Part 36 | Rahasia

75 9 1
                                    

Sam menggebrak meja karena Anneth belum pulang. Ia sudah berbohong, kenapa tidak jujur saja? Sam benci kebohongan apalagi adiknya. Kesalahan masa lalu itu membuatnya semakin frustasi. Hanya dendam yang ia rasakan.

Berjalan ke ruang tamu dan merebahkan tubuhnya dengan kaki yang berada di atas meja. Lelah. Tiba-tiba, seorang gadis berjalan lurus tanpa memedulikannya.

"Darimana aja Lo, sudah selesai jenguk orang sakit?" Langkah Anneth terhenti dan gelisah, tetapi Anneth melanjutkan jalannya. "Udah berani Lo bohong sama gue!"

Sam memecahkan vas bunga di depan kaki saat Anneth membalikkan badan. Dadanya sesak, ia tidak kuat untuk menahan tangisan. Memang salahnya karena sejak awal tidak jujur. Anneth takut jika Sam akan melarangnya apalagi ia tidak suka dengan Deven.

"N-nggak kok, A-anneth beneran kerja kelompok bareng Charrisa," Anneth berusaha mendekati Sam. Ia mengontrol wajahnya agar terlihat baik-baik saja.

Kenapa Lo nggak jujur aja sih, Neth? Gue mau Lo yang terbaik. Sam menunjukkan foto Anneth bersama Deven dan melemparnya tepat di muka Anneth.

Anneth menangis dan mencoba menjelaskan. Di mata Sam ia tidak mau dia sakit dan menyesal di akhir, tetapi bagaimana menjelaskannya. Sam tidak mau Anneth kambuh sejak berobat di Belanda. Ya, Anneth tidak tahu. Hanya Mama dan Sam yang tahu tentang keadaan Anneth.

Mama yang mendengar keributanpun menghampiri keduanya. Beruntung Mama cepat menahan Sam yang hampir kelepasan ingin menampar Anneth. "Cukup, Sam!"

Mengatur nafasnya agar tidak kelepasan. "Apasih Ma, Sam mau Anneth dengerin kata abangnya dan jadi anak jujur."

"Tapi nggak gitu caranya, Sam. Kasian adik kamu. Apa alasannya tiba-tiba kamu melarang dia untuk dekat dengan Deven?!" Mama berhasil membuat Sam terdiam.

Anneth yang menangis, mendorong Sam dan pergi ke kamar. Membanting pintu dengan keras, tak lupa mengunci pintu.

Sam menghampiri Mamanya dan menceritakan kenapa ia marah dan tak suka dengan Deven.

Flashback on

Sam berjalan menelusuri koridor tepat di ruang Kepala Sekolah. Kebetulan ada barang yang diantar karena diperintah guru.

Ketika ingin mengetuk pintu, Sam tak sengaja mendengar keributan Papanya Deven dengan istrinya.

"Mas, kapan kamu berubah sih? Sampai kapan kita bersandiwara di depan Deven?" tangisan yang cukup dalam. "Apa kamu tidak ingat dengan kejadian masa lalu sampai-sampai sekolah ini diambil alih oleh Mas. Jelas-jelas ini milik Pak Vernando Samuel Nasution dan Bu Netha Nasution. Sedangkan Ma—"

Papa Deven menggebrak meja. "CUKUP! Aku melakukan ini semua agar aku bisa memiliki sekolah ini seutuhnya. Soal kematian Vernando emang itu rencanaku dan aku membunuhnya agar aku bisa memiliki Netha, orang yang ku cintai dalam diam sebelum kamu datang di kehidupan saya!"

Deg

Sam meneteskan air matanya. Dadanya begitu sesak, sakit sekali melihat kenyataan ini. Ia juga tidak lupa mereka semua percakapan keduanya. Sam berusaha agar mereka tidak curiga dan mengetuk pintu.

"Permisi, Pak. Ini berkas-berkas dari Bu Indah agar bapak segera menandatangani. Terima kasih, saya pamit."

"Terima kasih Sam. Kamu anak yang baik," Papa Deven tersenyum tanpa rasa bersalah.

Sam segera cepat-cepat pergi untuk kembali ke kelas.

Flashback off

Mama Sam menangis mendengar semuanya. Merasa sakit karena masa lalunya terungkit kembali. "Mama jangan nangis, ini alasan Sam kenapa Sam ngelarang Anneth dekat Deven apalagi keluarganya. Mama juga tau kan sakit Anneth dulu? Sam nggak mau itu terjadi."

Mama menyetujuinya dan memilih untuk beristirahat, tidak mau diganggu. Mama percayakan semuanya pada Sam.

Hanya kepalan tangan yang sama lakukan saat itu. Ia harus memulai rencana baru agar Anneth tidak dekat dengan Deven. Sam berjalan ke kamarnya sambil memikirkan ide.

Friden. Ya, gue tau yang harus gue lakuin apa. batin Sam tersenyum dan tidur.

Di sisi lain, Anneth menangis tak hentinya. "Kenapa semuanya berubah, sih?"

Drt ... Drt ... Drt

Ponsel Anneth bergetar, ia terkejut karena Deven meminta untuk Video Call. "Gue angkat atau nggak, ya? Dahlah angkat aja."

"Malam, sayangku. Mata kamu kenapa bengkak? Abis nangis?"

"Ikh jijik banget manggil sayang-sayangan. Gue nggak apa-apa, tadi abis masak potong bawang terus kelilipan, jadinya sakit gue."

"Ya hati-hati sayang, kalau kamu meninggal nanti, gimana masa depan kita."

"Belajar gombal darimana Lo? Kocak abis tau nggak!"

"Oh, iya, besok sekolah gue jemput. GADA PENOLAKAN!"

"Iya. Yawdah gue mau tidur, bye!"

"Good Night, sayang. Muach!"

Anneth menutup ponselnya dan terlihat geli mendengar suara Deven. Tidak apa-apa, Anneth tersenyum dan membuat pipinya merah merona. Masalahnya seketika hilang karena Deven menghiburnya.

"Semoga hari ini hanyalah mimpi." Perlahan-lahan matanya tertutup dan  pergi ke alam mimpi.

SPECIAL - [LOVE ANNETH] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang