Dua puluh Lima [Tugas tambahan?]

3.1K 317 2
                                    

Happy reading kawan 🤍

"Berani sekali anak ini," batin Edward sambil terus memperhatikan putrinya itu.
____

"Ayo ayah! Buka mulutnya, kaya gini nih, aaaaa...."

Sekali lagi, Alinsya mengisyaratkan agar sang Ayah segera membuka mulutnya, bahkan, anak itu sampai memberikan contoh dengan membuka mulutnya sendiri lebar-lebar.

Udah kayak mau nyuapin anak kecil aja si Alin.

Edward hanya diam sambil menatap potongan pancake itu dan Alinsya secara bergantian.

"Ayah, sampai kapan Alin halus nungguin? Tangan Alin udah mulai pegel nih," ucap Alinsya mulai berani menampilkan ekspresi memelasnya.

Sedangkan dari ujung sana, Leon menggulum bibir, berusaha menahan tawa-nya.

Cah ilah, pak Edward mah suka gitu, malu-malu cat.

"Ay__"

"Yasudah," sela Edward cepat.

Lebih baik ia cepat-cepat setuju,
daripada anak itu semakin berisik nantinya.

Alinsya sontak berbinar. Edward hendak meraih garpu ditangan Alinsya namun, anak itu malah buru-buru menjauhkannya.

Pria itu refleks mengeryitkan dahinya.

"Apalagi ini? Apa dia sedang mempermainkan aku?" batinnya.

"No! Appa, appa buka mulut aja bial Alin yang nyuapin," ujar Alinsya dengan nada memohon yang terdengar lucu.

Edward lantas menghela napas pelan, ternyata, anaknya ini banyak sekali maunya!

Kemudian, pria itu pun mulai membuka mulut, masih dengan wajah datar tentunya, lalu dengan cepat Alinsya langsung menyuapi Appa-nya itu.

Edward mengunyah pancake itu dengan gerakan lambat, Alin dan Leon kompak menatap wajah si Edward, menunggu reaksinya.

"Ayah, gimana? Pancake-nya enak kan?" Tanya Alinsya penuh harapan.

Edward menatap anak itu sejenak lalu menjawab, "Mengerikan."

Alinsya spontan mendelik heran, "Mengelikan?"

Edward meraih gelas berisi air putih, kemudian meleguk-nya hingga tak tersisa.

"Terlalu manis," lanjut Edward seraya meletakkan gelas tadi keatas meja.

Alinsya dan Leon sama-sama bernapas lega, huh kirain apaan.

"Ehehe, ayah nggak suka sama yang telalu manis, ya?" Tanya Alin dengan kekehan kecilnya.

Edward tak menjawab, dan malah terus menatap sang anak, lagi-lagi tatapan yang tidak bisa di deskripsikan begitu!

Alinsya masih setia memandangi objek tampan di hadapannya itu.

Lalu, sungguh Alinsya terpesona! Anak kecil macam Alin aja terpesona, apalagi para gadis-gadis di luaran sana?! 

"Apa benar ayah seorang duda? Model beginian dikata anak SMA semua orang juga bakal langsung percaya! Daebak appa! Alin bener-bener bangga punya appa Edward!" batin mahluk mungil itu, penuh kebanggaan.

DTC : From Nayla To Alinsya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang