Seorang gadis berseragam SMP sedang berjalan mondar mandir didepan ruang operasi. Sedari tadi ia juga tengah berusaha menghubungi seseorang yang tak kunjung mendapat jawaban lewat ponsel.
"Ayah, ayo angkat," lirihnya sambil menahan air mata yang mencoba keluar dari pelupuk mata.
Didalam ruangan sana Sang Ibu sedang berjuang melahirkan calon adiknya disaat sang Ibu mengidap penyakit kanker stadium empat.
Gadis itu masih berusaha menghubungi Sang Ayah yang masih bekerja dikantor. Merasa frustasi gadis itu meluruhkan tubuhnya dengan tangan yang menggenggam erat ponselnya.
"Bunda. Asya mohon Bunda harus kuat." Isaknya yang sudah tak dapat ditahan lagi.
Dering ponsel membuat gadis itu segera mengangkat panggilan yang ternyata dari Sang Ayah.
"Ada apa, sayang?" Suara Ayah dari seberang terdengar.
"Ayah. Bunda melahirkan. Bunda butuh Ayah. Ayah cepet pulang," ucap Asya diselingi isakan. Sungguh ia takut jika terjadi suatu hal yang buruk pada Sang Ibu maupun calon adiknya.
Suara dentuman yang sangat keras terdengar dari seberang sebelum Sang Ayah menjawab. Sedetik kemudian sambungan pun terputus.
"Ayah? Halo, Ayah?" Gadis itu melihat layar ponselnya kembali. Menatap nanar layar ponsel dengan perasaan berkecamuk. Tiba-tiba perasaannya tidak enak.
Lampu operasi sudah padam. Menandakan jika operasi telah selesai. Seorang Dokter wanita berumur 40 tahunan itu membuka pintu. Asya segera berdiri dan menghampiri Dokter tersebut.
"Dok, bagaimana dengan Bunda saya? Semuanya lancar kan, Dok? Adik saya bagaimana?" cecar Asya tak sabaran.
Sang Dokter tersenyum iba melihat gadis di depannya ini. Dimana Ayah-nya kenapa gadis ini sendirian? Begitulah yang terlintas di pikiran Dokter tersebut.
Lalu setelahnya Dokter itu mengelus pucuk kepala Asya.
"Adik kamu sudah lahir didunia dengan selamat. Tapi kondisinya sedikit lemah jadi harus dirawat di inkubator dahulu." Setelah mendengar ucapan Dokter itu seorang Perawat keluar dari ruang operasi dengan menggendong adiknya. Membawanya ke ruang inkubator yang tak terlalu jauh darinya berdiri.
Asya kembali menatap Dokter itu.
"Lalu bagaimana dengan Bunda saya, Dok? Semua baik-baik saja, kan?"
Dokter tersebut menghela nafas sebelum kembali bersuara.
"Maaf, Dek. Kami selaku tenaga medis sudah berusaha semaksimal mungkin. Tetapi Tuhan berkehendak lain." Asya menggeleng lemah dengan air mata yang sudah kembali meluruh.
"Dok?" ucapnya tak percaya.
"Kanker yang diderita Bu Maya sudah sampai tahap stadium empat. Dan kami hanya bisa menyelamatkan salah satu nyawa dari keduanya. Maaf, kami benar-benar sudah berusaha," ucap Dokter itu ikut prihatin melihat Asya.
Asya segera berlari masuk ke ruang operasi memeluk tubuh dingin tak berdaya Ibunya yang bahkan belum mengucapkan kata perpisahan dengannya.
"Bunda, Bunda bangun!" ucap Asya menggoyang-goyangkan jasad Maya.
➷━━━━━━━━❥━━━━━━━━➷
Pemuda dengan paras tampan berbalut jas almamater Universitas itu berjalan memasuki rumah sakit dengan tangan yang membawa berkas suruhan Mamanya.
"Maaf, Mbak. Dokter Hanum sedang ada pasien?" tanyanya pada resepsionis.
"Dokter Hanum baru saja selesai operasi, Mas. Mungkin sekarang masih diruang operasi," jawab resepsionis perempuan tersebut.
Pemuda itu segara menuju ruang operasi setelah mengucapkan terimakasih pada resepsionis.
Dari kejauhan ia bisa melihat Mamanya berdiri didepan ruang operasi memandang salah satu objek.
"Ma," panggilnya begitu sampai.
"Eh, Mas," ucap Dokter Hanum.
"Mama liat apa?" tanyanya.
Hanum menunjuk gadis yang sedang berdiri di jendela ruang inkubator dengan posisi membelakanginya. Pemuda tersebut ikut melihat arah yang ditunjuk Mamanya.
"Lihat gadis itu. Ibunya meninggal disaat melahirkan adiknya. Penyakit kanker berhasil merenggut nyawa Ibu dua anak itu."
Pemuda itu menatap iba pada gadis berseragam SMP itu. Terbesit keinginan dalam hatinya untuk membantu.
Tak lama datang Pemuda lain berseragam SMP dan langsung memeluk gadis itu. Gadis itu menangis meraung dalam dekapan.
Samar-samar ia mendengar suara pemuda yang memeluk gadis itu.
"Ayah kamu meninggal karena kecelakaan. Kamu harus kuat."
Pemuda itu menatap Mamanya yang juga ikut meneteskan air mata mendengar ucapan pemuda berseragam SMP itu. Tanpa basa basi pemuda itu memeluk Mamanya. Ia juga ikut merasakan perih melihat betapa pilunya gadis di seberang sana yang semakin menjerit menahan tangis.
➷━━━━━━━━❥━━━━━━━━➷
Yey cerita baruuu..
Semoga suka ya..
Ikan hiu lagi ngaca.
Makasih buat yang udah baca. 😁Tandai Typo📌
📝27 Juni 2021
Update on : 28 Agustus 2021
Find and Follow Me on 👇🏻
Instagram : shofiaophi_1610
Follow Wattpad juga boleh biar gak ketinggalan info update nya 😚☺
See u 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikhlaskah Aku?
SpiritualApa Definisi Ikhlas Menurutmu? Kamu dituntut untuk ikhlas ketika suamimu menikahi wanita lain demi sebuah tanggung jawab. Dirimu ingin lepas, tapi keadaan tak membiarkanmu lepas darinya begitu saja. Akhirnya kamu terpaksa berbagi pernikahanmu deng...