BAB :: |31-A| Gading Yang Retak

213 84 28
                                    

♦ BAGIAN TIGA PULUH ♦

“Kelak kamu akan merindukan sesuatu dariku, yang tak akan pernah kamu temukan pada orang lain

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelak kamu akan merindukan sesuatu dariku, yang tak akan pernah kamu temukan pada orang lain.

Atariksa, pribumi yang bermimpi ingin pergi ke galaksi bima sakti, kecuali ke matahari

****

          Atar membawanya keliling tanpa memberi tahu tujuan mereka sebenarnya. Sepanjang perjalanan Asya ingin bertanya, tapi takut cowok itu tidak mendengarnya. Sampai akhirnya Atar memutar-mutar arah laju motornya melewati jalanan yang familiar.

Mereka berdua hanya berkeliling di daerah dekat sekolah.

“Kita nggak jadi pulang?” tanya Asya setengah berteriak karena bising. Ia merasa tidak nyaman. Bagaimanapun, ia masih memikirkan permintaan Alisa dan Firda tempo hari untuk menjauhi Atar.

“Lo mau pulang?” tanya Atar setelah membuka kaca helmnya.

Asya menarik napas panjang karena tingkah Atar yang selalu menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan balik.

Sabar Asya, daripada lo diturunin di tengah jalan.

“Nggak juga, sih. Tapi ... panas. Lagian, mau ke mana bawa tas segede itu?” Asya meneliti tas ransel coklat di depannya, karena sejak di kelas tadi pagi Asya tidak menyadari bahwa Atar membawa ransel. Mungkin saat Asya sedang rapat OSIS, cowok itu pulang ke rumah dulu lalu kembali lagi ke sekolah.

“Minggat,” sahut Atar santai.

Tak yakin dengan apa yang didengarkannya, Asya kembali bertanya, “Apaan?”

“Minggat.”

“Hah?!” pekik Asya kaget.

“Budek!”

“Astaga!” Asya mencubit keras pinggang Atar setelah berhasil mencerna satu kata yang sejak tadi mengganggunya.

Refleks, Atar membanting setang. Motornya yang mereka tumpangi mendadak berhenti di tepi jalan.

“Lo kenapa?” tanya Atar dengan tatapan panik.

“Lo minggat?”

Seperti menjilat ludahnya sendiri, sekarang malah Asya yang tak mengacuhkan pertanyaan Atar.

Tangan cowok itu mengepal kuat. “Mau mati, ya?”

“Ish! Serius! Terus ... papa sama mama tiri lo kasih izin?” kening Asya berkerut. Tampangnya khawatir. Matanya menatap Atar meminta penjelasan.

“Asya,” tutur Atar melunak, “Sejak kapan minggat butuh izin?”

Asya diam karena menyadari sesuatu. Kenapa sih tingkat ketololannya meningkat kalau sedang bersama Atar? Rasanya ada saja bahan bagi Atar untuk menghujatnya.

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang