Kisah Kata Kita

4.7K 898 955
                                    

F A N A  M E R A H  J A M B U 🥀

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

F A N A  M E R A H  J A M B U 🥀

Jatuh cinta.
Katanya cinta tak pernah salah.
Seindah di buku dongeng, semenarik novel cinta.

Tapi aku salah. Cinta tak seindah itu. Cinta begitu menyakitkan. Kutukan rindu, jarak, dan waktu itu tak pernah main-main!

Mungkin, yang hilang tak usah diharapkan untuk pulang. Dan yang pergi, tak usah dicari lagi. Percayalah, aku pernah memaksa Tuhan untuk menjadikanmu milikku. Hingga sampai aku sadar, bahagiamu mungkin bukan aku. Seketika aku sadar, bahwa aku sudah egois. Menjadi seorang pemaksa atas garis takdir ciptaan-Nya.

Menunggu tanpa tau apa yang sedang ditunggu. Ingin pergi tapi tak tau apa harus ditinggali. Berdiri di tengah-tengah kondisi yang tidak memberi kepastian.

Dan itu hanyalah sebagian hal yang menyakitkan yang harus dirasakan. Ketika engkau jatuh cinta ...

📖

Retorika jatuh cinta.

          Dalam sebuah proses, terkadang masih ada sesuatu yang tidak disadari. Sesuatu yang tersembunyi. Jauh dari akal sehat. Saat ironi dalam kembali terjadi. Saat itulah kenyataan membangunkan kesadaran yang sempat hilang. Kenyataan bahwa poros dunia yang kita miliki tidak selalu luas, itu benar terbukti.

Aku, kamu dan dia.
Kita. Pernah hidup dalam suatu proses yang sama. Terpisah dengan waktu dan jarak. Dan kembali membawa permasalahan yang rumit. Ketika seseorang menyatakan bahwa ia sudah mulai membuka sedikit celah di hatinya untuknya.

“Kalau boleh jujur, saya sudah membuka celah di hati saya untuk kamu. Rasa itu masuk tanpa lebih dulu mengetuk ....”

Dunia seakan berhenti berputar dan waktu berhenti berdetak saat kalimat itu terucap dari bibir itu. Sekali dalam enam belas tahun hidupnya, ia merasa sangat bahagia. Dan itu semua karena sebuah nama yang mampu membuat jantungnya berdebar kencang hanya karena memikirkannya.

Kita sama-sama sedang menyimpan. Ada yang bersuara, ada yang diam. Kita sama-sama sedang melaju maju. Ada yang perlahan ada yang tak tertahan.

          Rasa ragu yang tiba-tiba datang. Ada saat di mana berada pada sebuah pilihan, kesalahan seseorang memilih antara dia yang sekarang atau dia di masa lalu. Ketika tiba di fase terlalu lelah menyalahkan diri sendiri. Hidup gelisah. Dengan perasaan kau yang paling bodoh, yang paling salah. Dengan hal yang kau benci adalah dirimu sendiri. Tidak ada celah mencintai dirimu sendiri atau apapun yang kau lakukan.

“Pertama kamu memutuskan untuk pergi. Ke dua kamu menyesali keputusan itu. Dan ke tiga kamu akan sadar bahwa apa yang telah kamu buang tidak bisa kamu ambil lagi.”

Sesempurna apapun kriteria yang kamu tetapkan untuk menjadi pasanganmu. Tetap saja pada akhirnya kamu akan jatuh kepada dia yang bisa membuatmu nyaman. Dan kriteria yang kamu tetapkan, sudah tak lagi kamu pedulikan.

          Seseorang yang membuatmu kecewa, bukanlah alasan untukmu berhenti bahagia. Dia yang mengukir luka di hati, bukanlah alasan untukmu menutup diri. Dia yang bermain curang, bukanlah alasan untukmu berhenti menerima kasih sayang. Sebab di luar sana masih banyak orang yang memperhatikanmu serta menyayangimu. Dan dia yang mengukir luka di masa lalu adalah dia yang harus kau jadikan sebagai guru. Guru untuk perjalanan yang lebih baik.

          Bagi sebagian orang lebih baik mempertahankan, dari pada melepaskan. Lebih baik disakiti, dari pada menyakiti. Tapi bodohnya, orang yang diperjuangkan, tak pernah memperdulikan kehadirannya. Masihkah rela terus berdarah-darah? Untuk orang yang salah? Masihkah ingin mempertahankan, untuk orang yang jelas-jelas ingin meninggalkan? Ibarat kamu tak bisa berenang, namun kamu memaksakan untuk berenang. Ya akan tenggelam, lalu mati.

Sempat saatnya tiba, di mana yang dulunya sibuk memperjuangkan, bakal berbalik arah menjadi mengabaikan. Dan saat itulah kamu tersisih oleh sosok lain. Dan tak pantas untuk mengajak berjuang kembali.

“Pegang tangan ini, ayo kita melangkah bersama. Akan gue buat, diri gue sendiri sebagai obat untuk hati yang lo miliki. Meskipun pahit, obat bisa menyembuhkan, kan?”

Namun, setelah sosok lain tersebut mengenal baik dan sering menggodanya dengan berbagai macam rayuanya. Yakin jika itu bukanlah perasaan tertarik belaka. Melainkan, perasaan baru yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Dan ia tahu itu sangat berbeda.

Sayangnya, kata-kata lanjutan dari ucapan gadis ini membuat mereka kembali jatuh dari langit sampai ke dalam dasar lautan. Menimpa sebuah terumbu karang. Yang meremukkan tubuhnya.

“... Tapi, gue masih nggak yakin kalau gue bisa membalas perasaan itu. Hati gue seakan menolak semua hal itu.”

Dan kini, rasanya seperti merasa bom atom baru saja meledakkan dirinya dan membuat tubuhnya hancur berkeping-keping.

          Tak selamanya yang meninggalkan itu salah, dan yang ditinggalkannya itu benar. Beberapa hal, beberapa keadaan, justru mendukung seseorang untuk sebaiknya berani melepaskan. Lepas dari yang sesak. Pergi dari yang menyakiti. Sendiri lebih baik, dari pada berdua, tapi kerap terluka. Seringkali terluka dan dikecewakan. Tak ada restu di dalamnya. Semakin lama mempertahankan, semakin sulit untuk melangkah bersama.

Jadi lebih baik, berhenti di sini. Putar balik arah, karena kita harus berpisah.

Mungkin itu pesan dari Tuhan.
Bahwa kata-Nya.
“Sudahi saja, lepaskan. Akan ada yang lebih baik untukmu.”

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang