Jangan lupa vote + komen.
***
"Maaf Je, tapi aku rasa kamu gak perlu berusaha untuk mendapatkan hak anak aku dan pengakuan dari papa kamu. Hari ini aku balik ke Jepang karena dapat tawaran kerjaan yang menjanjikan. Aku gak pengen apapun lagi. Aku cuma ingin hidup tenang bareng anak aku. Di tempat dimana gak seorang pun tau tentang masa laluku. Dan ada satu hal lainnya yang belum sempat aku ceritakan ke kamu. Maaf kalo kamu harus tau hal ini cuma lewat chat. Ini tentang satu rahasia lagi yang papa kamu miliki. Saat itu, di hari meninggalnya anak kamu. Ketika kakak kamu mati-matian berusaha mencaritahu informasi dan keberadaan Jeffry, papa kamu pula yang diam-diam menghalanginya untuk mendapatkan informasi apapun. Karena itulah dia gak tau kalo Kayla sakit dan meninggal. Aku juga baru tau akhir-akhir ini dari salah satu kenalanku. Papa kamu memang sejahat itu Je. Bahkan dia gak peduli sama cucunya. Dia rela melakukan kejahatan ini untuk mencegah agar Jeffry gak kembali. Maaf karena kamu harus tau kebenaran ini. Kedepannya semoga kamu dan Jeffry bisa berbahagia."
Begitulah bunyi pesat yang di dapatkan Jemima sepagi ini, ketika matahari bahkan belum menunjukkn sinarnya. Ia mengurungkan niatnya untuk menuju rumah sakit dan menjenguk sang mantan suami yang katanya baru saja sadarkan diri. Dengan memutar arah, Jemima melajukan mobilnya menuju kediaman pria paruh baya yang semula ia anggap sebagai pahlawan dalam hidupnya.
Hanya butuh waktu sekitar 20 menit hingga wanita itu memarkirkan mobil di halaman rumah Malik. Tentunya setelah berkendara dengan kecepatan di atas rata-rata dan kondisi jalanan yang cukup lenggang membuatnya dapat sampai ke tempat tujuan secepat mungkin.
Tanpa membunyikan bel, ia membuka kasar pintu rumahnya. Tak berniat mencari ke kamar atau tempat lainnya, Jemima sangat tau dimana keberadaan ayahnya sepagi ini. Ia melangkah cepat menuju halaman belakang. Mendapati Malik yang tengah memberi makan beberapa ayam peliharaannya.
Menyadari kehadiran puterinya, pria paruh baya itu lantas menoleh dan termangu. Setelah sekian lama menolak untuk bertatap muka, kini sang anak menemuinya dengan suka rela. Membuat Malik tersenyum sumringah dan bersiap menyambutnya. Hingga langkahnya terhenti begitu menyadari tampilan puterinya yang tak terlihat baik-baik saja.
"Je."
Panggil pria paruh baya itu dengan wajah bingungnya.
"Sebenarnya sejauh mana papa bisa berbuat jahat?"
"Maksud kamu?"
"Gak cukup dengan meniduri Nadia dan membuat anak papa cerai, papa juga harus banget bikin aku se kecewa ini ya?"
"Kamu mau ngomong apa sebenernya?"
"Pa! Kayla itu cucu papa. Darah dagingku!"
Malik mematung di tempat. Walau ia tak begitu mengerti maksud dari perkataan Jemima, namun ia tau betul kemana arah pembicaraan sang puteri.
"Disaat aku bener-bener butuh sosok mas Jeffry untuk Kayla, disaat aku bahkan minta mas Sultan buat cari tau keberadaannya, papa dengan liciknya menghalangi usaha kami."
Kali ini ucapan Jemima sukses membuat pria paruh baya itu tersentak. Rupanya puterinya sudah mengetahui satu lagi rahasia bejat yang ia simpan rapat. Dan tentu saja ia sudah dapat menebak dari mana informasi itu berasal.
"Lagi-lagi Nadia ya? Kamu percaya sama perkataan wanita itu?"
"Kalo bukan Nadia, siapa lagi yang harus aku percaya? Papa?"
"Je-"
"Karena papa, hidup aku hancur. Gak ada lagi yang tersisa pa. Gak ada juga yang bisa aku perbaiki. Papa uda merusak hidup banyak orang. Gak cuma aku. Ada Nadia, mas Jeff, orang tuanya, dan bahkan kedua cucu papa!"
Bentak wanita itu dengan isak tangisnya yang semakin menjadi. Ia mengambil satu langkah mundur kala Malik mencoba mendekatinya. Dengan menghapus bulir bening yang membasahi wajahnya, Jemima menatap sang ayah tajam.
"Dan semua kesialan yang mas Jeff alami semuanya juga karena papa. Kalo kita gak cerai waktu itu, kalo mas Jeff gak pergi waktu itu, Rania bisa tumbuh dengan sosok papanya. Dan aku gak akan pernah tinggal terpisah darinya jadi aku gak perlu bikin dia menghadiri undangan ulang tahun Rania. Dan mas Jeff gak akan pernah kecelakaan."
Ujarnya melemah di akhir kalimat.
"Kalau sampe mas Jeff kenapa-kenapa, aku gak akan pernah maafin papa. Seumur hidup."
Wanita itu mengakhiri kalimatnya dan berbalik meninggalkan Malik yang kini terduduk dengan tatapan sendunya. Walau tanpa kata, penyesalan dan kepedihan nampak jelas di raut wajahnya.
-
Jemima melangkah memasuki ruang rawat Jeffry. Di dalam sudah ada kedua orang tua pria itu. Tatapannya beradu pada sepasang netra yang kini menatapnya lemah. Membuat nyeri di dadanya kembali terasa.
Jemima menoleh kala ia merasakan sebuah usapan lembut di punggungnya. Ibu Jeffry tersenyum kearahnya sebelum beralih menatap sang suami.
"Ayo pak."
Ajak wanita paruh baya itu pada suaminya. Bergegas meninggalkan dua orang yang kini hanya terdiam. Setidaknya mereka cukup paham bahwa ada banyak hal yang harus di bicarakan oleh keduanya.
Sepeninggal orang tua Jeffry, Jemima tak lantas melangkah mendekat. Seolah enggan untuk mempersempit jarak diantara mereka. Sedikit mengabaikan tatapan bingung pria itu, perlahan Jemima merendahkan tubuhnya. Ia berlutut dengan kepalanya yang tertunduk. Hal yang membuat Jeffry terkejut dengan sikap wanita di sampingnya.
"Kamu ngapain?"
Tanya pria itu lemah, berusaha bangkit dari posisinya namun tak sanggup karena sekujur tubuhnya yang masih terasa lemas. Sementara Jemima masih tertunduk dengan isakannya yang berusaha ia tahan.
"Maafin aku."
Ucapnya memberanikan diri menatap pria yang kini nampak bingung.
"Maafin aku mas."
Ujarnya sekali lagi dengan isak tangisnya yang mulai terdengar.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Tentang Memaafkan [END]
Fanfiction{FANFICTION} Dulu bagi Jemima, seorang Jeffry Alvaro adalah pria paling bertanggung jawab yang ia junjung tinggi. Pria itu adalah sebaik-baiknya tulang punggung yang tuhan takdirkan untuknya. Begitu pula bagi Jeff. Wanita yang biasa ia panggil Jeje...