"Jangan pernah tersenyum kalau hati kayak termos. Di luar adem, di dalam panas. Lebih baik blak-blakan dari pada panas dalam."
Pesta itu diadakan di halaman sebuah hotel dengan dekorasi bernuansa serba merah muda. Lampu berwarna kuning bergantung sedemikian rupa di berbagai tempat, berikut pernak-pernik lain. Yang membuat Asya takjub adalah floating candle yang tersusun dan mengambang rapi, membentuk tulisan ‘Happy Birthday, Angel’ di atas kolam yang tenang.
Suara musik yang lembut mengalun. Fajar terus menatap lekat Asya yang memegang gelas minuman sirup berwarna merah dengan canggung karena berada di tengah kerumunan orang-orang.
“Bosen?” tanya Kaafi memecah lamunan.
Banget!
Asya ingin kabur dari sana. Banyak orang dari sekolahnya, tapi tidak ada yang Asya kenal karena kelas mereka berbeda. Ada beberapa, terlebih dengan baju dan make up yang jelas bukan dirinya. Apalagi tatapan membunuh Angel yang menyambut kedatangan ia dengan Kaafi.
“Gue seneng,” dustanya, walau sebenarnya ia ingin lenyap dari tempat itu sekarang juga.
“Bagus deh.” senyum Kaafi mengembang, seolah semua baik-baik saja.
Acara masih berjalan dan suasana mulai terasa ingar-bingar. Keriuhan mulai terdengar di panggung pesta. Sejak awal Angel memang terlihat mencolok dengan gaun putihnya.
Asya tersenyum kaku, merasa dirinya adalah medan negatif untuk segala euforia di sana. Semua tamu undangan bernyanyi untuk Angel tepat saat lilin dengan angka tujuh belas itu dinyalakan. Pembawa acara memandu dengan tawa riang hingga api di atas lilin ditiup. Angel kini memegang pisau kue dan senyum lebar menghias paras cantiknya. Sorak lagu masih menggema hingga semuanya berubah menjadi tepuk tangan meriah. Kue pertama Angel berikan kepada orangtuanya.
“Kue selanjutnya ... siapa nih, orang sepesial yang bakal dapet potongan kue ini?” pembawa acara dengan jas berwarna putih mulai menggoda Angel yang tersipu. Matanya mulai menjelajah dan berhenti tepat di tempat Asya berdiri. Tidak, bukan Asya yang gadis itu tatap ... tapi Kaafi.
Asya menoleh dan mendapati raut memelas Kaafi. Bertepatan dengan itu, suara Angel terdengar memangil nama cowok di sampingnya.
“Asya, kalau saya nggak selamat, kamu order taksi online buat nganterin kamu pulang, oke?”
Asya hanya bisa mengernyit heran mendapati senyum tertahan di bibir Kaafi. Entah mengapa, melihat wajah cowok itu membuat rasa canggung di dadanya sedikit memudar. Tapi, tunggu ... jadi barusan itu Angel sedang mencuri pasangannya terang-terangan, begitu?
Rasanya Asya ingin melempar Angel dengan sirup yang ia pegang. Dadanya bergemuruh melihat gadis itu bertingkah manja pada Kaafi. Karena tak tahan, ia memutuskan untuk menjauh, enggan mengikuti acara yang sejak awal memang ia rasa tidak cocok dengannya. Tapi sebelum pergi ia masih sempat menengok, mendapati Kaafi menghela napas panjang dan menengok ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈
Short Story❝Buat apa berusaha mendekat, kalau akhirnya hanya untuk sesaat?❞ -A story of Jangan Pergi. Berawal dari cerita masa SMA yang terkadang cukup pelik dan rumit. Antara sebuah keinginan, atau takdir yang terkadang tidak berpihak. Cerita yang d...