37 : Sebuah Harap

557 99 9
                                    

Tanpa bosan, aku ingin mengingatkan untuk jangan lupa vote + komennya sebagai penyemangatku ^^
Kali ini aku gak akan ngancem ataupun nyumpahin lagi.
Karna aku sadar, mau sekeras apapun ngancem, yg siders akan tetap menjadi siders.
Ternyata siders itu ada dimana-mana gak cuma di lapak author kecil sepertiku.
Bahkan author yg pembacanya uda jutaan aja, jumlah vote gak sampe setengah dari jumlah viewers. Jumlah komen, gak ada seperempat dari jumlah vote.
Entah apa tujuan kalian cuma jadi pembaca bayangan 😌
Terima kasih karena tidak menghargai ide dan waktu yg sudah kusempatkan untuk membuat sebuah cerita yg menurut kamu tidak seberharga itu untuk di apresiasi ☺
Kamu sudah berulang kali membuatku insecure meski begitu aku tak akan lagi menyalahkan.
Selamat menikmati dalam diam.
Tetap konsisten yaa 😘

***

Senyum manis seakan enggan hilang dari wajah tampan Jeffry. Dengan sekotak berlapiskan kertas kado dan sebuket bunga mawar putih di tangannya, pria itu berjalan memasuki mobil yang terparkir di basement. Meletakkan barang bawaannya di kursi samping kemudi, ia pun mulai mengenakan sabuk pengaman. Malam ini, ia akan memenuhi undangan dari Jemima untuk merayakan ulang tahun puteri kecil mereka. Hanya bertiga dan dengan memikirkannya saja sudah membuatnya begitu bersemangat.

Sebelum menancap gas, tak lupa pria itu menyalakan musik untuk menemaninya selama di perjalanan. Kali ini, ia memilih lagu-lagu milik Chigarette After Sex untuk di mainkan. Sembari bersenandung, Jeffry mulai menjalankan mobilnya.

Sesekali ia menatap pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pria itu sedikit terlambat kali ini karena ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan. Membuatnya sedikit menyesal kala teringat wajah Rania yang menatapnya dengan senyum di kedua mata bulatnya.

Sebuah dering ponsel yang terletak di atas dashboard membuat atensi Jeffry dari jalanan sedikit teralihkan. Dengan tetap memfokuskan pandangan pada kondisi jalanan, pria itu pun meraih ponselnya dan melihat nama Tian sebagai pemanggil.

"Halo bang."

Ujarnya kala menjawab panggilan tersebut.

"Lagi dimana?"

"Di jalan. Kenapa?"

"Nongkrong yuk. Sama anak-anak."

Jeffry tersenyum mendengar ajakan pria itu. Ya, sudah beberapa minggu terakhir ia kembali berteman dengan Tian. Setelah sebelumnya, lebih tepatnya hampir empat tahun yang lalu pria itu menghajarnya habis-habisan tepat di hari perceraiannya dengan Jemima.

"Gak bisa. Hari ini Rania ulang tahun."

"Astaga lupa."

"Lain kali aja ya bang."

Ketika pria itu hendak mengakhiri panggilan, tepat tak jauh di hadapannya, seorang remaja berlari menyebrangi jalan hingga membuat genggaman pada ponselnya terlepas. Ia lantas menggenggam erat pada setir mobil. Berusaha menghindar dari pejalan kali tersebut.

Jeffry membanting setir kearah kanan dan tanpa di sangka dari arah berlawanan sebuah truk dengan beban berat melaju kearahnya. Untuk sesaat. Hanya sesaat, pria itu dapat melihat kilas cahaya yang menyilaukan pandangan hingga sebuah suara dentuman keras yang menyapa pendengarannya sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

Dalam kegelapan itu, sayup sayup masih dapat ia dengar suara beberapa klakson mobil dan teriakan orang-orang di sekitarnya membuatnya kembali membuka mata. Mencoba untuk tetap sadar, dengan jemarinya yang terasa sulit ia gerakkan, pria itu menggenggam lemah kelopak mawar putih yang kini bernodakan warna merah. Ia menghela nafas panjang sebelum netranya kembali terpejam.

-

Setelah memarkirkan mobilnya, Jemima bergegas keluar dengan Rania yang tertidur dalam gendongannya. Wanita itu tergesa, tak dapat melangkah dengan tenang meski kini kedua lututnya terasa lemas. Netranya terus beredar, mencoba mencari sosok pria yang menelfonnya beberapa saat lalu dengan kabar yang tak pernah ia bayangkan akan ia dengar.

Setelah mendapati sosok Tian yang bediri di dekat pintu ruang operasi, wanita itu pun setengah berlari kearahnya. Mendengar suara derap langkah heels yang kian mendekat, lantas Tian dan kedua orang tua Jeffry yang ternyata juga berada di sana pun menoleh.

"Mas."

Panggilnya dengan isak tangis yang tak lagi dapat ia redam. Ayah dari Jeffry lantas bangkit dan mengambil alih Rania dari gendongannya. Sementara ibu dari mantan suaminya itu hanya terduduk dengan tatapan kosongnya.

"Pak, mas Jeff-"

Jemima kembali terisak. Ia tak dapat melanjutkan kalimatnya karena tangisnya yang tak mampu lagi terbendung. Sementara mantan mertuanya itu hanya menatapnya sendu.

"Dia lagi di operasi Je."

Ucap Tian pada akhirnya.

"Operasi?"

Jemima menatap tak percaya dan beralih menatap pintu ruang operasi. Ah, wanita itu bahkan tak sadar dimana kakinya berpijak saat ini.

"Kondisinya cukup parah pas dibawa kesini."

Ujar Tian melanjutkan. Ia mendekati Jemima dan menepuk pelan punggung wanita itu berusaha untuk menenangkan.

"Kenapa bisa kecelakaan mas?"

"Jeffry berusaha menghindar biar gak nabrak orang."

"Terus?"

"Tapi dianya banting setir ke jalur kendaraan dari arah berlawanan. Dan waktu itu ada truk-"

Tian tak mampu melanjutkan kalimatnya. Pria itu tertunduk dan menghela nafas panjang. Tangis Jemima kembali menjadi. Tenggorokannya terasa tercekat dan dadanya yang mendadak begitu sesak, membuat wanita itu tak mampu lagi berdiri. Ia nyaris terjatuh jika saja Tian tak menahan tubuhnya.

Dengan memegangi dadanya, bibir Jemima terkatup berusaha meredam tangisnya agar tak lagi terdengar.  Tian membantunya bangkit dan mendudukkannya di salah satu bangku ruang tunggu.

"Kita cuma bisa berdoa Je. Semoga dia baik-baik aja."

Ucap pria itu dengan Jemima yang mengangguk cepat. Menyuarakan harapannya dalam diam. Berharap jika semuanya akan baik-baik saja. Berharap ia dapat segera menemui sosok pria itu dan meminta maaf atas segalanya yang belum sempat ia ucapkan. Berharap Jeffry akan mendengarnya sekali lagi, sebuah kalimat pengakuan yang selama ini tertahan. Berharap waktu akan kembali mengukir takdir mereka yang pernah di hancurkan. Berharap bahwa kesempatan untuk bersama kembali akan ia dapatkan lagi.

Saat harapan itu bisa terwujud, maka tak ada lagi yang ia inginkan selain memperbaiki semuanya dan meletakkannya kembali pada tempatnya.

~~~

Sajak Tentang Memaafkan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang