BAB :: |3| Dia dan Sebuah Buku

1.9K 672 716
                                    

♦JANGAN PERGI♦

"Kau selalu mampu membuatku jujur mengenai segala hal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau selalu mampu membuatku jujur mengenai segala hal. Kecuali satu, perasaanku."

“ADUH!” Asya mengelus jidatnya yang terbentur dagu seseorang yang baru saja ditabrak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“ADUH!” Asya mengelus jidatnya yang terbentur dagu seseorang yang baru saja ditabrak. “Maaf,” mohonya tanpa menatap sosok yang saat ini masih berdiri di depannya.

“Argh,” sosok itu mengerang kesakitan, “Dagu gue berdarah!”

Karena khawatir, Asya mendongak untuk memastikan. Jemarinya terulur ke bagian wajah yang barusan disebut cowok itu berdarah, tapi yang tertangkap pandangannya adalah tawa hangat yang membuat jantungnya bekerja dua kali lebih cepat.

“Enggak lucu.” ucapnya datar, menurunkan tangannya.

“Bercanda,” ujar cowok itu kemudian.

          Lengkungan bibir Kaafi mulai meredup. Mengingat ia masih harus bersembunyi dari kejaran Angel yang mulai mendekat, berseliweran binggung di dekat mereka. Menggeser tubuh lebih masuk ke sudut tembok, jemari tangan Kaafi terangkat membekap mulut Asya jaga-jaga jika gadis itu keceplosan.

          Mata Asya membelalak, perutnya mendadak bergejolak. Entah karena senyum hangat cowok itu atau karena aroma mint khas cowok yang menghampiri indra penciuman Asya. Sentuhan yang terasa seperti sengatan listrik, bahu gadis itu saling menempel dengan bahu Kaafi. Buru-buru ia berkelit, tanpa pikir panjang dengan kesal Asya lalu menggigit jari Kaafi.

“Arghh!” keluhnya mengerang tertahan, “Heran, jadi cewek nafsuan banget, ini berdarah beneran, tauk!”

“Gue? Harusnya lo yang—–”

          Cowok itu membekap Asya sekali lagi. Baiklah, Kaafi mengaku salah menjawab, ia terlalu lebay. Faktanya memang tidak ada darah setetes pun, hanya saja berbekas kemerahan karena gigitan Asya, tidak sakit juga. Melihat sosok Angel yang sudah sangat dekat. Refleks, cowok itu mengendap-endap lalu berlari mengambil jalur bertolak lain dengan Angel. Sadar atau tidak sadar jemarinya ikut menggenggam lengan mungil di sisinya.

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang