Dengan tergesa-gesa Jemima turun dari taksi yang ia naiki. Sedikit berlari menuju kediaman mantan mertuanya dan mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya pintu tersebut di buka.
"Loh Je? Katanya mau jemput jam tujuh?"
Mengabaikan pertanyaan wanita paruh baya di hadapannya, wanita itu justru mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruang tamu. Ia menghela nafas sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis.
"Rania mana buk?"
"Itu lagi nonton tv sama opanya. Ayo masuk."
Jemima mengangguk dan mengikuti langkah mantan mertuanya. Senyumnya kembali terukir begitu melihat gadis kecilnya yang nampak tergesa-gesa turun dari sofa dan berlari kearahnya. Dengan sedikit berjongkok, ia menyambut pelukan sang buah hati seraya menghela nafas lega. Setelah beberapa saat, pelukan mereka pun terlepas.
"Pulang yuk nak."
Ajak wanita itu sementara Rania dengan senyum lebarnya mengangguk bersemangat menanggapi ajakan sang mama.
"Uda mau pulang Je? Padahal ibuk lagi masak buat makan malam."
"Makan dulu aja gimana?"
"Lain kali aja pak, buk. Jemima lupa kalo Rania hari ini di undang ke acara ulang tahun temennya. Acaranya uda mau mulai."
Sahut Jemima berbohong tentunya.
"Naik apa? Dianter temen kamu yang tadi?"
"Nggak pak. Naik taksi. Itu supirnya uda nunggu di luar."
"Yaudah kamu hati-hati pulangnya."
Sahut wanita paruh baya itu yang kini mengantarkan Jemima hingga depan rumahnya.
"Pulang ya buk."
"Iya hati-hati."
Sahutnya seraya melayangkan kecupan di pipi Rania. Jemima pun bergegas memasuki taksi dan melambaikan tangan sebelum akhirnya menutup kembali pintu mobil.
Setelah kepergian Jemima, tak lama setelahnya sebuah mobil lainnya berhenti tepat di pekarangan rumah tersebut. Membuat wanita paruh baya yang hendak kembali ke dalam rumah pun menghentikan langkahnya. Memperhatikan pintu mobil yang kini terbuka. Seketika raut wajahnya berubah begitu menyadari kehadiran Jeffry yang kini menatapnya sendu.
-
Jemima melangkah memasuki rumahnya. Membawa Rania yang telah tertidur dalam gendongannya dan meletakkannya di atas ranjang. Mengusap lembut kening putrinya yang berkerut, mencoba untuk membuat tidurnya lebih lelap. Seulas senyum tipis terlukis samar di wajah lelahnya. Tatapannya berubah menjadi sendu kala ia kembali terkenang pada kejadian tiga tahun yang lalu.
Sedari tadi Jemima tak beranjak dari duduknya. Memegangi tangan mungil Kayla yang terpasang selang infus. Jemarinya beberapa kali mencoba melakulan panggilan pada ponselnya. Namun panggilan yang ia tujukan pada mantan suaminya itu tak juga mendapat jawaban.
Tangis Kayla yang kembali terdengar begitu lemah itu membuatnya merasa hancur. Dilihatnya sang buah hati dengan keringat yang membasahi keningnya itu kembali memanggil papanya, untuk yang kesekian kalinya.
Dengan bersusah payah Jemima menahan tangisnya. Tak ingin terlihat lemah ketika dirinya di tuntut untuk menjadi yang paling kuat. Setelah perceraiannya beberapa bulan lalu, seolah tuhan belum selesai mengujinya. Kini ia harus kembali menelan pil pahit mengetahui jika putrinya itu mengidap meningitis dan telah berada di tahap yang cukup parah.
Sebuah tepukan pelan di pundak wanita itu membuatnya mendongak dan mendapati Sultan menatapnya sendu.
"Je.."
"Aku gak bisa hubungin papanya Kayla. Kayaknya dia uda ganti nomer sejak pindah."
Ucap Jemima terdengar putus asa. Sementara sang kakak terduduk di sampingnya dan merangkulnya kini. Membiarkan adiknya itu menangis dalam pelukannya.
"Aku gak siap kalo harus di tinggal lagi mas. Cuma Kayla dan anak ini yang aku punya sekarang."
Tangisnya seraya mengusap pelan perutnya yang kini membesar. Sementara Sultan, tak ada yang bisa pria itu katakan selain mengusap punggung Jemima berusaha untuk menenangkan.
Buliran bening itu mengalir begitu saja dari pelupuk mata Jemima bahkan sebelum ia sempat menahannya. Dadanya selalu terasa sesak tiap kali ingatannya kembali pada masa dimana ia harus melepaskan kepergian buah hatinya itu.
Rasa bencinya pada sang mantan suami semakin dalam tiap kali ia mengingat bagaimana tangisan pilu putrinya di saat-saat terakhir dalam hidupnya. Bagaimana kata 'papa' yang selalu terucap dari bibir mungilnya. Bagaimana rengekan Kayla yang memohon untuk dipertemukan dengan sosok yang merupakan cinta pertamanya itu.
Ya, semenjak perpisahan mereka, pria itu bahkan tak pernah berusaha menanyakan kabar anaknya. Ia hanya secara rutin mengirimkan uang bulanan untuk keperluan sang buah hati hingga saat ini. Tanpa mengetahui fakta jika buah hati yang ia nafkahi itu pada nyatanya telah lama berpulang.
Dengan tangis yang berusaha ia redam, wanita itu memeluk Rania dan melayangkan kecupan-kecupan beruntun di pipi buah hatinya itu. Memeluknya begitu erat seraya memejamkan mata. Berusaha untuk mengistirahatkan diri. Ya. Karena setidaknya hari ini cukup melelahkan baginya.
-
"Gimana kemaren? Lancar?"
Alin yang baru saja memasuki ruang kerja mereka itu membuat baik Jemima serta seluruh orang yang berada di ruangan sontak menoleh. Tian yang baru saja menyeduh segelas kopi yang menjadi minuman wajibnya itu pun berjalan mendekat. Duduk bersandar pada meja milik Jemima seraya memberi segelas kopi lainnya yang ia seduh.
"Lancar dong mbak. Kencannya."
Sahut Tian mengerlingkan mata kearah Jemima yang di sambut tawa geli wanita itu.
"Lokasinya bagus sih mbak. View-nya juga langsung berhadapan sama laut juga gunung."
Ujar Jemima seraya menyeruput segelas kopi pemberian Tian. Sedangkan Alin hanya mengangguk mengerti dan memilih berjalan menuju meja kerjanya.
"Mobil kamu uda selesai?"
"Uda mas. Baru tadi pagi aku ambil."
"Yah padahal rencananya mau aku anter pulang. Gagal lagi deh kesempatan dalam kesempitanku."
"Aku tau kamu pasti lagi modus soalnya mau pinjem kamera yang baru aku beli minggu lalu kan?"
Mendengar tuduhan Jemima, pria itu pun tersenyum menyeringai.
"Tau aja."
"Uda ketebak kali mas. So so an kesempatan dalam kesempitan."
Ledeknya yang membuat pria itu tergelak. Suara dering ponsel milik Jemima menginterupsi perbincangan keduanya.
"Siapa Je?"
"Bapak."
Sahutnya singkat seraya bangkit dan berjalan menjauh. Menjawab panggilan tersebut dan seketika senyumnya memudar begitu mendengar kalimat yang terlontar dari mantan mertuanya itu.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Tentang Memaafkan [END]
Fanfiction{FANFICTION} Dulu bagi Jemima, seorang Jeffry Alvaro adalah pria paling bertanggung jawab yang ia junjung tinggi. Pria itu adalah sebaik-baiknya tulang punggung yang tuhan takdirkan untuknya. Begitu pula bagi Jeff. Wanita yang biasa ia panggil Jeje...