♦ BAGIAN DUA PULUH ENAM ♦
“Buka mata kamu sayang.
Cinta juga butuh dilogikakan.
Jangan melulu soal hati dan perasaan.”****
Di jam pelajaran ketiga sekarang, seorang siswa sedang hanyut dalam mimpi. Wajahnya ditenggelamkan pada kedua tangan. Yang terlihat hanya rambut hitam cepaknya saja. Kaafi berharap, semoga di mejanya tidak ada pulau sepanjang jalan kenangan karena itu akan mengalihkan fokusnya dari game di ponsel yang ia sembunyikan di bawah meja. Jempolnya tidak berhenti menyentuh layar. Kadang cowok itu mengumpat pelan tanpa peduli dengan pelajaran.
“Main game apa nih?” tanya suara bariton yang sepertinya tertarik dengan apa yang sedang Kaafi lakukan.
“WormsZone.io,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari layar, “Jangan gangu, udah panjang ini.”
“Seru, ya?”
“Iyalah, dari pada dengerin Pak Yudi nyeritain sejarah hidupnya. Suntuk gue,” cibirnya, “Jangan keras-keras, berabe kalau ketahuan.”
“Kalau Pak Yudi ikutan main boleh nggak. Kaafi?” suara itu mendadak terdengar lebih lantang mengerikan.
Kaafi pun merasakan sesuatu yang tidak lazim. Entah mengapa bulu halus di tengkuknya meremang. Mendadak pikiran aneh muncul dalam kepalanya. Apa sosok yang bertanya padanya barusan adalah setan penunggu kelas? Atau sebenarnya waktu telah berhenti dan ia tak lagi berada di bumi? Bisa jadi alien menculiknya tanpa ia sadari.
Kaafi hanya diam dan meletakkan ponselnya secara perlahan-lahan. Ia menghela napas dalam sebelum akhirnya suara batuk yang khas menahan ia menahan napas.
“Kiamat,” gumamnya pelan.
Sekarang rasanya kelas berporos pada dirinya. Kaafi tahu ia ganteng, tapi tidak biasanya teman-temanya sekelasnya menatap dirinya sedemikian tertariknya. Benar-benar firasat buruk.
“Kok ditaruh lagi handphone-nya? Kan Pak Yudi mau pinjem,” ucap guru itu degan penuh penekanan.
Please, Tuhan ..., kasih bintang jatuh ke halaman sekolah detik ini juga.
Perlahan Kaafi membalikkan badan dan menengok ke arah suara, mendapati wajah datar Pak Yudi menyambutnya.
Demi apapun, ini lebih serem dari setan atau alien!
“Anu, Pak Yudi, jangan. Baterainya abis, lagian nanti Kaafi malah kesaing gaulnya sama Bapak.” Ia meringis, berharap guyonannya dapat mencairkan suasana. Tapi ternyata justru muka marah Pak Yudi yang ia dapati.
Alamat gagal jajan mie ayam ini, batin Kaafi berteriak bebarengan dengan suara perutnya.
Pak Yudi tertawa meledak. “Kaafi, tolong berdiri di depan kelas sampai bel. Sambil tersenyum, ya.” Nada perintah tersirat jelas di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈
Short Story❝Buat apa berusaha mendekat, kalau akhirnya hanya untuk sesaat?❞ -A story of Jangan Pergi. Berawal dari cerita masa SMA yang terkadang cukup pelik dan rumit. Antara sebuah keinginan, atau takdir yang terkadang tidak berpihak. Cerita yang d...