31 : Gio

666 90 3
                                    

"Rania suka?"

"Em! Syukaak anget ma. Tadi ada banyak boneka bebi yang cantik. Teyus baba-"

Jemima tersenyum menanggapi celotehan puterinya melalui sambungan telfon milik Jeffry. Wanita itu melangkah memasuki toko buku dengan ponsel yang masih ia tempelkan di telinga. Netranya menelisik ke seluruh penjuru ruangan mencoba mencari keberadaan rak yang menyediakan buku yang ia cari. Senyumnya kembali mengukir kala ia mendapatkannya.

"Mama tutup dulu ya telfonnya. Rania lanjut main sama papa."

Ujar wanita itu kemudian mengakhiri sambungan setelah melayangkan kecupan pada ponselnya. Jemima melanjutkan langkahnya sebelum ia kembali berhenti begitu pandangannya bertemu dengan Nadia yang berdiri tak jauh darinya. Sama sepertinya, wanita itu juga nampak terkejut. Jemima beralih pada sebuah buku yang di genggam Nadia. Senyum tipis terukir di bibir wanita itu. Ia pun memutuskan untuk mendekat.

"Lagi cari buku dongeng?"

Tanya wanita itu begitu berada tepat di hadapan Nadia. Sementara yang mendapat pertanyaan pun tersenyum dan mengangguk mengiyakan.

"Anak kamu mana?"

"Lagi jalan sama papanya."

Tampak jelas gurat kebahagiaan di wajah Nadia begitu mendengat jawaban yang Jemima lontarkan.

"Kalo gitu aku duluan Je."

"Nadia."

Panggilan Jemima berhasil membuat langkah wanita itu terhenti. Perlahan Nadia berbalik dan menatap Jemima yang kini nampak ragu.

"Aku.."

"Kenapa Je?"

"Apa boleh aku ketemu anak kamu?"

Tanya wanita itu dengan nada pelan dan penuh kehati-hatian. Tatapannya terlihat sendu dan sarat akan harapan. Melihatnya, Nadia kembali tersenyum dan mengangguk menyetujui.

-

Jeffry tersenyum menatap puterinya yang kini tengah duduk anteng sembari menunggu kedatangan makanan yang baru saja di pesannya. Sesekali gadis kecil itu bersenandung sembari menggoyang-goyangkan kakinya. Memeluk boneka barbie yang baru saja Jeffry belikan untuknya.

Ya. Bukan Jeffry namanya jika tak membelikan apapun untuk Rania saat sedang bermain bersamanya. Walaupun ia yakin setelahnya akan kembali mendapat protes dari mantan isterinya.

Pria itu mencubit gemas pipi sang puteri ketika Rania kembali bernyanyi dengan nada sumbangnya. Satu-satunya hal yang dapat ia banggakan. Setidaknya Rania menuruni bakatnya dalam bernyanyi dengan suara fals. Lucu memang karena sebagian besar sifat gadis kecil itu lebih mirip Jemima. Secara fisik pun Rania hanya menuruni bentuk mata dan juga lesung pipi milik Jeffry. Selebihnya di turunkan oleh ibunya. Mungkin ini pembalasan dari Jemima. Karena dulu Kayla hanya mengambil sedikit gen dari Jemima yakni bibir bulatnya.

Ketika pria itu disibukkan dengan perhatiannya pada Rania, salah seorang pramusaji datang dengan membawa pesanan mereka.

"Permisi pak."

Pamit pramusaji itu setelah meletakkan tiap menu masakan di atas meja. Sementara Jeffry mulai sibuk membukakan es krim yang ia pesan untuk Rania.

"Sayang, es krimnya di makan dulu ayo."

Ujar pria itu dengan nada lembut. Gadis kecil itu pun mengangguk dan tersenyum menampilkan deretan gigi susunya.

Sementara itu di lain tempat, Jemima terdiam sejenak begitu tiba di depan kediaman Nadia. Ia nampak ragu bahkan ketika sang pemilik rumah membuka lebar pintu rumahnya.

"Ayo masuk."

Ajaknya yang membuat Jemima kembali tersadar dari lamunannya. Wanita itu pun mengangguk pelan dan menyusul langkah Nadia yang telah lebih dulu melangkah masuk.

"Kamu duduk disini dulu. Gio baru selesai mandi. Bentar lagi aku bawa kesini."

Ucap Nadia yang kembali Jemima angguki. Selepas kepergian wanita itu, tak banyak yang Jemima lakukan selain memperhatikan tiap sudut ruang tamu rumah Nadia. Ya, rumah ini. Rumah yang sama seperti empat tahun lalu. Awal dimana segala kesalahpahaman dan kemalangan ini di mulai.

Ketika wanita itu kembali di buat nostalgia, Nadia telah kembali dengan putera semata wayangnya yang ia gendong.

"Gio, ayo sapa tamunya mama dulu."

Ujar Nadia ketika ia duduk di samping Jemima. Gio, bocah lelaki berambut keriwil itu nampak malu-malu dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang ibu. Jemima tersenyum melihat tingkah anak itu. Mengingatkan pada mendiang puterinya, Kayla yang juga memiliki sifat malu-malu dan tak mudah berbaur dengan orang yang baru di temuinya.

Setelah mendapat sedikit paksaan dan rayuan dari Nadia, akhirnya Gio memberanikan diri menoleh dan membalas tatapan Jemima. Bocah lelaki itu mengemut ibu jarinya dan menatap takut kearahnya.

Dada Jemima berdesir hebat. Seketika tatapan wanita itu berubah sendu ketika ia kembali teringat bahwa anak laki-laki di hadapannya saat ini adalah adiknya. Ya, jika di lihat dengan seksama, anak itu sangat mirip dengan papa dan juga kakaknya, Sultan. Mata, hidung, dan rambut Gio sangat mirip dengan kedua pria itu.

"Je."

"Mirip banget sama papa."

Ujar Jemima tersenyum paksa. Sementara Nadia hanya mengangguk menanggapi ucapan wanita di hadapannya. Tak bisa di pungkiri, sebenci apapun Nadia kepada papa Jemima, Gio sangat mirip dengan Malik, secara keseluruhan. Yang membuat Nadia khawatir jika suatu saat putera semata wayangnya itu juga akan menuruni sifat bejat papanya.

"Aku akan bicara sama papa Nad."

"Bicara apa?"

"Aku bakal minta papa buat tanggung jawab."

"Gak usah Je."

"Gak bisa gini Nad. Ini gak bener. Papa salah dan uda semestinya buat minta maaf sama kamu dan memper tanggungjawabkan kesalahannya."

"Aku uda gak butuh itu Je."

"Nad-"

"Sampai kapanpun, papa kamu gak akan pernah mengakui keberadaan Gio. Bagi dia anak aku adalah aib yang harus di lenyapkan. Jadi aku minta kamu supaya gak berbuat apapun. Karena kalopun papa kamu minta maaf, itu percuma. Dia gak melakukannya dengan tulus. Dia hanya ingin kemarahan kamu mereda."

Jemima terdiam mendengar penolakan Nadia. Tatapan wanita itu semakin sendu. Ia menghela nafas pelan dan tertunduk.

"Maafin aku."

"Enggak ini bukan salah kamu Je."

"Tapi-"

Belum selesai Jemima melanjutkan ucapannya, suara dering ponsel yang menandakan panggilan masuk menginterupsi percakapan mereka. Jemima meraih ponselnya dari dalam tas dan melihat nama Jeffry yang tertera di layar ponsel.

"Halo mas."

Tak lama, sepasang mata wanita itu membulat. Ia lantas bangkit dari duduknya. Tampak jelas raut wajahnya menegang kini.

"Rania kenapa?"

~~~

Sajak Tentang Memaafkan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang