♦ BAGIAN DUA PULUH TUJUH ♦
“Barangkali, mengungkapkan dan menyugesti diri agar menerima hal-hal yang telah melukai hati, bisa semudah menghembuskan napas.”
****
Deru mesin terdengar membaur dengan kebisingan Jakarta. Atar memacu motornya cepat, menuju entah kemana. Asya hanya bisa memegang erat seragam cowok itu. Takut kalau tubuhnya terpental karena Atar mengemudi sesukanya. Matanya menangkap gedung-gedung perkantoran disekitar. Tersusun rapi seperti perumahan dengan bangunan yang jauh lebih besar.
Asya membeku ketika motor Atar berhenti di bahu jalan. Ia menatap ke kiri dan mendapati gedung setengah jadi yang menjulang sendiri di lingkungan perkantoran. Tak ada dinding, hanya pilar yang menghitam karena jamur. Tak terawat, kusam, sehingga meninggalkan kesan seram.
Asya menuruni motor dan mengedarkan pandangan. “Ini di mana?” gumamnya.
“Katanya tadi nggak pulang aja sekalian?” Atar melepas helm dan mengacak rambutnya asal. Tatapannya sekilas tapi tajam menusuk iris Asya.
“Iya, tapi …,” Senja menggantung kalimatnya, padahal niatan gadis itukan hanya asal bicara, cuma bercanda. Tapi kelihatannya Atar juga tidak peduli dengan jawabannya.
Cowok itu berjalan menuju gang kecil di antara gedung setengah jadi dengan kantor di sebelahnya.
“Tar, lo mau kemana?” dengkus Asya dengan kesal.
Ia berlari kecil, mengejar Atar yang menghilang di antara pagar seng yang terlepas dari kayunya. Celah kecil tersebut yang cowok itu gunakan sebagai jalan masuk ke area gedung setengah jadi ini.
Asya masih mengintip dari luar pagar, melihat punggung tegap Atar yang makin menjauh. Ia berdecak sebal. Paranoid gara-gara aura menyeramkan gedung di hadapannya. Bahkan ia sudah membayangkan setan dan preman yang mungkin bersembunyi di balik bangunan tersebut. Tapi ia tidak bisa menunggu sendirian. Sejak ia menimbang dan mengamati tanda dilarang masuk di sana. Seumur-umur, aturan yang ia pernah langgar adalah makan di area perpustakaan. Dan hari ini, ia melebarkan sayap pelanggarannya ke luar area sekolahan.
Tubuhnya merunduk, memasuki lubang kecil yang tadi di lewati Atar. Tubuh kecilnya dengan mudah lolos dari sela tersebut. Saat berhasil masuk, matanya menangkap rumput liar di sepanjang halaman gedung.
Berasa uji nyali …
Tanpa berpikir panjang, ia berlari mengejar Atar sampai akhirnya punggung cowok itu hanya berjarak dua langkah darinya. Atar terus berjalan, mengabaikan Asya yang terengah di belakangnya. Dia menaiki tangga yang tak memiliki batas di sisinya.
Asya hanya bisa mengikuti sembari mengamati gedung tanpa dinding tersebut.
Lantai demi lantai mereka pijaki hingga sampi di puncaknya. Asya membungkuk dan memegang lutut. Napasnya terengah, menyesal karena jarang berolahraga. Naik beberapa lantai saja rasanya seperti hampir kehilangan nyawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈
Short Story❝Buat apa berusaha mendekat, kalau akhirnya hanya untuk sesaat?❞ -A story of Jangan Pergi. Berawal dari cerita masa SMA yang terkadang cukup pelik dan rumit. Antara sebuah keinginan, atau takdir yang terkadang tidak berpihak. Cerita yang d...