BAB :: |6| Gerbang Hukuman

1.4K 541 437
                                    

♦ BAGIAN ENAM ♦

"Sayangnya kamu belum tau sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sayangnya kamu belum tau sih.
Aku juga punya harapan.
Berharap suatu saat aku-kamu bisa menjadi kita, misalnya.. "

          Kaafi menarik gas sampai batas maksimum, motor yang dikendarai melaju sangat cepat membelah jalanan yang lenggang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Kaafi menarik gas sampai batas maksimum, motor yang dikendarai melaju sangat cepat membelah jalanan yang lenggang. Garis finish yang ditentukan sudah ada di depan mata, tempat di mana para suporter berteriak menunggu kedatangan dua orang yang sedang berusaha mencapainya.

         Kaafi merasa sudah melakukan yang terbaik, tapi Atar mengalahkannya dengan mencapai garis finish lebih dulu. Hanya berselang dua detik, ia menarik rem dan sampai di garis finish. Oji dan dua temannya yang lain menyambut kedatangan cowok itu, menepuk-nepuk pundak punggungnya memberi semangat.

Kaafi melepas helm, menaruhnya di atas motor, lalu menghela napas lelah.

“Atar sering pakai jalan ini buat balapan kayaknya,” ujar Oji sambil memperhatikan euforia kemenangan tim Atar. Teriakan-teriakan suporternya saat mengejek mereka, membuat Kaafi ingin menyumbat telinganya. “Gila mereka, tuh!” Oji menatap tak suka ke arah lawan sementara tangannya mengulurkan sebotol air mineral untuk Kaafi.

“Gue, kan, udah bilang sama lo, ini cuma buang-buang waktu.” Fikri memperhatikan sekeliling. Tali kamera menggantung di tengkuknya, dia memotret beberapa sudut jalan yang lenggang, yang jika diteruskan maka arahnya menuju salah Kota Wisata Jakarta.

“Gue boleh minta tolong sesuatu nggak, sih?” tanya Gusti, “Kaki gue gemetaran tadi lihat lo tadi. Sumpah, Kaaf. Jangan lakuin ini lagi.” ini pertama kalinya Fikri dan Gusti melihatnya ikut balap liar, karena biasanya ia meminta Oji menemani. Itupun hanya ikut sekali dua kali, Oji nggak pernah absen untuk menyodorkan botol air mineral pada Kaafi dan selalu menjadi suporter tunggal.

“Gue bilang, jantung bakalan mpot-mpotan, lo nggak percaya.” Oji meraih botol air mineral dari tangan Kaafi yang sudah habis setengahnya. “Susah emang ngajak tua bangka kayak lo, Gus,” ejek Oji. Kemudian dia menatap Kaafi. “Ribet banget dia teriak-teriak dari tadi, segala nyebut tahmid sampek takbir.”

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang