BAB :: |13| Dompet Caci Maki

1.1K 351 324
                                    

♦ BAGIAN TIGA BELAS ♦

🍁🍁🍁

Bagaimana mungkin kamu bersikap jahat. Karena nyatanya memang aku yang terlalu berharap.
Jika ada yang suka kamu tanpa mampu mengungkapkan, itu pasti aku.

          Bus yang dikendarai gadis itu berhenti di halte sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Bus yang dikendarai gadis itu berhenti di halte sekolah. Sejak kejadian kemarin, papa gadis itu sudah kekeh untuk selalu mengantar jemput ke sekolah, sebenarnya ia tidak ingin harus diperlakukan seorang puteri istana. Seperti planet Saturnus yang memiliki cincin yang melingkar, seolah memiliki batas. Ia ingin hidup bebas. Papanya mulai over protectif sejak setahun yang lalu tepatnya setah kejadian naas itu. Tapi Asya cukup mengerti. Namun hari ini dan selanjutnya, itu tidak akan terjadi lagi.

Asya berlari kecil menghampiri ke dua temannya yang baru saja masuk di area sekolah, “Gue nggak salah denger, kan. Siapa yang nanti mau jadi designer?” langsung mengapit leher Firda dan Alisa menggunakan lengannya, membuat ke duanya kehilangan keseimbangan dan hampir jatuh.

“Kok udah masuk sekolah aja. Emang lo udah sembuh?” langkah mereka terhenti, Firda melirik pelipis Asya yang masih terlihat sedikit memar.

Ish, gimana gue bisa sakit kalau kalian selalu perhatian.” Asya tersenyum lebar hingga menampilkan sederet gigi putihnya. “Oh, ngomong-ngomong siapa yang mau jadi designer?”

Alisa menggerakkan ke dua alis ke arah temannya, “Firda mau jadi designer katanya. Karena terinspirasi dari tante super cantiknya yang baru aja pulang dari menyelesaikan S2-nya di luar negeri. Sekaligus menjadi tutor dan motivator Firda untuk saat ini.”

“Dari kecil mimpi yang gue inginkan itu jadi seperti kayak tante, jadi designer. Apapun yang dia lakukan pasti selalu it's so perfect di mata gue, atau enggak mungkin selalu mendekati kata sempurna. Totalitas pokoknya.” antusias Firda menceritakan sambil menerawang kagum.

“Semangat!” ucap Asya dan Alisa kompak bersamaan, mengangkat genggaman sebelah tangan, menyemangati. “Kita selalu dukung apapun itu yang terbaik buat lo.” lanjut Asya.

          Dua detik yang lalu bel masuk berbunyi. Grusak-grusuk suara dari mulut lain mulai menyeimbangi langkah mereka menuju kelas masing-masing. Dari sekian siswa yang melangkah ke ke arah yang sama, hanya satu orang yang malah berjalan ke arah sebaliknya. Asya memang tak peduli, namun langkahnya terhalang cowok itu, melangkah ke kanan dia mengikuti dan melangkah ke kiri pun sama saja. Asya jengah, mengalah memberikan jalan untuknya. Atar kemudian melanjutkan jalan seraya tidak peduli. Baiklah, gadis itu mulai peduli.

“Berhenti!” Asya memutar badan, melangkah menghalangi Atar. “Lo mau kemana? Jalan ke kelas kita itu ke arah utara, bukan malah ke timur. Sekolah ini bukan hanya tempat-prasarana buat nongkrong asal lo tau.”

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang