BAB :: |20| Prioritas Simpang Dua

685 223 128
                                    

♦ BAGIAN DUA PULUH ♦

“Satu-satu aku sayang kamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu-satu aku sayang kamu. Dua-dua kamu sayang dia. Tiga-tiga kita temenan aja. Satu dua tiga, friendzone selamanya.

- Anonim -

****

          Suasana hening. Mata Asya menjelajah ke seluruh penjuru kelas, lalu mendapati wajah-wajah serius teman sekelasnya. Ia menghela napas, ikut merasakan hal yang sama. Ulangan kali ini benar-benar seperti dipaksa gantung diri. Semua karena Bu Salamah yang punya tatapan jeli itu memberi soal yang jawabannya bisa beranak-pinak.

          Asya tahu semua orang di sana sedang menunggu lenggahnya beliau, dan begitu momen itu tiba, temannya langsung sibuk saling bertannya. Sebagiannya hanya diam, entah karena mereka bisa mengerjakan atau justru sedang menanti keajaiban Tuhan. Ia sendiri hanya bisa menunduk, pasrah dengan jawaban yang sudah dituliskan.

“Pt = Po + (B -D) + (Mi - Mo). Di mana Po adalah jumlah penduduk pada waktu terdahulu. Pt adalah jumlah penduduk pada waktu sesudahnya. Bla bla bla, bodo amat.”

          Gumam Firda membuat Asya menoleh dan menatapnya iba. Di saat yang sama, Bu Salamah bangkit dan meminta semua siswa mengumpulkan lembar jawaban. Asya berdiri, Firda juga. Tapi ekspresi mereka berbeda. Asya memasang ekspresi wajah biasa, sedangkan Firda seolah kehilangan setengah nyawanya. Saat Bu Salamah membubarkan kelas dan berlalu, Asya masih bisa melihat Firda yang justru duduk termangu.

“Lo nggak pulang?” Asya bertanya sambil sibuk membereskan sisa alat tulis yang tercecer di meja.

“Nggak!” Firda menenggelamkan wajahnya pada tas yang kemudian dia banting di atas meja. “Soalnya sisa satu yang belum gue kerjain! Hibur gue kek! Ceritain apa gitu.”

Asya memutar bola matanya, mencari sesuatu yang mungkin akan menarik untuk diceritakan. “Kalau cerita tentang Kaafi gimana?” tawarnya sambil menaikkan alis.

“Kaafi kenapa?” seketika Firda mendongak dengan tatapan antusias.

Asya menatap sekitar, memastikan tidak ada yang mendengarkan pembicaraan mereka.

“Kaafi bilang kalo dia sayang sama gue.”

Mata Firda membulat sempurna. Tampaknya, gosip baru membuatnya bersemangat. “Ceritain ... se-mu-aaa!” peritahnya, yang sepertinya sudah lupa bahwa tadi dia berada di ambang hidup dan mati hanya gara-gara satu lembar soal ulangan.

Asya menghela napas panjang dan menceritakannya. Tidak terlalu detail, hanya intinya saja. Lalu ceritanya sampai pada babak di mana ia mengingkari janjinya karena Atar. Firda yang tadinya tersenyum pun seketika menekuk wajahnya.

“Lo jahat! Sumpah!”

“Tapi kan dia bilang lagi nggak bisa juga.” bela Asya.

“Itu biar lo nggak ngerasa bersalah doang! Dih, sama matematika aja bisa paham. Tapi sama orang lain ... MasyaAllah lemotnya. Manusia apa kalkulator, sih lo?”

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang