BAB :: |30-A| Bukan Drama Biasa

252 113 65
                                    

♦ BAGIAN TIGA PULUH ♦

“Ada saatnya aku yang senang,kau yang terjebak kenang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ada saatnya aku yang senang,
kau yang terjebak kenang.
Ada saatnya aku berhenti mengejar,
kau yang menyesal.
Bersama yang lain kau dipertemukan,
dan kita hanyalah kenangan.

— Angelica, ratu drama dalam dunia fatamorgana —

****

          Sudah tiga hari Asya disibukkan dengan aktivitas OSIS yang memang benar-benar padat, menjelang persiapan SMANBEST Cup (SMA Nusa Bestari Cup), berhubung dia adalah pengurus OSIS ‘tambahan’ makanya beruntung karena tidak mendapat bagian sebagai ketua bagian. Asya mendapat sebagai anggota panitia, di bawah wewenang Dodit yang membantunya mengurus sponsor dan iklan. “Lo udah ke radio Gita Nada?” tanya Dodit mengecek anggota-anggotanya.

“Udah, Dit. Gue udah ke Gita Nada kemarin, katanya iklan kita bakal disiarkan hari ini, jam lima sore. Soalnya biasanya anak-anak remaja denger radio jam segitu. Gue juga udah nemuin beberapa sponsor yang bakal berpartisipasi dalam bazar nanti.”

“Oke deh. Bagus.”

“Nggak ada masalah?” Rizky muncul di pintu OSIS, cowok itu terlihat lelah. Karena dari semua anak-anak, yang paling capek dan banyak urusan adalah ketua OSIS. Dia yang mengatur dan meng-handle semuanya, memastikan projek terakhir mereka sebelum kelulusan akan berjalan dengan baik sehingga meninggalkan kesan yang tidak terlupakan sepanjang angkatan, baik untuk guru atau adik-adik kelas. “Lo kelihatan pucet Sya, udah makan? Lo kurang istirahat deh. Dit, lo kasih waktu istirahat dong, kasian tuh anak buah lo.”

“Ya iyalah. Gue juga punya nurani. Emangnya elo, Kak?” tohok Dodit. “Yang kerjaannya neleponin gue jam dua malem buat nanyain proposal, dikiranya gue kalong yang nggak butuh tidur.”

“Abis gue gelisah kalau belum selesai. Mau pastiin aja. Berhubung hari ini semuanya udah kerja keras, gue traktir deh istirahat ntar.”

“Demi?” Vivi—teman sekelas Rizky, yang juga anak OSIS—langsung menoleh. Vivi adalah spesies paling irit sekaligus batu di pengurusan OSIS. Waktu Rizky tidak sengaja menghabiskan pena Standart-nya yang berharga dua ribu, reaksi Vivi berlebihan seolah-olah Rizky mencuri pena seharga lima juta. “Mau dong gueee, mauu!!”

“Giliran ditraktir aja cepet. Dasar. Modus banget.”

“Kapan lagi ketos kita nraktir? Kalau nggak saat-saat ini, inget loh kita bentar lagi pisah. Lagian bagi-bagi jugalah, lo kan abis gajian.”

“Gajian?” Asya mengernyit.

“Iya, Rizky, kan kerja juga, dia ngirim essai ke media cetak gitu.”

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang