22 : Papa Untuk Rania

866 107 18
                                    

"Kamu yakin uda mau masuk kerja?"

Nadia tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Jeffry melalui sambungan telfon. Wanita itu bangkit dari duduknya dan berjalan kearah jendela kemudian menyingkap tirainya.

"Iya. Aku bosen di rumah."

"Tapi Nad, kamu kan baru sampe kemaren."

"Gak apa kok. Aku uda cukup istirahat."

"Trus Gio gimana?"

"Aku pake jasa babysitter kok."

"Kamu yakin bisa di percaya?"

"Tenang aja. Aku kenal baik sama bos agennya. Dan katanya pengasuh yang mereka kirim orangnya telaten dan bisa dipercaya."

"Tapi Nad-"

"Uda deh Jeff gak usah bawel. Gio aman kok. Uda ya, aku mau siap-siap dulu."

Ujar wanita itu buru-buru memutus sambungan. Sementara Jeffry menghela nafas pelan sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia kembali tersenyum melihat Rania yang berlarian mengejar kupu-kupu yang hinggap di salah satu bunga yang tumbuh di halaman PAUDnya.

Namun tak lama setelahnya sepasang netranya membulat begitu gadis mungil yang sedari tadi menjadi pusat pandangannya itu terjatuh. Dengan segera ia berlari menghampiri. Mengangkat tubuh Rania dan membantunya membersihkan pakaian serta tangan dan lututnya yang kotor.

Berbeda dengan anak kecil kebanyakan yang akan menangis ketika terjatuh, hal itu tak terjadi pada Rania. Ia terlihat sangat tenang walau telapak tangannya nampak lecet. Lain halnya dengan Jeffry yang justru nyaris menangis melihat tangan mungil itu terluka. Kedua pasang mata mereka pun saling mengunci kini.

"Kamu gak apa-apa?"

Tanya Jeffry dengan suara bariton khas miliknya. Sementara Rania hanya mengangguk pelan dengan netranya yang tak juga beralih dari sosok pria di hadapannya. Pria itu pun tersenyum dan mengangguk mengerti.

"Oo syapa?"

Dua kata yang Rania lontarkan membuat Jeffry kembali tersenyum seraya membenarkan helaian rambut gadis kecil itu yang sedikit berantakan. Cukup lama ia terdiam dan nampak ragu hingga akhirnya sepasang tangan mungil Rania membelai wajahnya. Begitu lembut seakan takut melukai wajah pria itu.

Perlahan ia meraih kedua tangan mungil Rania dan menggenggamnya lembut.

"Papa."

"Ba..ba?"

"Ini papa nak. Papanya Rania."

"Baba.."

"Pa- Yah, papa sama baba artinya sama aja sih."

"Baba!"

Seru Rania dengan senyum manisnya. Pria itu tersentak ketika sepasang lengan itu mengalung di lehernya. Ya. Anak yang selama ini hanya bisa ia lihat dari kejauhan itu tengah memeluknya kini. Begitu erat seakan enggan untuk melepaskan.

Sementara Jeffry terdiam untuk beberapa saat. Tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Perlahan jemarinya tergerak. Mengusap lembut punggung mungil gadis itu dan mulai memeluknya. Buliran bening yang menggenang di pelupuk matanya pun jatuh seiring dengan senyuman lebar yang mengukir di wajah tampannya. Semakin mempererat pelukannya dan melayangkan kecupan berulang kali di pundak buah hatinya.

Memeluk Rania, adalah hal yang bahkan tak berani ia impikan. Namun nyatanya tuhan masih sangat baik kepadanya hingga mendatangkan kesempatan itu.

-

"Sorry telat."

Ujar Tian ketika Jemima memasuki mobilnya. Wanita itu hanya mengangguk sembari memperhatikan wajahnya sekilas di kaca mobil sebelum akhirnya mengenakan sabuk pengaman.

"Sebelum ke lokasi kita jemput Rania dulu ya. Trus anter ke rumah papa. Mas Sultan gak bisa jemput soalnya."

"Siap."

"Gak mepet kan waktunya?"

"Nggak kok. Masih ada sejaman lah masih cukup."

Sahut pria itu yang kini mulai menjalankan mobilnya. Sementara Jemima memoles kembali make up pada wajahnya dengan bersenandung. Menyadarinya, Tian tersenyum tipis sembari sesekali memperhatikan wanita di sampingnya.

"Lagi seneng banget kayaknya Je."

"Hah? Nggak biasa aja."

Sahut wanita itu sembari memasukkan kembali peralatan make up-nya ke dalam tas.

Tak membutuhkan waktu cukup lama untuk mereka sampai ke PAUD tempat Rania berada. Karena Jemima memang memilih lokasi yang dekat dengan tempatnya bekerja agar ia bisa menemui gadis mungilnya kapanpun ia mau.

Keduanya pun segera keluar dari mobil. Jemima tersenyum manis ketika pemandangan pertama yang ia lihat adalah puterinya yang kini tengah sibuk memakai sepatunya.

"Hey sayang."

Sapa wanita itu membuat Rania yang semula tak menyadari kehadirannya pun mendongak. Dengan senyum sumringahnya, ia terburu-buru memakai sebelah sepatunya. Ketika Tian hendak membantu memakaikannya, sang ibu menahan pergerakan pria itu.

"Uda biarin aja. Rania bisa sendiri kok."

Ujar wanita itu seraya berjalan mendekati anaknya. Dan benar saja, tak lama setelahnya Rania telah menyelesaikan pekerjaannya. Dengan tergesa-gesa gadis mungil itu bangkit dan melambaikan tangan pada gurunya kemudian berlari kearah Jemima.

"Anak mama pinter."

Rania tersenyum sumringah mendengar pujian ibunya itu. Melayangkan kecupan singkat di pipinya ketika Jemima menggendongnya. Tian yang sedari tadi hanya memperhatikan kedua anak dan ibu itu pun akhirnya mendekat dan mencubit pipi Rania gemas.

"Baba!"

Seru Rania yang membuat kedua orang dewasa itu tertawa.

"Rania seneng banget ya manggil kamu baba."

"Iya. Rania sayang yuk sini gendong sama baba."

Ujar Tian bersiap menggendong gadis mungil itu namun Rania menggeleng cepat membuat mereka memandangnya bingung.

"Ukan oo. Baba!"

Seru Rania yang ternyata melihat jauh kearah belakang pria itu. Baik Tian maupun Jemima mengikuti arah pandang Rania namun hasilnya nihil. Tak ada siapapun disana.

"Baba.."

Ucapnya sekali lagi yang membuat Jemima bergidik ngeri.

"Kamu ngomong apasih nak. Bikin mama takut aja. Uda yuk mas."

Ajak wanita itu yang kini berjalan menuju mobil. Sementara Tian mengikuti langkahnya. Tak lama mobil itu pun mulai melaju meninggalkan halaman PAUD. Disaat itu juga Jeffry keluar dari persembunyiannya.

Tersenyum tipis ketika mobil itu melewatinya dan netranya saling mengunci dengan Rania yang sejak tadi memperhatikannya dari dalam mobil. Pria itu pun melambaikan tangan yang di balas dengan senyum sumringah sang buah hati.

~~~

Sajak Tentang Memaafkan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang