BAB :: |28-A| Supernova Paling Dramatis

345 141 29
                                    

♦ BAGIAN DUA PULUH DELAPAN ♦

“Ada yang bersama tapi bukan kita

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada yang bersama tapi bukan kita. Ibarat kamu eksoterm dan aku selalu menjadi endoterm yang nggak bakal ketemu, lalu tentu saja ... seperti di deret volta ketika kamu itu katoda dan aku selalu menjadi anoda, dekat kaitan tapi berlawanan tujuan.

- Kaafi, ilmuwan kimia yang mabuk mirasantika -

****

          Biasanya rutinitas Asya tiap malam Minggu, yaitu baca novel di kamar sambil ditemani Nino yaitu adiknya yang menonton televisi, tapi untuk hari ini rutinitas itu diinterupsi oleh kedatangan Kaafi yang tiba-tiba. Datang ke rumah dengan mengenakan kaus Pollo berwarna putih dan meminta izin pada papa Asya untuk membawa anaknya jalan-jalan. Biasanya papa Asya termasuk tipe yang protektif dalam urusan keluar malam, apalagi Kaafi itu cowok, yang masih belum tahu niatnya kemana lalu dengan nekatnya datang ke rumah.

          Asya membatin heran ketika turun dari tangga dan sudah berganti baju, ini benar-benar di luar dugaan. Asya agak terkejut waktu tahu tiba-tiba Kaafi datang ke rumahnya. Malam ini sama dengan sebelum-sebelumnya, Kaafi mengemudikan mobil sedan-dengan alasan dingin kalau malam-malam nak motor. Asya duduk di mobil Kaafi tanpa berbicara apa pun, menikmati padatnya jalanan Ibu kota saat malam hari. Berhubung Asya jarang keluar malam sejak masuk SMA, jadi ini adalah kali pertama dia jalan-jalan mengelilingi kota Jakarta usai merasakan masuk putih abu-abu, dengan seorang cowok, pula.

Kaafi membawanya ke sebuah restoran mewah bergaya bintang lima. “Yuk, turun.” Kaafi memarkirkan mobilnya dan mereka berdua turun dari mobil.

“Kok bawa gue ke sini?” tanya Asya dengan kernyitan bingung di kening.

“Saya pingin ngenalin kamu.”

“Ngenalin ke siapa?!” Asya tersentak. "Gue pakek baju kayak gini loh." baju Asya memang santai, khas anak muda, bukan dress yang biasanya dipakai orang-orang kalau pergi ke restoran mewah. Tapi untungnya juga Kaafi berpakaian sama santainya, jadi bisa mengimbangi penampilan Asya.

Cowok itu tertawa lucu. “Udah masuk aja dulu, entar tau juga kalau udah di dalam.”

Asya menggeleng, tapi genggaman tangan Kaafi akhirnya meluluhkan hati Asya. Dia dibawa masuk ke dalam, suasana asing menyambut Asya. Suasana yang riuh dengan denting piano memenuhi ruangan. Lampu-lampu kaca bergantungan menambah kesan elegan, dan benar saja, orang-orang terlihat berpakaian gaun di dalam restoran tertutup itu. “Kaaf, balik yuk? Bawa gue ke monas aja deh, jangan ke sini.”

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang