BAB :: |8| Efek Samping

1.2K 483 357
                                    

♦ BAGIAN DELAPAN ♦

"Kalau senyummu bagimu itu hal biasa, tapi bagiku itu benar-benar hal terindah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kalau senyummu bagimu itu hal biasa, tapi bagiku itu benar-benar hal terindah."

          Kaafi berjalan ke luar dari kamar menuju dapur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Kaafi berjalan ke luar dari kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, dia mengangkat sedikit sisi tudung saji di atas meja, menengok di antara celah yang terbuka. Tidak ada makanan di sana. Kaafi menghembuskan napas berat.

“Nih makanan pada kemana sih. Papa katanya orang kaya, makanan aja sampek nggak ada.”

          Kemudian pandangannya teralihkan pada kulkas putih bermotif penuh gambar bunga warna-warni. Siapa lagi kalau bukan mamanya yang mendekor. Kaafi mengangkat sebelah bibirnya. Membuka pintu kulkas tidak sabaran, senyumnya langsung merekah mendapati banyak makanan di dalamnya, dengan lidah menyapu bibir atas. Buah-buahan, susu, roti, ice cream, donat, puding. Namun pilihan Kaafi tertuju pada kue brownies ukuran sedang yang berisi drak chocolat amat lumer di dalamnya. Dan langsung dia tarik keluar dari kulkas.

          Kaafi meletakkannya di atas meja makan, duduk tenang dengan mulai menyantap kue itu. Menyendok pelan sampai muncullah lelehan coklat yang keluar dari dalam kue, super manis. Kaafi sebenarnya tau siapa pemilik kue ini, sekelibat kemarahan dan omel marah kakaknya berputar seperti kaset rusak di pikirannya. Kaafi bergidik ngeri, tapi ia tidak peduli. Palingan kakaknya sudah nyaman tidur atau kalau tidak sedang mengerjakan tugas kuliahnya yang jumlahnya selalu bejibun.

          Diam-diam tanpa Kaafi sadari, ada seseorang yang sedang bersandar di dinding sambil melipat kedua tangan. Dia tersenyum simpul, matanya menatap lurus kepada orang yang duduk di meja makan. Seperti menangkap basah maling yang mengambil miliknya. Saat Kaafi sepertinya ingin beranjak, barulah dia mendekat pada objek yang ditujunya dari tadi.

“Hoaaa! Ada setan?!” teriak Kaafi kaget. Sampai-sampai dia mundur selangkah. Refleks satu tangannya bertumpu pada meja dan tangan kanan Kaafi digunakan untuk menutup matanya.

“Heh, nggak sopan banget sih! Kakak sendiri sampek dibilang setan. Adik kurang ajar emang.” cibir Frida melipat tangannya di dada, berdiri di hadapan Kaafi.

𝐉𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐏𝐄𝐑𝐆𝐈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang