Part 58 [ Lavender kenangan ]

2.2K 234 13
                                    

Happy reading^^

"Kok wajahnya milip sama almalhum Ibu sama Bibi Aelin?!" Alin histeris setengah mati.

Semua orang terdiam lalu mendadak tertawa saat melihat komuk Alinsya yang tak terkontrol, mata melotot dengan mulut sedikit menganga dan jari telunjuk yang terangkat, menunjuk tepat ke wajah wanita itu.

"Sayang, dia Ini Aina, anak bungsunya Oma, Bibi mu juga, sama seperti Bibi Aerin," jelas Diana.

Deg!

"Wajah mereka bertiga memang sangat mirip walau yang sebenarnya kembar hanya almarhumah ibumu dan Bibi Aerin."

Aina langsung tersenyum sambil ngangguk-ngangguk pada Alinsya namun, anak itu malah menunduk seraya menurunkan telunjuknya, auranya langsung terlihat suram seolah ada awan gelap yang menyelimutinya, membuat mereka semua menyesal karena sudah menertawakan anak kecil yang mungkin saja berharap orang dihadapannya ini adalah ibunya yang telah tiada.

"Hei, Alinsya?" panggil Aina dengan begitu lembut, bocah itu lantas kembali menatapnya.

Aina lagi-lagi tersenyum sembari merentangkan kedua tangannya, "Mau Bibi peluk lagi, nggak?"

Diana langsung mengangguk saat Alinsya melihatnya, seolah memberi ijin. Setelah itu Alinsya mulai melangkah dengan pelan dan berakhir di pelukan Bibinya.

"Uhm, sayang," Aina memeluk dan mencium gemas puncak kepala Alinsya yang penuh dengan wangi stroberi- dari shampoo tentunya.

"Huh, tadi itu benar-benar sangat memalukan. Lagian, kenapa wajahnya harus mirip semua sih?! Bikin anak kecil ini salah paham terus," Alinsya berbicara didalam hati dengan nada naik turun, "Btw, pelukan kali ini nyaman banget, jadi berasa dipeluk seorang ibu sama ... Kak Hanna! Huwaaaa ... kangen kak Hanna!"

Setelah selesai, Alinsya langsung kembali pada Omanya. "Sini, biar Oma gendong," ujar Diana.

"Hum? Alin udah besal loh Oma, belat, nanti kalau Oma encok gimana?"

"Heei, Oma ini masih muda, mana ada yang namanya encok?" kata Diana, langsung sigap mengangkat tubuh mungil itu dan menggendongnya.

"Benel nih Oma nggak bakal encok?" tanya Alinsya, ekspresi lucu sejati.

"Bener."

"Alin belat nggak?"

"Enggak, sayangku." Alinsya tertawa geli ketika Diana mendadak mencium seluruh wajahnya dengan begitu gemas. Aina malah terdiam melihat hal itu.

Aerin mendekati mereka sambil tersenyum manis, "Ekhem, kayaknya, ada yang bakal tergantikan nih," ucap Aerin.

Aina melihatnya, "Maksud Kakak apa, ya?"

"Ohh, nggak ada maksud apa-apa kok, cuman pengen ngomong aja," Aerin memalingkan wajahnya lalu tersenyum penuh arti.

Alis Aina langsung bertautan, "Ngak mungkin nggak ada maksud apa-apa! Cepat jelasin! Jelasin nggak?! Jelasin!" seketika gaya bicara aslinya keluar, Aerin tertawa dan buru-buru berlari ketika melihat Aina bangkit, akhirnya aksi kejar-kejaran terjadi.

Diana geleng-geleng kepala melihat kelakuan dua putrinya yang sudah dewasa tapi sikapnya masih seperti anak-anak ini.

"Sebenarnya yang anak kecil disini aku atau mereka sih?" batin Alinsya.

"Emmm, Ibu?"

Diana dan Alinsya langsung menoleh dan mendapati seorang pria- tampan! Berdiri menatap mereka sambil menggendong seorang- bayi mungil?!

DTC : From Nayla To Alinsya [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang