Dua puluh empat [sepotong pancake]

3.3K 323 4
                                    

Happy reading 🤍

"Apa-apaan itu?" Tanya seseorang dengan nada dingin seakan ingin membunuh dua orang yang berada disana, lebih tepatnya, Leon!

_____

Degh!

Leon dan Alin kompak terkejut, lalu dengan cepat keduanya menoleh ke arah sumber suara dingin di ujung sana.

Kemudian, dor!! Keduanya langsung menemukan seorang pria yang sudah duduk dikursi sambil memegang sebilah pisau dan garpu ditangannya, sembari memperhatikan mereka dengan tatapan elangnya.

"Tu-tuan?" Leon berkata dengan perasaan gugup.

Pria yang adalah Edward itu masih diam, mata tajamnya terus ia tujukan pada Leon membuat pria itu gugup bercampur takut setengah-hidup!

Alinsya pun ikut gugup melihat tatapan sang ayah, walau tatapan tajam itu tidak di tujukan untuknya.

Leon berusaha tenang lalu menampilkan senyum, "Tuan, silah_"

"Keluar kau," sela Edward dingin, mengusir sang tangan kanan.

Alinsya refleks menunduk sembari melipat bibir, merasa takut.

Sedangkan Leon kaget dan malah mematung disana.

"Tunggu apalagi, keluar sana," usir Edward sekali lagi. Akhirnya pria itu tak punya pilihan lain selain berbalik badan pergi dari ruangan itu.

Setelahnya, Edward baru menyoroti sang anak yang tengah tertunduk.

"Makanlah," kata Edward dingin, lalu ia mulai melahap sarapannya diikuti Alinsya.

Mereka makan dengan sangat tenang namun, Alinsya merasakan adanya aura berbeda di antara dirinya dan sang ayah.

"Ayah kenapa, ya? Apa ayah marah?
Apa aku dah bikin salah? Aduh kenapa auranya jadi horor begini sih?!"
Batin Alinsya mulai bertanya-tanya dengan perasaan cemas.

Walaupun memang sudah biasa si Edward tak mengajaknya berbicara namun, kali ini berbeda.

Edward hanya diam fokus melahap makanannya tampa berniat melirik ke arah Alinsya.

Padahal biasanya walau tak mengajak berbicara, tapi setidaknya Edward sesekali akan melempar tatapan pada anaknya itu, walau lagi-lagi bukan tatapan hangat.

"Kau," Edward mendadak bersuara membuat Alin yang tengah menatapnya hampir tersedak.

Edward meluruskan pandangannya,
akhirnya pandangan mereka pun bertemu. Alinsya menatap wajah datar sang ayah dengan tatapan polos.

"Sejak kapan kau dan dia jadi akrab begitu?" Tanya Edward.

"Maksud Ayah, Paman Singa?" Alin malah balik bertanya.

Edward mengeryit, "Paman Singa?"

Anak itu mengangguk antusias seraya menjelaskan pada sang ayah.

"Iya Ayah. Paman Singa itu nama panggilan buat Paman Leon," gadis kecil itu menjeda, "Alin sendili yang buat nama panggilannya."

DTC : From Nayla To Alinsya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang