23 : Kembalinya Nadia

783 106 14
                                    

Hari demi hari berganti, kedekatan antara Jeffry dan Rania pun tak dapat terelakkan. Walau tak banyak yang dapat mereka lakukan karena hanya bertemu di waktu pagi hingga menjelang siang, setidaknya momen-momen berharga itu tak ingin Jeffry sia-siakan begitu saja. Begitu juga dengan Rania yang seolah melepas rindunya dengan pria yang bahkan tak pernah ia lihat sebelumnya, gadis cilik itu tak pernah ingin jauh-jauh dengan papanya. Tentunya hal ini tanpa sepengetahuan Jemima.

Seperti saat ini misalnya, pria itu sudah hafal jam dimana Jemima akan segera datang menjemput puteri mereka. Maka yang akan ia lakukan adalah bergegas pergi setelah melayangkan kecupan-kecupan beruntun pada pipi Rania. Melambaikan tangannya dan menghilang di balik tembok salah satu gedung dekat PAUD gadis kecilnya. Tentunya ia tak benar-benar pergi. Jeffry tetap mengawasi dari kejauhan hingga mantan istrinya itu benar-benar datang menjemput Rania.

Tak lama setelahnya, mobil milik Jemima terparkir di halaman dan wanita itu pun bergegas keluar. Menghampiri puterinya yang berlari kearahnya. Seulas senyum tipis terukir di bibir Jeffry begitu melihat keduanya. Setelah memastikan mereka benar-benar pergi, barulah pria itu juga beranjak pergi. Mengunjungi makam Kayla seperti yang sudah ia janjikan pada mendiang puteri sulungnya itu.

Sementara Jemima yang kini tengah fokus dengan kondisi jalanan itu sesekali melirik kearah Rania yang nampak asik menyanyikan lagu anak-anak yang ia pelajari di sekolahnya dengan suara sumbangnya. Membuat wanita 35 tahun itu tak mampu menyembunyikan tawanya.

Jika ditanya hal apa yang di warisi oleh mantan suaminya, maka inilah jawabannya. Suara fals Rania yang tak pernah terdengar merdu. Tiap kali mendengar nyanyian Rania membuat Jemima mau tak mau harus kembali teringat akan kenangan-kenangan masa lalunya dengan sang mantan suami. Mengenai bagaimana pria itu ingin bersikap romantis dengan menyanyikan sebuah lagu romansa namun berujung dengan gelak tawa keduanya. Mengingat hal tersebut membuat sepasang matanya berubah sendu kini.

Jemima tersadar dari bayangannya ketika sebuah tepukan pelan menyapa punggung tangannya. Wanita itu pun menoleh dan tersenyum ketika sepasang mata bulat itu tengah menatapnya.

"Kenapa sayang?"

"Ania antuk."

"Ngantuk? Bentar lagi sampe kok sayang. Tidur di rumah ya jangan disini. Nanti leher Rania sakit."

Sahutnya yang diangguki pelan gadis itu sembari kembali bernyanyi. Sementara Jemima meningkatkan kecepatan laju kendaraannya.

Setelah beberapa menit, sesuai dengan ucapannya, kini ia telah memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Menggendong Rania yang rupanya sudah sangat mengantuk. Membawanya menuju kamar dan membantu anaknya itu melepaskan sepatu serta seragam dan menggantinya dengan piama.

Wanita itu tersenyum tipis ketika Rania mulai memejamkan mata dengan memeluk boneka kesayangannya. Tak lupa Jemima melayangkan kecupan di kening puterinya sebelum ia beranjak.

"Ba..ba.."

Langkah Jemima kembali terhenti begitu mendengar gumaman kecil yang terucap dari bibir mungil Rania. Perlahan ia menoleh dan memandangi gadis kecilnya yang nampaknya telah tertidur pulas.

Tanpa sepatah kata, wanita itu pun melanjutkan langkahnya keluar dari kamar dan menutup pintu.

-

Jemari lentik itu bergerak bebas di atas keyboard komputer dengan sepasang matanya yang tertuju pada layar. Senyumnya merekah ketika ia menyelesaikan kata terakhir pada lembar kerjanya. Jemima duduk bersandar sembari melakukan peregangan kecil.

Alin yang sedari tadi memperhatikan adik iparnya itu pun berjalan mendekat dan menyodorkan secangkir cokelat panas untuknya.

"Makasih mbak."

Sahut Jemima menerima minuman tersebut dan menyeruputnya. Sepasang netranya beralih pada arloji di pergelangan tangannya yang membuat wanita itu memekik.

"Kenapa Je?"

"Aku lupa gak jemput Rania mbak."

"Loh bukannya papa yang jemput?"

"Papa gak bisa jemput hari ini. Ada reuni sama temen-temennya."

"Yaudah biar aku telfon mas Sultan bentar."

"Gak usah mbak. Biar aku aja kan lebih deket aku. Kerjaanku uda selesai dan uda aku kirim ke mbak via e-mail. Aku pamit langsung pulang ya mbak."

Pamit wanita itu terburu-buru, tak memberi Alin kesempatan untuk menjawab ucapannya.

Dengan tergesa-gesa Jemima berjalan menuju mobilnya dan melakukan sebuah panggilan ketika ia mulai menyalakan mesin.

"Halo bu Tiwi. Maaf banget bu saya telat jemput Rania. Barusan ada kerjaan yang gak bisa di tinggal. Sekarang Rania masih di PAUD ya bu?"

"Rania sudah pulang sama papanya ma."

Jawaban yang ia dengar barusan membuat kening wanita itu berkerut kini.

"Papanya? Maksud ibu, mas Tian?"

"Bukan ma. Kalo tidak salah namanya pak Jeffry."

Seketika Jemima mematung di tempatnya begitu mendengar nama itu di sebut.

"Kok bisa bu Tiwi biarin anak saya pulang sama orang gak di kenal sih?"

"Maaf ma. Saya pikir pak Jeffry bukan orang asing. Dan saya bisa menitipkan Rania sama beliau karena pak Malik yang bilang kalo beliau papanya Rania."

Apa lagi ini? Jadi papa sudah pernah bertemu dengan Jeffry. Hal itu bergulat dalam pikirannya kini. Tanpa sepatah kata, wanita itu pun memutus panggilan begitu saja. Jemarinya sibuk mencari nomor di daftar chatnya. Ia pun segera melakukan panggilan begitu menemukan nomor yang ia cari.

"Ha-"

"Mana anak aku?"

"Ada sama aku."

"Siapa yang ngijinin kamu ketemu Rania? Punya hak apa kamu?"

"Tadi Rania gak ada yang jemput. Kasian sendirian dan kasian ke gurunya juga jadi gak bisa pulang karena nungguin Rania. Makanya aku bawa dia sama aku."

"Harusnya kamu anterin dia ke kantorku. Bukannya malah culik anak aku!"

"Culik? Je, apa kamu gak keterlaluan?"

"Terus apa kalo bukan nyulik? Kamu pikir karena kamu papanya kamu jadi punya hak buat bawa anak aku tanpa sepengetahuanku?"

"Je-"

"Cepet kasih tau aku Rania ada dimana."

"Nanti aku anterin. Kamu tunggu aja di rumah. Rania sekarang lagi makan."

"CEPET KASIH TAU AKU ATAU AKU LAPORIN KAMU KE POLISI!!"

Bentak wanita itu yang kini tersulut emosi. Sementara di seberang telfon, Jeffry menghela nafas pelan.

"Oke aku shareloc."

Sahutnya singkat sementara Jemima mengakhiri panggilan begitu saja. Tak lama notifikasi ponselnya kembali berbunyi. Sebuah pesan dari Jeffry yang membagikan lokasinya terkini. Tanpa aba-aba wanita itu pun menancap gas begitu mengetahui dimana anaknya berada saat ini.

-

Jemima bergegas keluar dari mobil dan berjalan memasuki salah satu cafe yang terletak di sudut kota. Mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan hingga netranya menangkap sosok Rania yang nampak lahap menyantap makanannya. Membuat wanita itu dapat menghela nafas lega kini.

Ia pun kembali melanjutkan langkahnya namun tak lama Jemima kembali terdiam begitu menyadari kehadiran wanita lain yang kini duduk di hadapan mantan suaminya dengan membawa anak laki-laki dalam gendongannya. Wanita itu, adalah Nadia. Teman masa kecil Jeffry sekaligus penyebab kehancuran rumah tangganya.

Jemima tertawa hambar melihat bagaimana keduanya nampak begitu bahagia. Tertawa dan bertepuk tangan sembari mengajak bercanda Rania. Seolah puterinya itu adalah buah hati keduanya. Melihatnya membuat emosi wanita itu kembali bergejolak. Rasa sakit yang ia rasakan 3,5 tahun yang lalu seolah kembali menganga. Kini kedua tangannya mengepal kuat tanpa ia sadari.

~~~

Sajak Tentang Memaafkan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang