, kita di barisan belakang aja.” jadilah Asya menuruti kata-kata Firda.
Asya melihat Atar dengan berpakaian koko hitam, peci dan kacamata menutupi wajahnya. Dilihatnya cowok itu menundukkan kepala. Berharap pada hujan agar turun lebih deras agar dia bisa menangis bersamaan turunnya hujan, meminta agar hujan menyembunyikan air mata dan juga pada petak-petak tanah sebagai tanda rindu yang dijejak sebagai tempat awal dan terakhir peristirahatan ibunya. Pemakaman berlangsung khidmat dan penuh air mata sampai acara penutupan. Begitu ustadz selesai mengucapkan doa, para pelayat bergegas berbalik dan meninggalkan pemakan mengingat hujan yang turunnya perlahan-lahan mulai deras tidak lagi berupa gerimis.
Atar sedang menaburkan bunga dan mengusap batu nisan ibunya saat Asya berniat mendekati Atar, tapi langkah Asya berhenti tiba-tiba tepat di belakang Atar sewaktu dilihatnya Mama angkatnya menghampiri cowo itu dan mengusap punggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈
Short Story❝Buat apa berusaha mendekat, kalau akhirnya hanya untuk sesaat?❞ -A story of Jangan Pergi. Berawal dari cerita masa SMA yang terkadang cukup pelik dan rumit. Antara sebuah keinginan, atau takdir yang terkadang tidak berpihak. Cerita yang d...